Islam
Comments 3

Utamakan Ukhuwah : Dan Kisah Dua Masjid di Belakang Rumah

Ikhwah artinya bersaudara. Menurut Hasan Al-Banna, Ukhuwah Islamiyah adalah keterikatan hati dan jiwa satu sama lain dengan ikatan aqidah. Ukhuwah adalah konsekuensi dari takwa dan merupakan salah satu bentuk ghirah kita terhadap agama.

Pembukaan : Utamakan Ukhuwah

Konsep ukhuwah dalam islam ini sangat tinggi. Level pergaulan sesama muslim itu seharusnya setingkat dengan level sahabat. Hubungan persaudaraan antar mukmin mempunyai pertalian yang sangat erat dan bisa lebih kuat dari persaudaraan karena keturunan. Hal ini disebabkan persaudaraan ini timbul karena adanya persamaan aqidah. Tidak seperti hubungan persaudaraan atau persahabatan lain yang biasanya timbul karena adanya persamaan kepentingan. Persamaan kepentingan itu bisa hilang. Ketika hilang, bisa saja yang tadinya sahabat itu saling mencaci. Persaudaraan atas persamaan aqidah islam – selama aqidahnya lurus – akan langgeng sampai akhir hayat.

“Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah ikhwah (bersaudara); karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu”. [QS. al-Hujurat/49:10]

Yang terjadi di masyarakat kita sekarang ini adalah seringnya saling berseteru hanya karena masalah fikih. Yang satu mencap yang lain sebagai orang aneh atau bahkan ahli bid’ah. Padahal seringnya fiqih yang dipermasalahkan ini adalah masalah remeh atau dua masalah yang sebenarnya keduanya ada dalilnya. Tentu saja hal ini tidak bisa dibandingkan dengan masalah ukhuwah.

Saya pernah mendengar suatu cerita, entah benar atau tidak. Di suatu desa, dua kelompok warganya berseteru. Kelompok yang satu berpendapat shalat subuh itu pakai qunut yang lain berpendapat tidak. Masing-masing kemudian membangun masjidnya sendiri bersebelahan. (Wah malah bagus itu, berarti shalat subuh disana ramai dong, sampai bisa bikin masjid sendiri-sendiri)

Jika ada perbedaan pendapat begitu, mengapa tidak didiskusikan saja. Pendapat ini mana dalilnya, pendapat itu mana dalilnya. Jika masing-masing punya dalil ya silakan ikuti mana yang kira-kira lebih kuat dan lebih dipercaya. Jika sama-sama punya dasar ya sudah, biarkan masing-masing ikuti kepercayaannya. Jangan diungkit lagi.

Kaidah ukhuwah yang baik bukan hanya menjaga hubungan tetapi juga saling mengingatkan. Jika ada salah seorang di antara kita yang ternyata berbuat salah, kita tidak tinggal diam. Akan tetapi, cara mengingatkannya juga yang baik. Bukan dengan sindiran atau celaan tetapi dengan kata-kata yang halus dan istilah yang bagus. Beri nasihat yang dia butuhkan. Jangan sampai karena kita mengingatkanya, sahabat tersebut malah menjauh dari kita.

“Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian, sebelum ia menyukai sesuatu untuk saudaranya apa yang ia suka jika sesuatu itu diperoleh dirinya”. [Muttafaqun ‘alaihi]

Yang juga sering terjadi di masyarakat adalah memusuhi orang yang menyebarkan sunnah. Alasan memusuhinya ya sederhana, karena berseberangan dengan kebiasaan mereka yang biasa. Padahal sudah diberi dalil yang kuat. ah, memang masalah jaringan sosial kemasyarakatan kita ini agak aneh. Jika menghadapi hal ini tentu saja sebagai orang yang tahu kita jangan balik memusuhi mereka. Sebaliknya kita harus membiasakan mereka melihat sesuatu yang sunnah yang kita dakwahkan tadi. Memang sih tanggung jawab kita sudah lunas saat menyampaikan yang benar kepada mereka. Akan tetapi, apa salahnya tetap menjaga ukhuwah selama tidak ada unsur aqidah dan hal mendasar yang disenggol.

Akhir-akhir ini, sering terjadi perbedaan dalam penentuan tanggal awal Ramadhan. Alhamdulillah sudah ada musyawarah penyatuan kriteria penentuan tanggal oleh berbagai ormas islam. Ini adalah salah satu bentuk pengupayaan ukhuwah yang luar biasa. Walaupun kita sekarang terpecah menjadi banyak kelompok islam, alangkah baiknya kita mengutamakan ukhuwah dibanding kepentingan kelompok sendiri. Walaupun banyak kompetisi, masing-masing seolah berkepribadian ganda dan punya peran masing-masing, dan konflik dimana-mana, marilah kita tetap menjaga ukhuwah islamiyah kita. Justru ukhuwah lah yang dapat menguatkan kita.


Nah, Kisah Dua Masjid yang ini Kisah Nyata

Di belakang bekas rumah saya di Metro, Lampung, tepatnya di kelurahan Margorejo, sekarang terdapat sebuah masjid baru. Masjid ini sebenarnya ukuranya sangat kecil, hanya memuat kurang lebih empat shaf shalat saja. Akan tetapi, pihak pengurus tidak mau menyebutnya sebagai mushala. Tidak ada masalah sih sebenarnya antara penyebutan masjid atau mushala. Saya lupa masjid ini namanya apa. Yang saya ingat, tetangga saya menyebut masjid ini Masjid Burdangin karena pemrakarsanya adalah Pak Burdangin.

Yang menjadi masalah adalah sekitar 50 meter dari Mushala Burdangin tersebut sudah berdiri sejak lama sebuah masjid besar, sebut saja Masjid Pak Fuad. Masjid ini biasa dipakai shalat jumat dan shalat ied meskipun pada shalat lainnya masjid ini tidak terisi sampai satu shaf. Biasa, masalah hampir semua masjid kampung. Padahal daerah kedua masjid tersebut bukanlah daerah padat penduduk seperti yang sering ditemui di kota besar. Rumah di sana mirip dengan kompleks perumahan yang bangunannya relatif besar dan jaraknya jarang.

Lebih anehnya lagi, Mushala Burdangin ini juga dipakai pada saat shalat jumat dan shalat ied. Masjid sekecil ini.  Dengan demikian ada dua pusat pelaksanaan shalat ied dalam jarak dua menit jalan kaki, yang satu sangat kecil dan yang lain ukuran besar.

Saya tidak tahu apa yang dipikirkan pengurus dengan melakukan langkah seolah memecah belah umat ini. Pak Fuad dan Pak Burdangin memang dikenal warga sebagai orang yang bersebrangan kelompok islamnya. Prasangka baiknya sih mereka ingin memfasilitasi warga supaya tidak capek berjalan jauh untuk shalat. Mungkin juga untuk memfasilitasi orang yang mau beramal jariyah membuat masjid. Bagus juga kan kalau ada banyak masjid.

Akan tetapi, apakah amal jariyah itu hanya dengan membuat masjid? Perlukah masjid dibangun setiap seratus meter seperti warung atau CircleK? Tidakkah meramaikan masjid yang sudah ada itu lebih utama?

Wallahu a’lam…

3 Comments

  1. Ping-balik: Toyohashi Masjid dan Meriahnya Ramadhan | Blog Kemaren Siang

  2. Ping-balik: Laporan Iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman | Blog Kemaren Siang

  3. Ping-balik: Bagaimana Saya Sekarang Mengisi Blog Ini | Blog Kemaren Siang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.