“Person x left the chat-room” di Thread yg Udah Seabad Nggak Aktif
Saya agak ziiing dg orang yg membangkitkan thread lama dg melakukan left group. Apa nggak tahu cara delete atau archive group??
Saya agak ziiing dg orang yg membangkitkan thread lama dg melakukan left group. Apa nggak tahu cara delete atau archive group??
Di era internet ini, komunikasi bukan lagi hal yang sulit dilakukan. Jarak. Waktu. Bukan sebuah halangan. Informasi bertebar luas. Jalur komunikasi banyak pilihan. Tiga di antaranya adalah telepon, email, dan messaging. Dan yang lain tak kalah pentingnya adalah sosial media (Fesbuk, Twiter, dkk). Saking banyaknya jalur, saya pikir masyarakat modern sekarang sudah kehilangan sense ttg cara berkomunikasi itu sendiri. Membuat komunikasi di era komunikasi ini agak membingungkan. Tidak. Artikel ini tidak akan membicarakan ttg kurangnya interaksi orang dalam dunia nyata. Tidak juga tentang maraknya kesalahpahaman dan tendensi buruk dalam komunikasi via teks. Hal itu bisa dibahas di artikel panjang terpisah. Saya ingin mengeluhkesahkan tentang cara orang modern dalam memilih jalur untuk berkomunikasi. Penekanannya ada pada dua kata: memilih dan jalur. Ikon sosial media di atas oleh Martz90, diunduh dari Iconspedia – Circle Icons set. Catatan: Judul yang sangat panjang di atas muncul karena ada dua atau tiga ide tulisan yang mirip dan kalau ditulis jadi tiga artikel berbeda akan redundan dan cuma bikin pusing penulis saja. Tidak Semua Media Komunikasi Diciptakan untuk Tujuan yang Sama Jalur komunikasi yang sangat banyak itu …
Di Jepang terdapat istilah khusus Shakaijin yang menjelaskan masyarakat produktif. Mendekati status ini, saya agak galau dan ragu dg segala atribut pada istilah ini.
Jalan-jalan di Jepang kita dapat menemui bendera daerah berkibar di samping bendera Hinomaru Jepang. Itu tidak lain karena lambang daerah di Jepang sangatlah simpel. Namun, tegas dan unik.
Berbeda dg lambang provinsi di Indonesia yg kompleks, redundan, dan jarang yang tahu. Saya pun iseng menggubah ke 34 lambang provinsi di Indonesia menjadi lebih simpel, flat, dan modern. Juga membuatnya jadi sesuatu yg bisa jadi bendera.
Saya melihat ada peluang bisnis baru di Indonesia, atas penolakan dan anarki para tukang ojek pangkalan terhadap tukang gojek.
Perpindahan dari Univ ke Dunia Kerja di Jepang mirip pindah dari SMA ke Univ. Dilaksanakan serentak, nasional, dan kompetitif. Cuma mungkin gayanya kayak Ujian Saringan Mandiri dengan tahapannya yg lebih banyak, lebih sulit, dan simultan. Artikel ini tadinya adalah prolog dari tulisan sebelumnya ttg psikotes di Jepang.
Salah satu yang menyebalkan saat cari kerja di Jepang adalah saat ujian tertulis. Salah satunya tes kepribadian memiliki jumlah soal terbanyak. Bisa sampai 400 soal. Pertanyaannya klise dan berulang-ulang. Kenapa nggak bisa otomatis aja sih tes begini.
Satu tendensi bagi orang asing di Jepang adalah menganggap bahwa orang Jepang itu maksum alias tidak pernah melakukan pelanggaran hukum. Toh cerita dan berita yang kita sering dengar mengatakan demikian. Sekian banyak blog berkata bahwa di Jepang itu disiplin, orangnya taat hukum, penegak hukumnya bagus, dll. Hal ini menyebabkan ketika ada suatu kasus yg terjadi, orang kita (non-orang Jepang) akan langsung mengasumsikan bahwa pelakunya adalah bukan orang Jepang alias orang asing. Mari saya beri contoh untuk memahami lebih dalam. Artikel ini akan berfokus pada area kosan saya, Circle K di depannya, dan masjid. Bertema tentang transportasi dan aturan lalu lintas. Pada satu kasus spesifik. Berikut adalah peta tkp. Sebelah kiri bawah adalah kosan saya sekeluarga, Esteem Tempaku. Yang berpin dan betuliskan Toyohashi Mosque itu adalah Masjid Toyohashi. Di antara kosan dan masjid ada CircleK, berikon tas belanja kecil warna biru. Diantara ketiganya ada perempatan (yg bisa dibilang juga pertigaan). Posisi kiri atas dari perempatan adalah kampus saya, TUT. Seperti yang saya ceritakan pada artikel sebelumnya berjudul Toyohashi Masjid dan Meriahnya Ramadhan, komunitas muslim Toyohashi beruntung memiliki masjid yg sangat dekat …
Banyak sekali berita tentang sains dalam islam yang ternyata itu hoax. Hoax islami, ceritanya. Artikel ini akan membahas beberapa contoh dari hoax islami tersebut. Klaim berita versus apa yang sebenarnya.
Minggu kemaren saya ikut JLPT. Ini kali kedua saya ikut tes bahasa Jepang langsung di negaranya. Dibanding Indonesia terdapat beberapa perbedaan mencolok dalam melaksanakan ujian ini. Selain lebih mahal (Jepang: 5500 yen, Indonesia: 135.000 rupiah), alur ujian di dalam ruang kelas jauh lebih strict. Sangat berbeda dari ujian manapun yg pernah saya rasakan. Pengawas dalam ujian ini satu kelas bisa ada 5-6 orang. Kelas yang saya datangi berisi sekitar 140 peserta ujian, pengawas ada lima orang. Satu pengawas menjadi pemimpin kelas. Tugas pemimpin ini adalah memberikan pengumuman-pengumuman dan mengatur jalannya ujian. Sisanya menjaga setiap baris meja-meja kelas, ada empat baris meja panjang. 1. Waktu Ujian dimulai pukul 12.30 tetapi kelas dibuka dari 12.00. Soalnya setelah 12.30, peserta tidak boleh masuk lagi (dan juga gak boleh kelar). Dari jam 12 tadi, pengawas sudah mulai memberi pengumuman-pengumuman. Cocokkan nomor peserta dengan di meja. Dll. Saya masuk kelas pukul 12.10, soalnya dzuhuran dulu kan, dan peserta sudah pada rapi duduk di dalam kelas. Penjelasan dan pengecekan kesiapan kelas ini sangat detail, namun mereka melakukan dengan sangat efisien. Hanya …
“Ah, berakhir sudah.” Leila hanya bisa pasrah. Membubung tinggi di angkasa, gravitasi tak lagi memberi mereka ampun. Mereka jatuh bebas tanpa ada pijakan lagi. Terhempas ke lapisan udara di bawahnya, terhantam angin keras ke wajah. Waktu seakan melambat bagi mereka. Lemas, tiada lagi tenaga tersisa. Tubuh Leila kian labil berguncang tak terkendali. Terjungkal, kadang kaki di atas, kepala di bawah. Dari jauh, mereka tampak seperti dua titik yang bergerak cepat. Menembus awan. Menuju permukaan samudra. Ditambah satu lagi garis hampir horizontal turut mencakar biru sang langit. Kondensasi udara membuat lintasannya terlihat di angkasa. Benda aneh menggantung di ujung jejak itu, berbentuk seperti bolpoin raksasa, panjang dua tiga meter, berbahan besi, dengan logo nuklir terukir di badannya. Rudal antar benua yang ikut jatuh bersama mereka itu mulai berkelip. Lalu berkelip lebih kencang. Pada akhirnya, cahaya menyilaukan dan kemudian api keluar secara beringas. Seperti semburan naga ke segala arah, bercabang selayaknya dahan pohon, perlahan tapi pasti, akan melahap mereka. Lei sudah kehilangan semua harapan. Masa hidupnya terlintas di depan matanya. Juga tentang sahabat terdekatnya. Lei hanya bisa bergumam. “Sepertinya …
Pelajar muslim di Toyohashi, Aichi, Jepang sangat beruntung. Terdapat masjid yg begitu dekat dengan kampus. Naik sepeda lima menit. Jalan kaki lima belas menit. Kalau disetarakan dengan skala kampus ITB, masjidnya ada di Boromeus. Dekat. Sangat dekat.
Hidup diwarnai dengan banyak pilihan. Semua orang harus melaluinya, hampir setiap saat. Namun, menurut saya hanya ada beberapa titik “penting” pilihan yang bisa mengubah jalan hidup 180 derajat. Bisa mengubah lingkaran sosial, kegiatan sehari-hari, kebiasaan, atau mungkin pola pikir. Dua hal itu adalah pendidikan dan pekerjaan. Dalam dua hal ini, satu pilihan akan merembet hingga ke masa depan kita. Sekolah menentukan siapa teman kita, bagaimana kita bergaul-berpikir, bagaimana kita lanjut ke jenjang lebih tinggi, apa saja skill-set kita. Walaupun sebenarnya pilihan sekolah ini sudah sangat terfilter berdasarkan lokasi. Kebetulan lahir di pedalaman, ya sulit dapat sekolah yang bagus. Sekolah berkelas internasional atau akselerasi atau punya tim olimpiade solid atau akses ke universitas xyz misalnya, hanya ada di lokasi tertentu. Makanya saya memandang orang yang aksel dll tadi itu hanya orang yang beruntung. Meskipun sudah terbatas pilihannya, tetap saja pilihan adalah pilihan. Pendidikan adalah pilihan, satu sekolah tak sama dengan lain. Kasus tadi juga, bisa saja kan memilih untuk sekolah ke tempat yang jauh, banyak teman saya yang begitu. Pekerjaan juga sama, sebuah pilihan yang besar yang akan …
“…. Ilham… Bangun Profesor Ilham. Profesor Ilham…” Suara itu lirih menggema. Suara lembut yang sangat ia rindukan. Memanggil-manggil Ilham yang pikirannya masih mengambang, belum terkumpul menjadi satu. “Nuri…?” Ia mengigau. Terbaring di kasur, Ilham merasa masih lemas. Masih ingin melanjutkan tidur. Ilham perlahan membuka matanya. Penglihatannya masih tampak kabur. Samar-samar ia melihat di hadapannya kamar yang begitu penuh dengan kenangan, sudah sepuluh tahun dia tinggal disana. Ruangan penuh cinta penuh kenangan. Ilham meluruskan badan dan berbaring telentang. Samar menatap langit-langit bercorakkan kerlip cahaya bintang, hadiah spesial untuk ulang tahun istrinya tahun lalu. Tiba-tiba wajah Ilham basah. Entah langit-langit itu bocor atau hujan merembes lewat jendela, sehingga sekelompok tetes air hinggap di wajahnya. “Nura-nuri… Sudah jam berapa ini… Ayo bangun! Tumben-tumbennya…” Seorang wanita cantik berdiri di samping Ilham. Rambutnya tertutup kerudung putih. Mawar emas terukir di ujung segi empatnya. Wanita itu tidak tinggi dan tidak gemuk. Tidak, kurus pendek mungkin lebih tepat. Seperti masih remaja atau malah anak-anak. Namun, namanya anak-anak pastilah tampak menggemaskan. Sayangnya, sekarang ia tidak lagi mode gemas. Berkacak pinggang, si cantik tampak …
I didn’t go to restaurant much in Japan for obvious reason. There are hardly any menu that I can eat for I can only eat halal menu. Therefore, I don’t have any position to write this articles. However, as far for my experience visiting any restaurant in Japan, Japanese – Italian – whatever, halal friendly or not, all you can drink or not, they have very bland drink menu. One should note that, for one who able to drink alcoholic menu, it maybe a heaven. I don’t know for other country, but here is the “standard” menu for drink in any Japanese restaurant. They provide many kind of alcohol. There are chuhai, beer, wine, cocktail, sake, western, and eastern and much more alcohol categories. I don’t even know what they mean or how they differentiate. One of the categories is soft drink, a small category on the corner of the menu. Usually it has only five or so menus. It includes oolong tea, orange juice, cola, and kalpis. Sometimes it has a non-alcohol category besides soft drink. However, it is suspicious …