Minggu kemaren saya ikut JLPT. Ini kali kedua saya ikut tes bahasa Jepang langsung di negaranya. Dibanding Indonesia terdapat beberapa perbedaan mencolok dalam melaksanakan ujian ini. Selain lebih mahal (Jepang: 5500 yen, Indonesia: 135.000 rupiah), alur ujian di dalam ruang kelas jauh lebih strict. Sangat berbeda dari ujian manapun yg pernah saya rasakan.
Pengawas dalam ujian ini satu kelas bisa ada 5-6 orang. Kelas yang saya datangi berisi sekitar 140 peserta ujian, pengawas ada lima orang. Satu pengawas menjadi pemimpin kelas. Tugas pemimpin ini adalah memberikan pengumuman-pengumuman dan mengatur jalannya ujian. Sisanya menjaga setiap baris meja-meja kelas, ada empat baris meja panjang.
1. Waktu
Ujian dimulai pukul 12.30 tetapi kelas dibuka dari 12.00. Soalnya setelah 12.30, peserta tidak boleh masuk lagi (dan juga gak boleh kelar). Dari jam 12 tadi, pengawas sudah mulai memberi pengumuman-pengumuman. Cocokkan nomor peserta dengan di meja. Dll. Saya masuk kelas pukul 12.10, soalnya dzuhuran dulu kan, dan peserta sudah pada rapi duduk di dalam kelas.
Penjelasan dan pengecekan kesiapan kelas ini sangat detail, namun mereka melakukan dengan sangat efisien. Hanya 15 menit. Berikut poin-poin yang dicek dan agak unik (berdasarkan pengalaman saya ikut ujian).
2. Telanjangi Pensil dan Penghapus, Hape ke Amplop
Salah satu pengumuman yang diberikan adalah keluarkan alat tulis dari kotak pensil. Yang boleh di atas meja cuma pensil, pensil mekanik, penghapus, dan jam tangan. Penghapus gak boleh punya baju. Bungkus pensil baru juga gak boleh. Kotak pensil haram. Peruncing juga kayaknya haram, kalau bentuknya mencurigakan.
Hape harus dimatikan. Manner mode (istilah jepang untuk silent) juga gak boleh. Lalu, hape harus dimasukkan ke amplop yg udah disediakan di meja masing-masing dan dimasukkan ke tas. Tas harus diletakkan di bawah kursi yang sedang diduduki.
3. Pengecekan Muka
Jam 12.30 ujian dimulai. Namun, belum boleh mengerjakan soal. Wong belum dibagi. Pengawas mengecek meja masing-masing, masih ada penghapus berbaju kah? Lalu di loker bawah meja masih ada sesuatu kah? Tas ditaruh di bawah kursi kah?
Lalu terakhir sebelum mereka membagikan lembar soal dan jawaban, mereka mengecek muka masing-masing. Cocok nggak dengan foto yang disubmit/diupload saat pendaftaran. Kalau cocok, baru diberikan lembar soal.
# Btw, yg ini saya agak penasaran. Bedain muka untuk di antara orang non-etnis kita kan susah. Pas saya nonton film Omar awal-awal, bingung, tokohnya orang Arab mukanya kayak sama semua. Orang filipin juga keliatan mirip-mirip. Gak ketuker ya pengawas saat ngecek muka ini?
4. Kartu Kuning/Merah
Satu hal yang agak unik dari ujian JLPT disini adalah keberadaan kartu kuning dan merah. Kayak main bola aja. Jadi sebelum soal boleh dibuka, mereka menjelaskan peraturan-peraturan. Kalau pengawas merasa curiga dengan peserta, atau peraturan yang tadi tidak diindahkan, bakal ada kartu kuning. Dua kali kartu kuning sama dengan kartu merah. Kalau dapat kartu merah, peserta harus keluar kelas saat itu juga dan berkas jawaban tidak akan dinilai.
Pada saat listening, jika peserta membuat suara (dari hape, alarm jam, dll) akan langsung dapat kartu merah.
Saat pemimpin pengawas menjelaskan tentang poin ini, pengawas yang lain langsung mengangkat kartu yang masing-masing mereka pegang. Suasana waktu itu merinding lah. Padahal keren, ngeliat pelajar-pelajar duduk di kelas terus di antara deretan meja ada pengawas berjas rapi mengangkat kartu merah. Pemandangan yg luar biasa. Pengen kufoto.
Cuma nggak berani. Ntar pelanggaran pula…
5. Staf Pengawas di Luar Kelas
Oh ya, yang aneh dan agak beda lagi adalah adanya staf pengawas di luar kelas. Tugasnya buka tutup pintu kelas. Memberi petunjuk bagi peserta di luar kelas (di mana ruang ujiannya, apakah masih boleh masuk, dll). Juga bertugas membawa papan bertuliskan:
Lagi ada ujian, jangan ribut.
Pengawas ini juga ada di setiap puteran tangga dan lantai hingga keluar gedung.
Oh ya, setelah ujian, sebelum peserta boleh keluar kelas, pengawas di dalam kelas mengecek kelengkapan lembar soal dan lembar jawaban. Apakah jumlahnya sesuai dengan peserta yang ada. Sekitar 10 menit setelah ujian barulah peserta boleh keluar ruangan.
Penutup
Begitulah pengalaman saya ikut JLPT. Saya sudah bawa kamera padahal waktu itu. Pengen ambil foto sebanyak-banyaknya. Entah kenapa, kok sampai di lokasi nggak berani. Hehe… Sayang sama 5500 yen kayaknya.
By the way, saya membayangkan seandainya ujian nasional atau ujian masuk universitas di Indonesia juga dibuat sistem yang rapi dan detail seperti ini. Lebih bagus nggak ya?