Setiap menjelang wisudaan, bulan apapun, pasti ada pertanyaan yang berkeliaran:
Sudah ada pewe?
Pendamping wisuda entah kenapa selalu jadi bahan pertama kalau bukan yang utama dikeluarkan. Saya sebenarnya kurang mengerti dengan konsep pewe ini walaupun saya sudah mengalami wisuda kemaren. Di artikel ini saya memaparkan bagian mana yang tidak saya mengerti serta usulan pengembangan dalam konsep pewe ini.
Yang saya pahami dari selentingan pertanyaan “Ada pendamping nggak pas wisuda nanti?” adalah pendamping lawan jenis dalam proses wisuda. Soalnya, kalau tidak lawan jenis, pertanyaan tadi tidak akan berseliweran. Toh, pas sekali kan dengan jiwa mahasiswa tingkat akhir. Masalah umur. Sampai ada yang demi menawab pertanyan ini berazam untuk menikah dulu sebelum lulus.
Secara mainstream, pertanyaan tersebut ditangkis dengan jawaban “orang tua saja deh”. Di ITB, wisudawan memiliki jatah dua orang untuk menghadiri prosesi wisuda. Umumnya jatah ini ya untuk orang tua, kecuali yang sudah menikah. Saya tidak tahu jatah di universitas lain bagaimana dan apakah pertanyaan ini juga muncul di civita academica lain. Mungkin jika Anda tahu bisa menceritakannya…
Yang saya tidak paham adalah bagian pendamping-nya itu loh.
Cerita sedikit. Setelah melihat langsung bagaimana prosesi wisuda kemarin, saya melihat bahwa undangan wisuda yang biasanya orang tua tadi menempati tribun belakang gedung Sasana Budaya Ganesha. Dengan demikian, mau undangan wisudanya itu orang tua kek, pacar, atau suami/istri duduknya ya jauh di belakang sana itu. Lah terus, apa serunya dong kalau begitu? Sudah punya pendamping lawan jenis pun mereka ditempatkan di posisi nan jauh disana juga.
Itulah sisi yang saya tidak paham. Saat prosesi wisuda, si pendamping justru tidak melakukan tugas mendampingi.
Kemudian, setelah prosesi wisuda yang nunggu salaman sama rektornya berjam-jam itu, masih ada lagi acara tunggu menunggu untuk foto bersama perangkat dan wisudawan seprodi dan arak-arakan. Lebih jelasnya baca artikel saya sebelumnya Minggu Wisuda yang Begitu Melelahkan. Memang acara tersebut (bonus hari sebelum dan setelahnya) sangat melelahkan dan sepertinya tidak akan bisa dilalui tanpa keinginan keras dan kehadiran dari orang tercinta.
Walaupun saat proses wisuda terpisah, asyik kayaknya kalau ada yang menyokong dan mendampingi di rangkaian acara setelah wisuda tersebut. Namun, emangnya tega kali ya pendampingnya disuruh ikut menikmati capeknya berjam-jam menunggu itu. Sama arakan setelahnya, kayak ga ada temen aja perlu pendamping pas arakan…
Mungkin sekali-kali nggak apa kali ya, orang tercinta dirodi. Itung2 sambil ngumpulin foto buat kenang-kenangan. Tapi kan, tapi kan…
Iya kalau pendampingnya cowok, nggak apa lah disiksa. Kalau cewek?
Orang tua saya sih saya pinta istirahat aja di labtek V sana daripada ikut capek nunggu salaman dg rektor dan arak-arakan. Efek buruknya sih emang, nggak ada yang jadi paparazi memotoi setiap langkah saya dari sabuga ke kampus.
Belum lagi namanya pendamping wisuda tetapi bukan pas prosesi wisudanya. Kan masih di hari yang sama. Hari wisuda. Masih rangkaian lah, arak-arakan kok… Iya sih… Cuma, aduh… Ganti istilah jadi pendamping arakan aja, alias pengarak.
Saya punya ide yang sedikit berbeda. Konsep yang mungkin bisa menjawab semua pertanyaan dan gundah di atas. Supaya pendamping berada di samping saat prosesi wisuda, supaya kita tidak perlu kasihan thd. pendamping kelelahan menunggu dan arak-arakan bersama kita, dan supaya wisudanya makin berkesan.
Yap cuma ada satu solusi. Pendampingnya wisudawan juga. ^^
Dengan demikian, dia benar-benar mendampingi kita selama seluruh prosesi. Tidak hanya arak-arakan saja, tetapi juga saat prosesi wisudanya alias ya sidang terbukanya itu. Mengikuti prosesi bukan cuma menghadiri prosesi, ya wong wisudawan juga.
Bahkan, tidak hanya hari H wisuda saja. Dari awal ambil toga, syukwis macem-macem, prosesi wisuda (yg sidang terbukanya), hingga nunggu gak jelas, foto bareng, dan arak-arakan. Kalau perlu sampe TA-nya juga, seminar, sidang, kuliah, dan segala perjuangannya.
Coba bayangkan. Lebih seru kan? Itu baru pendamping wisuda. Lebih terasa. Bandingkan dengan konsep pewe yang umum.
But… It is near impossible to do so.
Why?
Pertama, untuk meyakinkan bahwa pewe itu berada di samping kita saat prosesi wisuda, Nomor Induk Mahasiswa kalian harus berurutan. Kalau tidak, agak percuma, sama aja bohong. Susah ngobrolnya. Capeknya saat prosesi di dalam gedung tidak terbagi.
Dengan kata lain, sejak masuk kuliah Anda dan pewe harus satu jurusan. Dari sebelum kuliah harus sudah cari pewe tuh. Dan yang lebih penting harus mengakali bagaimana caranya NIM kalian urut bersisian. Please note that, kamu tidak mesti mendapat NIM urut walaupun kamu daftar ulang berurutan.
Tidak urut juga sebenarnya nggak apa, asal seluruh mahasiswa yang punya NIM di antara kalian berdua sudah pada lulus semua. Tinggal dipastikan saja, teman-teman lulus duluan dan kalian belakangan.
Kemudian, yang lebih penting lagi setelah itu, ya harus lulus bareng.
Hmm.. Impossible indeed…
Kecuali kayak TA, diberi batasan-batasan supaya hal itu lebih feasible untuk dikerjakan. Misal tukeran dengan temen wisudawan yg duduknya di sebelah, dg risiko ribet pas salaman dengan rektor.
Itulah pendapat dan usulan saya yang melintas karena kekurangpahaman saya atas topik yang muncul tiga kali setahun ini. Intinya, saya merasa aneh dan mengganggap tidak perlu atas pertanyaan pewe yang suka sekali berkeliaran di masa wisuda itu.
Mungkin Anda para expert mengenai topik ini bisa mencerahkan saya. Terima kasih…
P.S.: I know, this topic (and its content) is very controversial. Maybe some of you have some after thought about me and this article. But please, don’t conclude any further other than what is written in the text above. Repeat, do not infer anything.
(kidding)
Fell free to comment anything… I don’t mind. ^^…
hahahahaaaa yap, sm persis ma yg di IPB 🙂 melelahkan, jd PW juga gak terlalu penting..org2 yg heboh nanya gt ya paling cm nanya aja, blm ngalamin..kalopun yg nanya udh ngalamin, ahh itu cm bahasa spontan aja tuk dpertanyakan, g ush drespon serius 🙂
Pendamping wisuda yang wisudawan is POSSIBLE kok!
Real Life example:
adam & dea
saya & dinta (pas prosesi sebenernya beda 1 tempat duduk, tapi minta tukeran tmpt duduk jadi saling mendampingi)
Sebenarnya pendamping wisuda menurut saya adalah lebih ke niat (pendamping yg albadr define belakangan), kalau niat mah pasti bisa. Dan ada real life success story-nya kok 🙂
Hm. Baru sadar kalau bisa tukeran tempat duduk ya, walaupun menyalahi panitia. Cuma apa gak bingung tuh pas mau foto ama rektornya.
gw lg bingung, ntar bntar lg katanya ikutan liat si dia wisuda, tp kitanya cuma d suruh nunggu..
sdgkan dia sm mantan pacarnya yg dulunya jg deket bisa kebetulan wisuda barengan.. kan curiga.. ngeness bangettttt 😥 rasanya mending ga ikut aja deh . biar lebih tenang
hahaha ini tiba2 lagi random nyari ‘job desc’ pewe saking heran juga knp deh ‘budaya’ wisuda kudu punya pewe, eh muncul link ini *dan lagi2 anak itb* oke baiklah.. hahaha
sepakat sih, rada aneh juga bawa2 pewe tapi pewe di mana, kita di mana –“
Kerana feel free to comment,
kalau menurutmu sesuai penjelasan tentang PW di atas itu, kira-kira siapa yang close enough disebut pendamping wisudamu bed kemarin? (Selain orang tua pastinya).
Hmf, someone finally infer. Sudah diperingatkan padahal… (jk)
Hm, siapa ya. Based on above definition, sih yang disamping saya itu ada dua: Lyco dan Andre. -.-!!! Sedihnya…
Tapi saya menganggap seluruh sesawa wisudawan pewe kok. Kita sesama wisuda April kan saling mendampingi… (diplomatis)
mungkin karena pewe itu common thing, bed. jadi pada nanya. kalo udah tingkat akhir kan suka banyak yang udah mau nikah. Nah, wisuda tuh bisa jadi momen untuk memperkenalkan si calon ke orang tua. CMIIW.
Iya juga ya dis ya. Saya nggak kepikiran ngenalin calon ke orang tua kemaren. Padahal mmpg jauh2 ke bandung dari sumut ya. (⊙o⊙)
Tapi kalo gt gak mesti ndampingi wisuda dong. Hehe,
wut? sumut? bukannya dari metro?
cepet cari bed, mumpung masih ke kampus, masih bisa mencari dan memilih.
ntar keburu diculik yudhis semua loh.
dari sumut lah, kan aing udah pindah…
wah, harus hati2 sama yudhis dong ya. cepat, cepat…
Nggak seru juga dhis kalau wisuda keduanya nggak barengan. Kalau barengan kan bisa tu, ketemuan dua calon besan.
Walaupun kelihatan kek lagi aji mumpung (mumpung wisuda).