All posts filed under: Kampus Ganesha

Segala macam yang terjadi dalam perkuliahan dan perkampusan Ganesha tempat pemilik berdiam.

Ralat Tips Menghindari CCTV Salman dan Usulan Pemosisian Kembali

Minggu lalu saya menulis artikel tentang cara mengindari kamera CCTV di Masjid Salman. Perlu diketahui bahwa Masjid Salman ITB ini baru menambah installasi CCTV di sekitar ruang utama masjid terutama di pintu masuk. Ada 10 buah CCTV. Artikel ini akan meralat beberapa ketidakakuratan pada artikel sebelumnya. Mohon maaf untuk ninja-ninja yang gagal setelah mengikuti tips saya tersebut. Kemudian, jika memang masih ada yg belum nyambung maksud saya nulis artikel nyeleneh tersebut, adalah kritik ttg posisi CCTV-nya. Dengan demikian, saya juga ingin memberikan usulan pemosisian ulang CCTV tersebut. Perlu dicatat bahwa saya bukan pakar CCTV apalagi pakar telematika. Jadi, dasar usulan saya ini hanyalah common sense. Ralat Tips Menjadi Ninja Anda tidak suka tertangkap kamera? Alergi kamera? Difoto haram? Atau ingin masuk masjid seperti ninja? Ikuti tips berikut. Nah yang diralat adalah sebagai berikut. Kemaren saya menyarankan salah satu espace route dari dalam ruang utama Salman adalah melewati Jepang kortim langsung. Ternyata hal ini adalah kesalahan besar. Di Jepang kortim, terdapat dua CCTV yang divergen ke arah pintu utama kortim. Dengan demikian, Anda para pelaku antikamera akan tertangkap kamera (dua buah pula!) …

Tips Lolos dari CCTV Salman Yang Baru

Jadi, seminggu ini Masjid Salman ITB mulai memasang sistem Close Circuit Television, alias CCTV. Beberapa tempat dan pintu mulai dipasangi kamera pemantau. Yang unik dan mau saya senggol sedikit disini adalah posisi kameranya. Agak aneh, siapa yg ngusul sih… Sedikit melihat kameranya, saya langsung berandai-andai cara untuk meng-outsmart ini CCTV. Ya gimana, dia sendiri yg posisinya memberikan celah. Oke, ini denah salman dan letak CCTV tersebut. Yang baru adalah yg panjang di sekitar ruang utama. Dan ini adalah foto empat CCTV yang di pasang di pintu utama ke ruang utama Masjid Salman, yakni pintu di koridor sebelah selatan. Utama karena mengadap koridor ikhwan yg menuju ke luar. Foto ini diambil tepat pada pintu, di bawah kameranya. Lumayan dapet idenya? Empat kamera lain di seberang ruang utama masjid (pintu koridor utara) juga diposisikan sama, dan paralel letaknya dengan kamera yg ini. Oke berikut rencananya. Secara umum ada dua ide. Lihat gambar di bawah pada jalur merah. Jalur tersebut sangat aman dari CCTV manapun, dijamin kalau lewat situ tidak akan ada rekam jejak kita pernah lewat di Salman. …

Sistem Antrian Wudhu dan WC di Masjid Salman

Saya ini agak bingung ketika antri di jejeran kamar mandi salman dan ternyata ramai. Itu antriannya gimana ya. Kalau ramai, WC yang empat itu akan tidak jelas sistemnya jadinya seperti gambar di bawah ini nih. Biasanya tuh walaupun nggak serame gambar di atas, bisa lama banget. Saya pernah tuh. Misalnya saya nunggu di di WC1, ternyata penghuni sekarang jauh lebih lama dari WC sebelahnya. Yah, keduluan deh penunggu yang antri bareng saya sudah pada masuk. Bahkan, pengguna yang datangnya  jauh lebih lama dari saya, bisa selesih tiga orang, bisa dapet WC duluan. Mau pindah antrian rasanya nggak enak gimana… Udah kadung lama nunggu. Ada ketakutan kalau pas pindah, eh malah tambah lama. Mau tetep diem, kok kayak udah nggak ada harapan. Akhirnya, waktu itu saya menyerah juga dan pindah antrian dan ternyata itu adalah pilihan yang tepat. Jadi inget monty hall problem. Belum lagi, kalau di Salman yang nunggu di antara dua WC itu, kira-kira jatahnya dapet WC yang mana ya. Bisa konflik tuh… Mana ada yang datang terakhir biasanya nggak mau kalau sama yang …

Lulus versus Hampir Lulus

Sebagai pemuda dengan idealisme, tentu kita setuju bahwa kemampuan (skill) lebih utama dari sekedar ijazah. Alasan utamanya adalah menilai seseorang hanya dari ijazah saja menimbulkan beberapa masalah. Misalnya, tidak semua kemampuan ada ijazahnya. Kemudian, mana kelihatan perbedaan level masing-masing orang dari ijazah saja, apalagi ijazahnya beberapa tahun lalu. Alasan terburuknya adalah mentalitas keinstanan rakyat kita. Karena kita masih mendewakan ijazah, banyak jasa-jasa pembuatan ijasah secara mudah. Asal punya modal, dapat ijazah PT ternama gampang. Kerja pun tidak jadi masalah. Caranya? Situsnya? Gampang dicari kok. Tinggal googling “ijazah” atau “buat ijazah” atau “ijazah palsu” pasti banyak tuh di halaman pertama. Jika hal di atas dilakukan oleh masyarakat kebanyakan yang memang masih lugu, saya sih masih memaklumi. Akan tetapi, jika hal senada (meskipun jauh berbeda) terpercik dari kolega sendiri atau teman dekat sendiri kok rasanya sedih saya. Saya terkadang kesal ketika teman saya sendiri membanding-bandingkan antara orang yang belum lulus (misalnya saya) dan yang sudah lulus. Saat bercerita, mulailah dia “mengeluh” seakan keadaan saya jauh lebih baik darinya. Enak kamu masih kuliah. Belum ada beban… Saya tidak …

Kemacetan Lorong Selasar Fisika di Tengah Rintik Hujan

Sore kemarin, 10 Desember 2012, seperti biasanya hujan turun rintik-rintik. Terlihat dari lantai dua Labtek V pemandangan hijau asri basah-basah sekitar Campus Center ITB. Akan tetapi, ada yang lain dari pemandangan tersebut. Jumlah pengguna payung yang tidak biasa berjalan hilir mudik di lorong dan jalur kendaraan CC Barat itu. Keren! Entah, seperti melihat pemandangan di universitas di luar negeri saja, pikirku waktu itu. Aku pun menuju lorong selasar fisika tersebut. Bukan karena pemandangan tadi sih, emang mau pulang dan jalur bebas hujannya lewat situ. Dari dekat kejanggalan pemandangan makin jelas. Terdapat keramaian yang sangat tidak biasa disana. Bagaimana ramainya? Pernah mudik naik kereta atau kapal laut? Di lorongnya penuh sesak oleh manusia sampai berputar pun susah bukan? Nah seperti itu… Gilak! Jarak 1 meter aja susah geraknya. Masih ada 5 meter ke depan untuk dilalui dan lautan manusia menghadang. Mau lewat jalan raya sebelah, masih gerimis. Ada apa gerangan? Aku juga tidak tahu. Antri sembako? Atau mungkin pada panik mau pulang, hujan soalnya. (loh?) Tentu saja bukan sepertinya. Alasan paling masuk akal adalah pengumuman nilai …

Renjana Menjadi Dosen

Kalau saya jadi dosen, kok kepikirannya cuma dosen ITB ya. Kalau di tempat lain tidak ada renjana (passion) sama sekali. Tidak tertarik. Kalau di ITB masih ada sedikit semangat lah. Kenapa ya? Arogansi universitas? Hmm… ITB juga menargetkan memiliki 6000 dosen di 2020 [citation needed]. Wow, masih banyak kesempatan (walaupun target yg aneh kalau saya bilang bila kita melihat jumlah dosen yg diterima setiap tahunnya di institut ini). Ya, menjadi dosen sepertinya selalu menjadi alternatif solusi bagi “pilihan hidup”. Ketika orang menanyakan, “habis lulus mau ngapain?”. Terus diikuti dosen “gimana kalau jadi dosen?”. Hmm… Yah itu, kalaupun jadi dosen mungkin cuma niat yg di ITB aja deh. Arogansi? Sepertinya bukan lah (sepertinya). Sudah empat tahun disini tentu saja sudah merasakan kampus sendiri sebagai rumah. Seperti kata lagu itu, “Kampusku rumahku”. Sudah nyaman lah dengan segala kondisi dan lingkungannya. Ngomong-ngomong tentang jadi dosen, kalau jadi dosen, saya ingin jadi seperti Pak Budi Raharjo. Pak Budi ini memang masih jadi dosen idola nomor satu saya. Mohon maaf dulu untuk Bu Ayu dan Pak Rin yang juga favorit saya tetapi belum …