North Sumatera
Comments 5

Jalan-jalan ke Danau Toba: Bagian 2/2 – Pulau Samosir

Samosir District's Map

Pulau Samosir adalah pulau terbesar di tengah danau toba. Sama seperti danau toba, wilayah pulau ini tidak mungkin bisa dijamahi dalam waktu sebentar. Bandar di seberang pantai wisata Parapat adalah desa Tomok. Desa ini hanyalah satu dari desa-desa wisata yang ada pada pulau Samosir tentu saja.

Gambar di atas: Peta Samosir pada pelabuhan Tomok

Untuk dapat menyeberang ke Tomok dari pantai wisata Parapat, kita harus menggunakan kapal penumpang kecil berukuran 20-30 orang. Terdapat cukup banyak kapal hilir mudik menyediakan jasa penyeberangan atau sekedar berputar-putar di perairan Toba dekat parapat. Penyeberangan memakan waktu 30-45 menit. Ongkos penyeberangan berbeda-beda menurut tanggal. Pada waktu saya menyeberang, tanggal 1 Januari 2011, ongkosnya Rp20.000,- per orang  sekali jalan (kalau tidak salah ingat).

Ketika menyeberang, kita tidak langsung dibawa ke pelabuhan kecil di Tomok. Kapal akan berputar haluan sebentar untuk memanjakan penumpang dengan suasana danau. Selain itu, kapal akan mengunjungi sebuah tebing batu gantung. Ya, di tebing ini terdapat batu seukuruan satu meter berbentuk manusia. Batu ini bergantung di sisi bawah tebing yang menjorok ke danau. Konon katanya, batu ini jelmaan seorang gadis karena ia ingin bunuh diri. Foto batu gantung yang lebih jelas dapat anda lihat pada Blog Riyanthi ini.

A human size hanging stone that said have a human shape.

Tebing dan batu gantung di jalur penyeberangan ke Samosir

Pemandangan saat menyeberang

Ketika sampai di Samosir, di desa kecil Tomok lebih tepatnya, Anda akan mendapati kawasan pasar yang cukup luas. Pasar ini menjual berbagai cinderamata seperti kaos tulis, pakaian adat Sumut, gantungan kunci, patung khas, alat musik, dsb. Ya, pasar ini sangat luas dan sangat ramai ketika saya mengunjunginya pada tahun baru.

Pemandangan saat menyeberang dari Parapat ke Tomok

Setelah pasar, kita dapat mengunjungi beberapa tempat wisata non-alam seperti kawasan rumah adat batak, pertunjukan sigale-gale, museum, dan makam raja Sidabutar. Akan tetapi, yang perlu diingat saat mengunjungi Samosir adalah waktu. Daerah Tomok  sendiri cukup luas, belum seluruh Samosir. Jika Anda tidak berniat menginap selama jalan-jalan ke Danau Toba, rencanakan waktu Anda saat menyeberang ke Samosir. Saya sendiri hanya sempat berkeliling dua jam dan hanya dapat mengunjungi tempat yang saya sebutkan tadi.

Kebanyakan rumah di daerah Tomok sudah berbentuk khas Sumatera Utara. Akan tetapi, terdapat sebuah kawasan khusus rumah khas untuk dikunjungi wisatawan. Pada kawasan ini, jika beruntung, kita bisa disambut oleh tarian tor-tor dari penduduk setempat dan tarian sigale-gale. Sigale-gale adalah boneka yang dapat bergerak-bergerak dan menari sendiri, sejenis wayang orang gitu lah. Jika tidak beruntung, jangan khawatir. kita bisa memesan pertunjukan tarian-tarian tadi dengan biaya Rp200.000,- per pertunjukan kepada para penari. Jika mau yang murah, kita bisa juga mencari panggung tarian sigale-gali di lapak sebelah. Tempatnya sedikit jauh dari lokasi rumah adat ini dan cukup membayar beberapa ribu per orang. Hanya saja, karena bukan asli dan resmi alias KW, kita hanya akan disuguhi anak-anak penari yang masih cupu tanpa aksesori tari sedikitpun.

Kawasan Rumah Adat dan Kesenian Batak di Tomok,Rumah ini masih dihuni, perhatikan masih ada jemuran warga di belakang rumah
Gerbang kawasan dan tampak depan dari umah tradisional
Rumah tradisional sumut Tarian di “panggung rakyat”

Di sebelah kawasan rumah adat terdapat museum samosir. Di sini kita bisa mendapatkan panduan dari pemandu wisata tentang pulau samosir, kejadiannya, sejarah, mitologi, dll. Ditambah lagi, saat berkeliling kita bisa mencoba ulos karena wajib dipakai saat masuk ke museum. Akan tetapi sayangnya saya tidak sempat masuk kesana karena keterbatasan waktu. Setelah melihat museum dari depan, saya langsung ke makam raja Sidabotar tidak jauh dari pasar tadi. Makam ini merupakan peninggalan zaman purbakala. Bentuknya adalah makam batu dan umurnya mencapai 500 tahun.

Tanda di depan Museum Samosir Makam Batu Raja Sidabutar

Setelah lelah berkeliling dan menghabiskan uang untuk membeli cinderamata, sekitar pukul tiga sore kami pun memutuskan untuk kembali ke daratan Sumatera. Dengan menyisiri jalan yang kami lalui tadi lewat pasar, sampailah kami di pelabuhan tampat kami mendarat. Pelabuhannya memang sama tetapi suasananya sedikit berbeda. Jumlah manusia, sangat berbeda. Seluruh pinggiran pelabuhan sampai pinggir air dipenuhi wisatawan yang ingin menyeberang balik ke Parapat. Ramainya waktu itu bukan main sampai para pengunjung saling berdesakan.

Bayangkan Anda berada di Kapal Titanic yang akan tenggelam. Anda dan ribuan orang lain sedang menunggu kapal sekoci yang akan menyelamatkan Anda ke daratan. Tentu saja kapal sekoci sangat sedikit dan kapasitasnya tidak memadai. Semua orang berteriak dan jika Anda berada paling pinggir hanya butuh sedikit desakan untuk menceburkan Anda ke laut. Itulah kondisi kami waktu itu. Serius, tanpa hiperbola.

Suasana ramai, padat, dan ricuh saat ingin menyeberang balik ke Parapat

Beberapa ibu berteriak-teriak karena anaknya terjepit. Beberapa orang menyumpah serapah. Pagar yang tadinya berguna untuk membatasi wilayah geladak dan wilayah dalam justru jadi penghalang keramaian yang menjengkelkan. Semua orang berebut ingin masuk kapal paling pertama. Herannya tidak ada pihak berwenang yang bertindak mengatasi situasi (menurut pengamatan kami selama kami ada di kejadian tersebut). Setelah merangsek maju ke tepian tempat kapal bersandar selama hampir satu jam, kami sekeluarga pun berhasil masuk ke sebuah kapal dengan kapasitas berlebih.

Tidak hanya pelabuhan Tomok, sorenya wilayah pantai wisata Parapat pun menjadi ruang terkunci. Kemacetan tidak hanya terjadi di dalam jalanan kawasan wisata Parapat, tetapi sampai ke jalan luar, dan kota sebelah. Katanya panjang kemacetan mencapai 30 km. Kami bermasuksud ke luar dan pulang ke Tanjung Balai pukul 17.00. Kami tidak berencana menginap karena memang hampir semua penginapan sudah penuh. Kami bisa keluar dari lokasi tempat parkir kami sekitar pukul 11.30 malam. Beberapa penduduk mengatakan kemacetan hari sebelumnya saat malam pergantian tahun baru baru reda pukul 2-3 pagi.

Selama macet saya dan adik sempat berkeliling melihat-lihat antrian mobil. Di dekat ujung luar kawasan pantai terdapat pemandangan menarik. Lingkaran diskusi antara polisi dan wisatawan yang kecewa karena macet. Kami tidak begitu paham tentang yang dikatakan si polisi. Singkatnya: sudah ada tim yang bertugas di persimpangan luar tempat wisata sana untuk mengalihkan jalan menuju kota lain. Juga beberapa tim sudah bergerak. Tugas dia memang cuma menjaga disana. Dia tidak bisa mengikuti permintaan para pengunjung untuk “berbuat sesuatu” karena dia belum mendapat laporan apa-apa. Intinya: Mereka tidak bisa berbuat apa-apa.

Macet Total Merupakan Suasana Malam Hari pada saat Tahun Baru

Begitulah petualangan kami saat berkunjung ke Danau Toba di Pantai Parapat dan Pelabuhan Tomok. Terima kasih sudah membaca.

1 Komentar

  1. Ping-balik: Kemana Enaknya Tahun Baru Kali Ini? | Blog Kemaren Siang

  2. Ping-balik: Tips Wisata ke Samosir | makanenak.info

  3. Ping-balik: Bagaimana Saya Sekarang Mengisi Blog Ini | Blog Kemaren Siang

  4. Ping-balik: Weekly Photo Challenge : Blue ~ Compilation | Blog Kemaren Siang

  5. Ping-balik: Weekly Photo Challenge: Blue | Blog Kemaren Siang

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.