Tidak Sengaja Beraura Presenter Pro
Dua tahun lalu, waktu presentasi di MK Rekling, ketika menjawab pertanyaan, entah kenapa saya ditepuktangani oleh para peserta kuliah. Saat itulah, bakat rahasia saya yang terpendam muncul.
Dua tahun lalu, waktu presentasi di MK Rekling, ketika menjawab pertanyaan, entah kenapa saya ditepuktangani oleh para peserta kuliah. Saat itulah, bakat rahasia saya yang terpendam muncul.
Sebagai pemuda dengan idealisme, tentu kita setuju bahwa kemampuan (skill) lebih utama dari sekedar ijazah. Alasan utamanya adalah menilai seseorang hanya dari ijazah saja menimbulkan beberapa masalah. Misalnya, tidak semua kemampuan ada ijazahnya. Kemudian, mana kelihatan perbedaan level masing-masing orang dari ijazah saja, apalagi ijazahnya beberapa tahun lalu. Alasan terburuknya adalah mentalitas keinstanan rakyat kita. Karena kita masih mendewakan ijazah, banyak jasa-jasa pembuatan ijasah secara mudah. Asal punya modal, dapat ijazah PT ternama gampang. Kerja pun tidak jadi masalah. Caranya? Situsnya? Gampang dicari kok. Tinggal googling “ijazah” atau “buat ijazah” atau “ijazah palsu” pasti banyak tuh di halaman pertama. Jika hal di atas dilakukan oleh masyarakat kebanyakan yang memang masih lugu, saya sih masih memaklumi. Akan tetapi, jika hal senada (meskipun jauh berbeda) terpercik dari kolega sendiri atau teman dekat sendiri kok rasanya sedih saya. Saya terkadang kesal ketika teman saya sendiri membanding-bandingkan antara orang yang belum lulus (misalnya saya) dan yang sudah lulus. Saat bercerita, mulailah dia “mengeluh” seakan keadaan saya jauh lebih baik darinya. Enak kamu masih kuliah. Belum ada beban… Saya tidak …
Bagian ini adalah ringkasan atau excerp artikel. Artikel ini cuma membahas bagian tulisan di wordpress yang muncul di FB/Twitter. Artikelnya singkat doang, jangan dibaca.
Setiap mendengar world class university, yang saya dengar adalah hal ini: s-class university. Kalau sekarang kan akreditasi sekolah (dan universitas) itu kan A-B-C. Saya tidak tahu syarat masing-masing apa sih. Kalau tidak salah sih C itu untuk Cukup, B untuk Baik, dan A (saya tidak yakin) untuk Asyik atau Apik mungkin ya. Well, di situs ban-pt pun tidak ada penjelasannya loh masing-masing akreditasi di atas maksudnya apa dan syaratnya apa. Tipikal Indonesia ya. Sekarang bayangkan kalau akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional bukan cuma A-B-C saja. Hihi… Kayak di game-game atau di film gitu. Ada sebuah akreditasi yang lebih tinggi lagi dari sekadar akreditasi A. Untuk sekolah-sekolah yang sudah super, yang tidak perlu diragukan lagi, dan yang tidak sekadar “asyik”, “apik”, atau “sangat baik”. Sistem Kelas S ini memang sistem yang aneh. Mau gimana lagi… Huruf paling awal kan A, masa S lebih bagus. Kalau dipakai di dunia nyata juga kayaknya kurang praktikal, sangat menimbulkan kesenjangan sosial [original research]. Biasanya sistem aneh ini ada di cerita-cerita terutama yang dari Jepang. Misalnya saja di Naruto, misi dan ninja paling hebat …
Pascasidang saat bertemu teman di jalan, mereka menanyakan hal yang sama. “Habis sidang mas? Bijimana?” Yah, keliatan dari bajunya sih, rapi tidak wajar. Saat itulah saya merasakan bahwa saat orang mengucapkan “Alhamdulillah…” pada suatu progress yang kita lakukan, itu sesuatu banget (bukan ucapan selamat loh ya, tapi ucapan hamdalah). Senangnya luar biasa. Apalagi… Ups, tapi bukan bahasan saya kali ini ya. Salah satu dari mereka berkata seperti ini: Ih Albed nih lo… Nggak bilang-bilang mau sidang. Pengumuman kek di Facebook. Well. Entah kenapa, saya merasa agak gimana gitu (mixed feeling) tentang ide mengumumkan akan sedang apa saya hari ini, besok, dan seterusnya [kok jadi judul lagu]. Walaupun itu untuk hal yang penting seperti sebuah milestone. Okelah, memang untuk melewati suatu milestone tertentu, kerja keras saja tidak cukup. Doa adalah sangat utama. Dan doa diri sendiri seperti juga tidak cukup meyakinkan bukan? Dengan demikian, doa dari banyak orang, teman-teman dekat, khususnya yang alim-alim harus kita kejar. Kan? Tapi kok saya tetap saja asa geli gimana gitu. Mungkin hal ini ada kaitannya dengan keintrovertan saya ya… Atau karena saya modest, xixixi… Tapi …
Di Gramed*a kemarin, saya menemukan banyak sekali buku-buku bernama orang. Sampai sakit saya melihatnya karena jumlah mereka ini sangat banyak. Terlebih legi biografi ini adalah orang-orang yang, yah, masih berkeliaran dan entah apa jasanya.
Seandainya frasa di atas dipakai di rumah makan, bukan di toko.
Selain lulus TA dan sidangnya, pasti banyak lagi yang harus diurus untuk persiapan wisuda. Sayangnya entah kenapa, informasi mengenai hal ini terpisah-pisah dan kalau belum dijalani ya belum tahu apa syarat administrasi sidang. Mungkin karena perihal wisuda berkaitan dengan lebih dari satu lembaga (internal kampus) jadi ya terpisah-pisah. Disini saya ingin memaparkan sedikit apa yang saya urus menjelang wisuda ini. Hal ini hanya membahas persyaratannya saja ya (dan akan dimutakhirkan jika ada info tambahan), bukan membahas isu-isu dan urban legend mengenai wisuda itu sendiri, seperti bisa nggak uang semester nol SKS nya balik sejuta (pada Wisuda Oktober 2012 hal ini sangat simpang siur), dll. Semoga info yang saya tulis ini masih valid ketika anda membacanya (jika ada yang salah, mohon dikoreksi). Pengumpulan Revisi Setelah sidang, event yang dialami oleh hampir semua mahasiswa adalah menyelesaikan revisi, maksimal selama dua minggu setelah tanggal sidang. Apa yang dikumpul saat revisi? Sayangnya info ttg. hal ini suka terlambat diberitahu. Hal-hal yang dikumpul adalah: Satu buah Buku Laporan, yang telah dijilid hardcover dan disahkan oleh dosen pembimbing. Untuk ITB warna kover …