Pos-pos Terbaru

Satu Buah Mangga dan Bungkusnya

Jadi saya membeli satu buah mangga. Di Jepang, harga mangga tidak wajar. Satu biji bisa mencapai 3000 yen (setara Rp300.000,-). Yang saya nemu ini nggak begitu ‘mahal’, cuma 800 yen saja. Sekali-kali beli lah ya, satu, udah lama nggak makan mangga soalnya.

Yang juga agak beda dari Indonesia adalah gaya membungkus si buah. Berikut laporannya.

Ngomong-ngomong, kalau Anda belum dengar, katanya orang Jepang saat bungkus membungkus agak overkill. Saya agak kurang bisa membuktikan dan merasakan hal ini sih, agak lebay emang tapi nggak segitunya juga. Misalnya kalau beli gantungan kunci, satu-satu dibungkusi kertas terus dimasuki plastik kecil sendiri-sendiri lalu baru dimasukkan ke kresek bersama.

Setidaknya sampai saya membeli satu buah mangga ini.

Di kiri atas adalah gambar satu buah mangga yang saya beli di dalam keresek. Kanan atas adalah isi dari kesek tersebut, bungkusan kertas dari mangga yang mungkin saya beli.

Singkat cerita, berikut gambar setelah mangga menyeruak total dari sarangnya.

Kuchiyoshe no Jutsu: Six Layer Rashomon!

Kuchiyoshe no Jutsu: Six Layers Rashomon!

Bungkus dari paling luar ke dalam:

  1. Kantong keresek plastik untuk membawa
  2. Kantong kertas
  3. Singgasana
  4. Kertas tisu lembut supaya empuk
  5. Pembungkus berjarik yang biasa membungkus buah, supaya lebih empuk
  6. Plastik selimut tipis supaya hangat

Si mangga pasti sangat nyaman tinggal di dalamnya.

Semua Poster Iklan Jepang Punya Kotak Pencarian (Search Box)

Jika Anda jalan-jalan di Jepang, pastinya dengan kereta (atau bus), silakan mengamati poster iklan yang tertempel disana. Semua poster, atau setidaknya hampir semua, ada kotak search-nya. Ciyus ini…

Saya tidak pernah melihat hal ini di iklan cetak Indonesia. Mungkin sayanya yg jarang naik moda transportasi publik di tanah air sih (emg ada transportasi publik disana? angkot?). Yang saya ingat, beberapa tahun terakhir elemen desain yang mulai bermunculan di iklan tanah air adalah logo facebook, diikuti logo twitter, dan disampingnya ada nama username FB/TW dari laman profil perusahaan tersebut. Sama url web dan nomor telpon customer service lah, biar lengkap.

Namun, elemen design tadi agak jarang diterumakan di Jepang dan yang wajib bagi iklan cetak disini justru kotak search. Kenapa ya?

Menurut saya sih biar gampang mencari info lebih lanjut / website tentang iklan tersebut. Dengan tersedianya kata kunci pencarian unik, calon pelanggan lebih mudah menemukan kembali informasi iklan tersebut di Internet. Apalagi kalau kata kunci didukung SEO terbaik yg membuat web produk pertamax di hasil pencarian. Daripada harus memaksa calon pelanggan mengingat url website, atau telpon, atau nama akun facebook/twitter kan? Akun facebook dan twitternya bisa beda ejaan pula… Apalagi PIN BB, ada ya yg mau nginget gituan?

Toh orang sekarang cari apa-apa pada pakai google semua (or are they?).


Googling sedikit, ada beberapa artikel berbahasa Inggris “menjelaskan” tentang fenomena ini. Berikut beberapa rangkumannya [Japan Times, Calvin-c, Natashabarr]:

  • Jepang tulisannya pakai kanji. Duh. Jadi, orang Jepang sulit mengingat huruf romaji (alphabet) terkhusus untuk url (ga ada url pake kanji). Mana harus mengingat spelling yang benar pula supaya nggak typo (Puronoonseshshiyon Engrish di Jepang susah).
  • Ini jamannya internet dan di Jepang internet artinya super spidi dan mobile.
  • Sulitnya mengingat url dan domain url tersebut. Beda dengan Amerika dimana domain website hampir dipastikan .com semua, di Jepang (dan juga Indonesia harusnya) ada beberapa domain populer: .com, .co.jp, dan .jp
  • Adoption rate untuk jejaring sosial dan mesin pencari sangat tinggi.
  • Penduduk Jepang lebih banyak orang tua dibanding anak muda. Nggak bisa dikasih yang susah-susah diingat.

Beberapa alternative untuk masalah “cara mudah menghubungkan calon pelanggan dan produk di iklan cetak” ini adalah QR Code dan mungkin difoto (atau Augmented Reality). Namun kok saya agak nggak skeptis dengan solusi ini. Saya agak jarang make QR Code, dan moto-moto di tempat publik kayak kereta tadi itu… Awkward…

Foto-foto di atas aja difoto dengan hati-hati… Beberapa hal yg awkward dilakukan di kereta sini: makan, foto-foto, nelpon. Yang terakhir jauh lebih makruh hukumnya dibanding yang sebelumnya.

Oh ya, jika masih belum puas (dan ga percaya) dengan lima foto yg saya ambil di atas, silakan:

Search Box in Japanese Ad

Bungkus iPhone Itu Bahannya Apa Yak?

Saya termasuk orang yang eman membuang sampah kardus khususnya untuk barang elektronik. Waktu di Bandung, bungkus mouse, headset, hape, charger universal, bahkan sampai kardus dispenser pun tersimpan dengan rapi di suatu tempat. Mau dibuang kok rasanya nggak tega. Seolah nanti masih bisa dipakai lagi, untuk apaaa gitu.

Sayangnya di Jepang nggak bisa begitu. Soalnya, “apato” (kosan) disini sempit-sempit. Anda bisa googling sendiri bagaimana konsep rumah jepang yang mungil tapi sangat efisien.

Orang Jepang juga punya kebiasaan berbeda dengan orang Indonesia tentang barang-barang. Barang kuno sedikit, rusak sedikit, ya lembiru saja: lempar beli baru. No hard feeling. Beda banget dengan kita kan? Kardusnya aja sayang. Makanya gomi-senta (pusat sampah) di kampus sini bisa dibilang adalah toserba bagi orang asing, khususnya saat bulan-bulan kelulusan bagi mahasiswa Jepang (sekitar Maret-April). Dari sepatu, lemari, sampai laptop atau kulkas bisa diperoleh. Yup, orang jepang juga males bawain barang-barangnya saat kuliah balik ke rumah/ ke tempat kerja. Nggak kayak kita yang barangnya digotong atau bahkan dibagi-bagi di FJB ITB (saya). Dan budaya Jepang tadi dimanfaatkan oleh mahasiswa asing untuk menambah aksesori kosan.

Setidaknya begitulah sampai tahun kemaren yg mengubah segalanya. Orang asing mengambil sampah besar (mesin cuci kali ya, ndak tahu) yang sudah ditandai akan diambil petugas. Tanda itu bermakna kalau si pemilik sampah besar membayar untuk membuang sampah tersebut. Universitas ngamuk deh… Not to mention, beberapa oknum tidak merapikan lagi kotak sampah tersebut setelah membongkar-bongkarnya. Hm.. hm…

Sekarang crime untuk mengambil dan membuang sampah disana, bagi non-penghuni asrama. Hiks, jadinya saya belum pernah merasakaan belanja gratis di toserba gomi-senta deh.

Akhirnya nulis lagi…. Hore!! Udah lama pengen lanjut tapi mandeg karena cerpen yg satu lagi, suplemen dari artikel terpos sebelum ini: Kilas, nggak selesai-selesai. Nulis cerpen susah buanget loh walau di kepala sudah jelas terbayang. Move-on, disela artikel lain nggak apa deh. Toh, sudah jauh lewat jadwal. Even pelatar cerita sudah berlalu. Cari tanggal lain.

Ehm. Kembali ke topik artikel.

Jadi, karena apato saya sempit (nggak sebegitunya juga sih, mahalan apato yg ini ^^), saya sedikit merapikan almari kloset. Ada teman yg mau titip barang soalnya; nggak kira-kira, 4 tas. Beberes, saya nemu deh banyak kardus elektronik begituan, nggak sebanyak di Bandung tentunya.

Di Jepang, sampah harus dipilah-pilah sebelum dibuang. Jadi kalau bungkus earphone kan ada bagian yang plastik ada yang kertas. Nah itu dipisah dan dibuang ke kotak sampah yang berbeda. Wajib. Saya nemu 2 atau 3 kardus semacam ini.

Menyerong dari topik lagi, saya juga nemu sampah kuitansi belanja. Saya dulu punya kebiasaan nyimpenin ginian, pembukuan keuangan pribadi. Bahkan sampai instal Wally di iPhone, buat nyatetin tadi belanja apa. Akhir bulan ketahuan deh berapa total pengeluaran. Sayang, setelah 6 bulan kok makin males.

Benda lain yang saya nemu bersamaan dengan sampah kuitansi belanja tadi adalah bungkus iPhone. Bagi yang nggak tahu kayak apa, bisa dilihat pada gambar di atas dan di bawah.

Yang bingung adalah benda ini sampah apa ya? Kok keras-keras kayak kayu atau plastik gitu.

Sedikit googling bisa ketemu sih, katanya bahannya berupa fiberboard 121g, polysterene 25 g, dan plastik lain-lain 2 gram. Cuma tetep aja nggak ngerti jadi itu sampah apa? Buang ke gomi jenis apa enaknya…

By the way, ini bungkus super durable bro… Ditimpuk pake ini sakit seriusan. Kalau kena ujungnya bisa luka kayaknya. Bahkan, kotak ini bisa tahan dengan berat manusia di bidang vertikalnya. Hm…

Enaknya dibuang kemana ya? Moeru (terbakar) atau moenai (tak terbakar)? Plastik atau sampah kertas? Atau malah PET, ada polysterene nya lho! Atau disimpan, dijadikan ganjel pintu / celengan aja?

By the way 2.0, ini nemu di situs sebelah.

5 juta bungkus iPhone = 11.000 pohon

Kilas

Ne-na-naa ne-naa. Sambil mengayuh sepeda kudengar alunan seruling menggema di langit. Seolah-olah dunia nyata ini kini punya soundtrack pengiring. Alunan itu memanggil anak-anak kembali ke rumah, selalu diputar pada jam yang sama. Tanda akhir hari. Ia mendayu-dayu. Membuatku terkilas dengan kisah kita sejak mendarat di negeri ini.

Ting-tung ting-tung, tung-teng ting-tung. Diikuti panggilan bersahutan memberitahu pesawat datang dan pergi. Aku sudah terbiasa dengan bahasa itu tetapi belum mengerti penuh apa yang mbak itu bilang. Letih, aku cuek. Hanya mengikuti kemana antrian berjalan. Hingga sampai giliranku, aku difoto, diberi kartu, dan keluar tanpa ada kejadian berarti. Resmi sampai. Syukurlah.

Wruhh… Suara gemuruh hujan menyambutku. Kabarnya topan sedang hobi berlibur kesini. Di bulan pertamaku saja, dua tiga kali dia blusukan. Tiupannya dahsyat. Mengombang-ambingkan pepohonan. Berdansa dengan tiang listrik. Menggoda kereta yang membawaku.

Wusshh… Kereta melaju cepat meninggalkan pulau buatan. Tampak jalanan dan perumahan yang dilintasi jalur rel, elok dan bersih, rapi tertata. Indah dipandang. Antrian keluar masuk kereta pun tampak seperti barisan anak SD sebelum kelas dimulai. Oh, inikah masyarakat yang terkenal dengan disiplinnya itu. Hanya saja, aku langsung merasakan apatisnya modernitas ketika aku terseok-seok menggeret koper dari gerbong belakang ke depan. Semua bergeming. Dan aku lelah. Pergi sendiri memang tidak enak. Setelah kuingat-ingat lagi hanya saat inilah aku pergi berkereta sendirian. Dan kukira hanya akan saat ini. Sayang aku salah…

Jeng jrengg jeng jeng… Belum sampai seminggu aku sudah diajak menari di jalan di bawah rintik hujan. Bong bon bong… Seminggu kemudian meraga baju adat di tengah jalan raya diiringi tabuhan genderang. Duta budaya sepertinya hal yang wajib bagi alien seperti kami. Hampir setiap kesempatan festival ada saja undangan. Ddurururu dung dung dudung. Tapi justru itulah yang seru dari bertualang. Bertemu keluarga baru, teman baru. Dunia baru yang siap dieksplorasi.

Drek kredek… Kereta di sini begitu tenang. Bukan hanya karena gerakannya yang stabil dan bantalan rel yang kuat, tetapi juga karena orangnya. Sunyi. Dredek… Bahkan di jendela ada tempelan gambar handphone disilang merah. Dilarang menelepon. Drek kredek… Sesekali pengumuman dengan suara melengking berbunyi. Semua orang tetap berdiam menatap gadgetnya. Termasuk kau juga senyum-senyum sendiri memijit ponselmu, entah apa yang kau baca.

Kelenting… Setiap makan-makan pasti diawali oleh adu gelas. Cheers! Entah acara resmi atau senang-senang. Homestay, meeting, atau party. Tak terkecuali di lab. Mereka heran dengan kita yang tidak minum. Mungkin sama seperti herannya kita dengan mereka yang tidak suka pedas. Tidak menikmati hidup.

Hou?? Hahaha… Sambil makan mereka mengobrol. Kadang tidak jelas juntrungannya. Makin mabuk makin bacar. Katanya -atau dalihnya- banyak keputusan penting dimulai dari sini. Di kesempatan ini kita bisa mendekati orang penting, misal direktur, karena saat inilah kita bisa semeja. Kita hanya bingung saja memandangi tak jelas obrolan mereka ngalur ngidul.

Tu deettt… Setiap akan berjalan dan berhenti, bus selalu menyuarakan dering tersebut, diiringi pemberitahuan informasi juga dengan suara melengking. Entah peri mana yang membuatku kebetulan bertemu denganmu lagi di bus ini. Sayang tujuan kita sedikit berbeda, kau obat aku beras. Buzaa… Buzzer berbunyi tanda penumpang akan turun di halte berikutnya. Aku turun duluan melambaikan tangan.

Ti nung tinu ni nung. Bunyi itu menyambut setiap kali kita masuk keluar ke warung. Di manapun, merk apapun warungnya. Entah siapa penggubah dan berapa royalti yang ia dapat dari membuat denting itu ya. Kau keluar dari warung ketika aku tiba, dan pamit pulang. Hahh… Desahku. Deru bus pun tepat sekali terdengar lewat di depan warung. Lima menit kemudian, ti nung tinu ni nung, dengan muka capek separuh tertawa, kau melambai tangan kembali. Terlalu cepatkah si bus rupanya.

Phyuuu… Duar… Duar… Duar… Indah nian kembang api, berduyun-duyun mengudara, bersinar sinar laiknya supernova di gelapnya langit malam nan dingin. Jauh sekali berbeda dengan kualitas dan kuantitas di negaraku. Bahkan ada juga kembang api raksasa yang dihidupkan sambil dipeluk. Unik menggemaskan. Pandangan mata dan kamera kita terpaku ke peristiwa unik ini.

Cekrikk… Shutter kamera menutup lebih cepat dari kerlip mata. Membuat pengalaman baru, mengunjungi tempat baru memang sangat mengasyikkan. Apalagi jika seluruh penjuru negara merupakan kawasan asing bagi kita.

De drek kredek… Jauh ke selatan, berkelana. Memandang turunnya es dari langit. Memandang hamparan hutan beton dari puncak bianglala. Memandang kolong fondasi kayu kuil-kuil. Memandang gundulnya hutan musim dingin. Melewati sungai-sungai, hutan bambu, lubang tanah, dan lautan manusia. Gurun, laut, badai salju. Sungguh petualangan menakjubkan.

Koak.. koak.. Gagak bermunculan di musim dingin. Manusia berdatangan hanya untuk menuruni lereng es. Aku yang belum pernah main pun ingin mencoba. Penasaran bagaimana rasanya berski ria. Wuss… Bahagianya aku, kau, kita serombongan, sebagian dengan papan, sebagian dengan perosotan. Meluncur sekali dua kali, atau sehari rasanya tidak cukup. Meskipun pegal, sepertinya salju ada zat adiktifnya. Ronde kedua seminggu setelahnya pun dilaksanakan. Aku persiapkan masakan spesial untuk saat ini, sayang kau tak disini.

Harus belajar keras di sini, mengingat disiplin adalah budaya rakyat. Mana ini itu nggak mengerti. Sret… Sret… Buka bahan presentasi dan buku juga sulit. Kendala huruf ada. Kendala rumus tingkat tinggi banyak. Memilih kelas pun galau setengah mati. Sret… Sret… Untung sesekali ada kau untuk membagi beban. Berusaha bersama memecah sunyinya lab. Mengingat cacing-cacing yang sudah lama sekali tidak pernah disentuh lagi semenjak entah kapan.

Klik-klik-klik… Namun, baru disinilah aku merasakannya. Mungkin kecepatan internet-lah hambatannya dahulu. Yang lain ialah teman bermain. Game Online memang tidak bisa dimainkan sendirian. Kebersamaan tanpa kenal umur memang asyik.

Ring… Ring… Bersepeda juga seru tiada duanya. Transportasi utama jarak dekat-menengah bagi banyak orang di sini. Lebih asyik lagi jika ada temannya, ramai-ramai konvoi sepeda, melihat laut, melihat mentari terbenam.

Prok.. prok.. prok.. prok… Tepuk tangan meriah kaupandu saat tongkat diestafetkan. Aku pernah menyebut bahwa disini kita seperti keluarga. Tidak hanya pada saat jalan-jalan, hari-hari biasa pun terasa hangat.

Hahahaha… Tawa canda ketika acara makan-makan. Klululung… Klung… Latihan musik untuk acara budaya kampus. Pok… Tepok… Olahraga bersama. Ting tung…  Atau sekedar ngobrol atau main tanpa tujuan. Kebersamaan hampir selalu hadir setiap pekan di ujung dunia ini. Semoga masih tetap bisa kita jaga. Kebersamaan ini, kuharap.

Tuutttt…. Suara mini gadget meraung tiba-tiba, mengganggu, memberi tanda bahwa minuman pesanan sudah siap. Aku ambil fruit mix-ku dan kau manggo juice-mu. Enak juga, walau buah di sini mahal dan pasti ini bukan yang segar. Mengingat kafe ini baru pula. Yang aku kaget, tumben kau yang usul pertama menghabiskan waktu mencobanya.

Teeet… Benda itu bereaksi ketika kartu ini ditempelkan. Sistem absensi baru ini asyik juga. Aku memindai seluruh kursi dan menemukan kau sudah disana. Seperti biasa, aku pun menghampiri dan duduk di sebelahmu, sampai-sampai kau bosan sepertinya. Sayang, aku tidak. Hhoam… Dengan kombinasi aura hitam, celoteh statistik, dan bahasa alien, siapa yang tidak terbuai. Tidak jauh beda dengan nina bobok. Kamu ga ngantuk? Tak mungkin tidak. Makanya aku memainkan pulpen, browsing internet, memandangi kelas, dll. Minggu depan? Mengandalkan kamus, jeli penerjemah, dan dirimu. Berusaha melawan kantuk dan mengerti celoteh itu. Absen? Ada cek up?  Semua hal dan obrolan untuk menjaga mata terbelalak.

…….. Aku terdiam. Tak ada suara. Tak ada pikiran. Tak terlintas apapun. Tak mampu berpikir alih-alih berkata. Dingin. Kosong. Opname? Aku terkejut dengan berita tiba-tiba itu. Kenapa bisa rawat inap dari check up sendirian? Kenapa tidak ada yg mengantar. Tidak ada yg tahu. Tapi kan aku tahu kau akan check up. Kenapa aku tidak inisiatif? Karena dengan diam pun, aku sudah tahu jawabanmu. Tidak kusangka begini jadinya. Namun, itu rupanya hanya prolog dari perpisahan. Harus pergi? Tidak cukup satu bulan, tapi satu tahun? Kenapa harus selama itu. Kenapa bisa? Tidak ada yang tahu. Semua diam. Terdiam. Menundukkan kepala, melemaskan tangan, diam.

Wusshh… Drek kredek… Bunyi kereta melaju kencang. Aku duduk di samping jendela, sendiri memandangi kota tertata rapi di luar sana. Sungai mengalir biru jernih sampai ke dasarnya. Pinggirnya bertaburan pasir bersih tanpa jejak sampah sedikit pun. Hamparan padang sawah yang sama dan konstruksi jalan di sana-sini selalu menghiasi pemandangan jendela itu. Mengingat ini, jadi heran kenapa kau selalu memilih untuk duduk di sisi ini. Aku yang selalu di lorong ini kini menatap jauh ke bukit bertaburan dedaunan yang mulai menghijau itu. Mencari jawaban.

…….. Malam senyap. Aku hening. Kau pun begitu. Perlahan kudorong kursi. Tenang. Tiada suatu kata terucap. Kau pun terduduk beku. Di lorong itu, suara-suara mereka ramai. Di balai sana, panggilan dan kode bersahutan. Di jalan raya seberang, mobil berdesing berlalu lalang. Di angkasa, deru burung raksasa beradu dengan angin jelas. Namun, layak lubang hitam semua senyap ditelan malam itu.  Satu persatu dari mereka berlutut dan menggumam sesuatu di hadapanmu. Aku hanya memandang kosong. Mereka melambai. Aku memaksa senyum.

Tutt… Tutt… Tutt… Tutt… Tutt… Tutt… Sirine kapal laut menggaung di hamparan kegelapan teluk berkarang. Hanya kerlip suar yang menunjukkan jalan dalam keheningan. Seperti biasa aku berangkat menuju kuliah jam pertama. Hanya saja kali ini aku berangkat 10 menit mundur dari biasa. Mungkin ini kali pertama aku menyengaja terlambat. Kini aku berjalan sendiri. Perlahan. Menikmati sepoi angin pagi dan musik dari earphone yg selalu menyumpal telinga. Setiap langkah diiringi bayang jutaan mercusuar menempel di ujung angkasa. Tersembunyi oleh terik panas suar bernama mentari.

Tutt… Tutt… Tutt… To the moon. Through the stars. Saat suara merdu Laura Shigihara mendayu tinggi, aku menghela nafas. Sambil mengira-ngira sekaranglah waktunya ia melintas. There we’ll find a place to be.  Langkahku terhenti. Tangan mengepal. Kepala menengadah. Berharap dapat memandangmu sekali lagi. Close your eyes. Setitik putih berlari kencang di angkasa. Ia tampak gagah, meninggalkan tilas garis awan putih memesona. All these wonders. Sekali-sekali, kilasan sinar mentari terpantul oleh logam di sekujur tubuhnya. Mataku mengikuti terus burung besi itu seolah satu kedip mata akan membuatnya lenyap secara ajaib.  In the dark we saw them shine. Ya, meskipun kutahu kau utara dan ia selatan, pandanganku tetap bergeming. Seolah cahaya ada disana. You and me. Hingga titik itu menghilang di cakrawala.

Tutt… Tutt… Tutt… Aku pun melanjutkan langkahku. Menggapai mimpi yang masih terbentang. Tutt… Tutt… Tutt… Melanjutkan hari hari.


Just a memoir and a short story (Cerpen) by Albadr Nasution.

Orang Jepang: Alpukat Itu Sayur

Banyak orang (di seluruh dunia) bertanya-tanya tentang tomat, “apakah itu sayur atau buah?”. Well, secara teknis dia buah tapi digunakan umumnya sebagai sayur. Banyak hal juga masuk dalam kategori ambigu ini. I’m looking at you Timun, Terong, Kacang Panjang… Namun, tidak pernah kusangka kalau hal ini juga menyangkut Alpukat.

Saya bercerita ke ibu-ibu Jepang tentang buah dan minuman di Indonesia. Mereka tanya ada alpukat juga nggak? Lalu, saya cerita deh tentu ada dong dan ditambah cerita buah aneh lain kayak rambutan, nangka. Juga tentang jus alpukat yang super lezat dan terkenal di Indonesia. Dicampur susu cokelat, wuih…. Sedap!

“Dijus terus campur coklat?” Beliau kaget. “Kayak buah ya…” katanya.

Lah ya memang buah toh? Masih ada keraguan pada si Pokat tah…

Ternyata menurut beliau, rata-rata orang Jepang menganggap Alpukat itu sayur. Soalnya rasanya gak manis-manis amat. Terus disini makannya seperti makan salad. Atau ditaruh di-sushi. Atau di-cocol ke shōyu (kecap asin). Dijus? Wow, ciyus?

Hmm….

NB: Alpukat di Jepang mahal. Satu biji kecil harganya 100-200 yen. Nggak semahal mangga sih yang bisa sampe 800 yen atau bahkan 3000 yen per buah. *1 yen = 120 rupiah

Sijo Kowi

Meanwhile in alternate universe…


Gucul: “Hey, Mek… I don’t know you also got into Kowi.”

Lemek: “No bro. I am just wondering why everyone watch it nowadays. So, I pick up random volumes from the store.”

Gucul: “Hoho… Newbie, huh. Welcome to world of man, man.”

Lemek: “World of man your knee… I am still uncertain why many people love this animation. It lacks action.”

Ute: “A kiddy will never understand a political thriller. “

Gucul: “Ute… You surprised me man… Don’t show up suddenly like that.”

Ute: “Sorry guys, a little late. As usual, traffic. And I saw you guys discussing this masterpiece. So I cannot interrupt you.”

Lemek: “Masterpiece huh? I don’t see why you have that believe.”

Ute: “That’s because you only watch the likes of hyperman, incredibleman, and coolwoman! That’s kid show. You don’t need a brain to watch that kind of show.”

Gucul: “I am with you for those shows, Ute. But, I think kiddy will not have a problem watching this. I mean, if they watch it from episode one I am sure everybody will love it.”

“You know, a guy who aims to be world leader. World domination! Who does not have that dream as a child! That’s why many likes super power film. Everyone know it is easier to become ruler of the world with it.”

“Not to mention the main character is a village boy. A naive, pure-hearted boy… He maybe not one of the intelligent boys you can find. People make a fool of him. But he has the charm…”

Lemek: “Nah… I don’t know what is the charm from this guy here in the cover.”

Ute: “Well, I cannot agree more with that Mek. But Gucul’s point is, even a guy like this can do if he tried. With that sort of premise, audience become curious with this story.”

“Because, you know, a fictional story set your expectation and have to deliver their promise finally in the end. That means making this guy here a world leader. Really? Unexpected right? Curious premise. Therefore, audiences want to watch his struggle. His determination. How he do it. From zero.”

Gucul: “I don’t like your wording Te. ‘Even a guy like this can do if he tried‘ and ‘This unexpected guy here‘. I think he has the aura from the get go. He will not become one of the MCs if he doesn’t have the skill.”

Ute: “I guess you don’t know what the meaning of ‘characterization’ huh?”

“It will be more interesting if the main character has the opposite of the kind of goal he set in mind and later developed it. Or it will be more interesting if he never developed it at all and still reach the goal. And that’s why I think it is as good as masterpiece.”

“It is clearly shown in the Soul Arc what kind of character this Kowi is. Just look at his mainstream face!”

Gucul: “That’s face of the people!”

Ute: “I guess watching only super hero story dull your mind. Thank god I never watch kiddy drama.”

Gucul: “Hey, I am not Lemek. I also watch detectives, brain stuff.”

Lemek: “You guys, take me for a fool huh? I spent money to bought these volumes you know. I am seriously trying to understand what’s good with this story now.”

“And can you just shut up when I am watching. I hate people who watch a movie without full attention. And of course I hate people distracting my full attention while watching a movie.”


Gucul: “By the way, this is Natelekt Arc, isn’t it?”

Ute: “Guess so… I forgot it already. Watch it long time ago…”

Gucul: “Wait a minute, long time ago? Isn’t the newest volume is just right after this natelect finished? The long-awaited Presd Arc…

Ute: “Of course for the volume sale on store and aired on TV. I watch it on overseas site.”

Gucul: “Cih, you and your trickery…”

Ute: “I hold my title as ‘Otaku’ proudly you know. Oh, hey look… My waivu…

Gucul: “Oh, Matana… Sure she is beautiful.”

Ute: “Yeah, a shame she is on TUC side. I was rooting for WWF after all. I still rooting for them now.”

Lemek: “Wait, what? Aren’t Kowi is in TUC? Why are you rooting for the MC’s opponents?”

Ute: “Well… Story wise, I thought rooting for the opponent will prolong the Caps Arc. It just… too short. I wanted to see more of the capital after all.”

“Another thing, the Federation’s guy, Praise, is a lot cooler. Military man. Handsome. Fluent. Capable. Charismatic. Just the opposite of Kowi. If TUC and Sijo Kowi lose in this natelect, he would get more character development for sure.”

“Or so I thought. Won’t spoil you but the Presd Arc will be a very long one. Many development will happen in this arc.”

Lemek: “I see. As expected from ‘otaku’.”

Gucul: “Oh… and I hoped just a little bit more, one step again for becoming the fuhrer and dominate the world.”

Ute: “One more thing. I thought ‘The Ultimate Coalition’ sounds lamer. As expected from the main character.”

Lemek: “That’s true. It is lame. “

Gucul: “But weren’t you moved to seeing him struggle? White White Federation is composed of major power house of the time. Kowi with his naivete, supported only by his lone party. With your theory of “the story’s premise and delivery of the story’s promise” and “character development”, I think you must have on the side of MC. I did. And see the results, he…”

Lemek: “Stop it. I hate spoilers…” Covering his ears.

Gucul: “… by a slight margin.”

Ute: “Yeah, it is a though call. But in general, I always try to take the opposite of the main character. You heard my theory, right? Story will deliver their premise and promise. Why bother rooting for them, if he guaranteed to win.”

“Story wise, look at that lone party of him. The people behind the Shady organization. World’s notorious generals; Mr. Wire, Mr. Tres, Mr. Bien and all the line up. And are you satisfied of him being only shade of the cloud? I prefer him to try again next year by himself.”

Gucul: “No no no. I don’t think he will be just a shade. He has the power of people, and us, audience. And did you forget that Praise was also a bad general? Murderer…”

Ute: “Abduction technically. And it is just a rumor! And statistically, 7 lost people is better than a village. And I don’t need to show you (around) volume 68 again to make a point right? The MC’s master, Mrs. Claudia, the cloud user, acknowledge Praise herself as vice president in previous national election.”

Gucul: “Yeah-yeah… But you also forgot many subtle hint that he really did it. The victims family, the HRW report, and the rumor. Besides, Wire and friends’ is also just a rumor, right? They are clean.”

Ute: “I think there is no clean military general in real world unless the just a freeloading in the army. And ah, you haven’t watch the side story of latest volume aren’t you? The confession. Flashback to General Wire past when the genocide happened…”

Lemek: “Again, please. Stop it you guys… I really hate being spoiled!”

Gucul: “I am just saying that I am rooting for the MC, not the people behind him. And by your ‘theory of character development’, this kind of setting will make Kowi better and more interesting.”

Ute: “Well, that’s true. But, I thought that this discussion is about which side of party to root for in the Natelekt Arc. Not which side to pick IN the story.”

Lemek: “Guysss…. I saidd…”  “Ah, Matana Jawa. She appeared again…”

Ute, Gucul: “What? Where?”


Gucul: “Sstt… Ute… You h-have watched until latest episode, haven’t you? Do you think they will start the United Earth arc soon?”

Ute: “I don’t think soo… As I said, current arc will be very long one. It has many sub-arcs. It will compensate the Caps arc at least.”

Gucul: “Hmm… After this Presd Arc, I am wondering whether they will do a kind of regional or continent battle. Is it any kind of hint as far as the latest episode? Any info? Will our guy finally attack other country”

Ute: “I don’t know. There are many speculation on the net. And world’s structure in the story’s universe is not described in full yet. But Kowi is president of a country now. They must tell us state of the world sooner or later. At least after “

Lemek: “I think there will be at least continent arc. They debated whether Southern Azlan authority can do free trade within the country in the previous episode of this one.”

Ute: “Oh really? I guessed I missed that hint.”

Gucul: “And you call yourself a ‘otaku’ huh? Lemek is better than you.”

Ute: “It’s because he just watched it! I am at disadvantaged here.”

Lemek: “Ssh…”

  … a while later …

Gucul: “Hey… H-hey, Te… Te… “, with slow whispering voice.

“You s-said before that some big bad general finally confess… D-did something happen to another key person? And h-how about Mrs. Claudia? Can Sijo finally be cleared f-from  the clouds?”

Ute: “Haha… You must watch the New Police Force-Arc.” Bright smile blossom in his face.

 “It will surprise everyone what kind of high level of politic he pulled out. It also involves corru…”

Lemek: “Guyss… I can heard you…”

… a little while later …

Gucul: “Te… “, with a very faint voice.

“I t-think the best one is still the Soul Arc…

Ute: “Y-yeah… I guess every faction within the story and within fans will agree on that one.”

Gucul: “I know, right? Especially when he pulled that… W-what? His special move…”

Ute: “What? Did you mean ‘decompose‘? The action to spread and blend to people without notice?”

Gucul: “Yeah, that one. Very clever and just like him, right? A village boy. But everyone respect him because of it and who thought that he can make that automobile breakth-“

Lemek: “GUYSS!”

His hand fly to Gucul’s mouth. Gucul is startled with Lemek’s sudden attack. Ute is protecting his face with his hand because of survival instinct.

Lemek: “You do realize that I haven’t watch that part too, right? Don’t spoil me.”

Ute: “But, this episode is in the middle, right? How come you haven’t watched the arc before this?”

Gucul: “No, he just bought it.”

Lemek: “Yeah, I just bought it. Randomly. So, shut your mouthes and watch with me with smile or just start making the report for our project!”

Gucul: “Wait… You are still watching. You intend to make us work by ourselves?”

Ute: “Yeah, it’s not fair.”

Lemek: “It is also not fair for not telling me about this story beforehand. You made me out of the loop.”

Ute, Gucul: “…”

Lemek: “Just start the work. Tell me if you have some problems. I am busy now.”

Ute: “Okay…” 

Gucul: “You’re the boss…”

With bright smile they left the sofa.

Ute: “What a spoiled kiddy…”

Ute, Lemek, Gucul: “Hahaha….”

Loud laughing, rock music background, and high pitched voices of peoples arguing in some kind of heated debate in the big screen while throwing floating transparent chart and text are decorating the living room.


Gucul: “Hey Ute… Do you think they will make a real-enactment for the series?”

Ute: “Live action, A.R./V.R., or Holo is highly probable. R.E.? Hah! Hell no… It’s way too complicated. Even though our technology has been advanced enough to make certain story realized within real life, I think this story is too long, too convoluted, and too fiction. No way they can pulled that kind of story on real life. “

“Not to mention no one want many factions and political move on the story exist within reality. I don’t, at least. Well, it is not even possible anyway. No, this kind of story will not happen in real life.”

Lemek: ‘”I will not live peacefully if such ‘Game of Throne’ exist within my real life. Some fan-boys debating which faction is worth rooting for is annoying enough. R.E. for this…? No thanks.”

Ute: “You got my point.”

Gucul: “Just let the story flows within the story, huh… I want to see Matana up close though,,”

Ute: “Cannot argue with that…”

.FIN.

Irama Merah Hijau di Jalan Raya Jepang

Salah satu yang membuat saya kagum di jalan raya Jepang selain taatnya pengemudi dan penumpang dengan aturan lalu lintas, jarangnya klakson dibunyikan, dan tidak menantangnya menyetir di sini adalah irama lampu merah dan hijau.

Jepang memiliki jaringan transportasi kereta yang sangat mengakar hampir ke seluruh bagian negaranya. Ditambah lagi di kota besar, setiap titik keramaian dan kependudukan pasti memiliki stasiun yang dapat dijangkau dengan kaki. Dengan demikian, penduduk terutama orang asing akan sangat jarang berada di jalan raya baik sebagai pengemudi atau penumpang. Bus? Enakan kereta lah yaw… Oleh karena itu, kami atau setidaknya saya tidak tahu seberapa liar negara ini memelihara yg namanya “macet”. Mungkin ada, tapi tidak pernah terasa bagi kami. Negligible.

Meskipun demikian, bagi orang yang hidup sedikit jauh dari keramaian kota, seperti Toyohashi misalnya, mobil menjadi cukup vital. Daerah dengan kepadatan penduduk rendah seperti ini tidak memiliki jaringan kereta seekstensif kota besar. Bus menjadi transportasi publik utama. Sayangnya di Toyohashi, pusat jaringan bus adalah di pusat kota tepatnya di Stasiun Toyohashi. Jadi, untuk berjalan dari titik satu ke titik lain di dalam kota yang jalur busnya berbeda harus melewati dan transfer di stasiun dulu. Mahal! Mobil itu sangat vital disini, apalagi jika ada acara makan-makan atau kegiatan PPI. Ndak ada mobil, acara bisa terancam.

Intinya, orang asing yang tinggal di “desa” seperti kami lebih pengalaman dengan lalu lintas Jepang di banding orang asing di kota.

Kembali ke topik, di kota-kota di Jepang ada banyak sekali persimpangan jalan. Tentu saja hampir di setiap simpang ada zebra cross nya. Jika ada lampu merah, itu berarti pejalan kaki dan pengendara harus tunduk pada rambu. Jika tidak ada, pengendara harus tunduk pada pejalan kaki.

Nah, yang saya kagum adalah walaupun simpang sangat banyak, hal ini tidak terlalu menghambat laju kendaraan. Hal ini berkat rentetan lampu lalu lintas di setiap persimpangan yang secara ajaib berkolusi satu sama lain sehingga irama merah hijau indah terlihat.

Ehm, maksud saya, perhatikan gambar di bawah. Kalau satu merah, sampai ke lampu merah di cakrawala sana juga merah.

Merah Berturut

Merah Berturut

Kemudian, kalau satu hijau, lampu lalu lintas setelahnya hingga di ujung sana juga hampir dapat dipastikan juga hijau. Dengan demikian, kalau tujuan Anda adalah lurus tinggal tancap gas sedalam-dalamnya saja.

Special Note: Orang sini kalaupun lampunya hijau tapi kalau melihat ruas jalan di depan tidak memiliki ruang yg cukup untuk mobil/busnya tidak akan maju. Kalau orang kita, pasti udah menghalangi perempatan tuh.

Fun Note: Street car juga tunduk pada rambu lalu lintas. Makanya mendingan busway di Jakarta itu dikonvert jadi trem aja semua biar ga ada pengendara lain yg berani make jalurnya. Berani gitu? Nyetir di atas rel kereta api…

Sesaat kemudian, hijau berturut

Sesaat kemudian, lampu hijau hingga ujung mendominasi

Nah, yang saya heran kenapa hal sederhana tetapi sangat membantu ini tidak diterapkan di Indonesia. Saya tidak tahu, mungkin juga sudah diterapkan tetapi saya saja yang tidak pernah liat. Atau sudah diterapkan tetapi pengendara tidak ada yang patuh atau jumlah kendaraan yang ada sudah tidak mempan lagi dengan strategi beginian.

Yang jelas, selama saya di Bandung saya pakai motor, saya tidak pernah melihat ada teknologi seperti ini. Misalnya saja, di bawah jembatan pasopati dengan persimpangan D.A.G.O, ada tiga perempatan berturut yang masing-masing punya lampu lalu lintas. Nah, sangat jarang disana saya dapati ketiga lampu disana hijau atau ketiganya merah. Pasti kena trap salah satu deh.

Pastinya, konsep seperti ini harus ada riset yang mendalam ttg irama yg pas dan tentunya integrasi lampu merah satu kota. Apakah karena risetnya susah ya? Atau mungkin topologi jalan di Jepang umumnya grid “kotak-kotak” murni, kalau di Indonesia lebih rumit kesana kemari? Entahlah… Ada yang tahu?

Yang jelas, kalau disini melihat pergantian deretan merah menjadi deretan hijau layaknya bidak otello kita dimangsa dari ujung ke ujung, sederhana tetapi mengagumkan.

I Love You, Ine…

Singkat cerita… Internet saya di apartemen (baca: kosan) mati. Dari hari Senin. Yah, saya gak bisa begitu banyak protes sih mengingat bahwa internet di apartemen ini gratis sebagai servis dari pemilik apato (baca: bu kos). Daya jual untuk menarik lebih banyak penghuni. Awal-awal saya pikir cuma sementara saja, eh ditinggal sampe Selasa kok masih ga mempan. Kabelnya kah, coba 4 kabel lain juga sama, ga nyala, maklum saya menyimpan banyak barang aneh-aneh komunitas PPI disini. Akhirnya Rabu masih juga, malamnya cek di kamar teman sebelah ternyata bisa! Jadi bukan salah laptop dan kabel saya. Ya udah, telp besok deh Kamis, mungkin 2 hari sembuh ya. Seenggaknya Sabtu udah bisa main lagi. Hmf,,

Don’t get me wrong. Of course, I can live without Internet. Maybe. Hanya saja rasanya ada yang kurang di hati. Tidak ada tempat merebahkan kepala, menenangkan hati, dan menghibur gundah. Mengingat background saya teknik informatika (atau komputer sains), Internet bisa dibilang darah dan daging. Mungkin seperti pelukis dan cat minyak atau pelari dengan ekstra joss kali ya. Namun, analogi ini tentu saja sangat tidak tepat karena ketergantungan thp internet tidak bergantung pada bidang kerja. It’s just a blatant lie. Saya mau akses internet di rumah buat nonton anime…

Kebiasaan di Jepang adalah menyingkat kata. Apartemen jadi apato. Television jadi terebi. Convenient store jadi konbini. Internet jadi netto, jadi panjang, 3 suku kata gara-gara Jepang ga punya akhirkan mati. Saya tulis disini ine saja lah yg lebih singkat dan terdengar lebih ‘seksi’.

Kamis siang sekitar jam 1 saya pun menelepon pengurus apato, Nisho. Mungkin harus diceritakan di artiken terpisah, tapi intinya, apato di Jepang pada umumnya menyerahkan segala urusan pemasaran, manajemen, dan administrasi ke agen. Apato saya nama agennya Nisho. Bilang dari Senin ga nyala, dah tes ini itu, enaknya gimana ya? Si agen yg menerima telp saya langsung kontak provider ine di apato ini (sebelumnya mamas Nisho meminta izin dulu tentunya nomor saya boleh di kasih tahu ke mbak-mbak ine nggak). Dan tidak sampai 30 menit, customer service dari provider ine tersebut menelpon saya.

Kemungkinan besar ‘kikai’ nya mesinnya yg bermasalah, katanya. Oh no, kikai saya nggak masalah kok. Langsung saya membela diri. Eh ternyata maksud beliau bukan mesin alias laptop/reuter/kabel saya tapi mesin yang ada di apato. Jadi mereka minta izin buat datang ke apato dan malam sekitar jam 10 cek ine nya sudah nyala belum. Tentu saja saya izinkan.

turn-on-sharing-e1348134785139

Malam sekitar jam 9-an, laptop secara default terhubung dengan kabel LAN tetapi tanpa koneksi. Saya lagi berusaha buka halaman di Chrome hape yg luambatnya minta ampun (Sama kayak 3G indonesia lah. Padahal LTE. Lambat karena hari Senin saya abuse buat buka Youtube, mgkn jatah 7GB nya habis). Eh, tiba-tiba pesan “Do you want to turn on sharing …” muncul. Waw,,, Waw,, Histeris saya…

Cek di luar juga, di dinginnya malam musim dingin hingga minus 5 derajat, di ujung gedung tampak mobil mencurigakan. Mobil minivan. Bak belakang terbuka (padahal kan dingin). Kayak lagi gulung kabel. Sekitar beberapa menit kemudian, si ine kembali mati dan hidup lagi. Sampai jam 10 akhirnya beliau stabil. Ah, yokatta…

Pelayanan di Jepang emang mantab. Salut. Setengah hari doang, respon kilat. Padahal ga bayar.

Oh, welcome back my cute ine. I love you…

Internet, Presiden, Anak Presiden, dan … Babi Enak?

Tahun lalu saya sempat membayangkan bagaimana pemilu kita di masa depan. Di 2030 kelak. Dimana era remaja yang sejak akil baligh mengenal internet mulai menginjak umur 40an dan menjadi pucuk pimpinan negara. Termasuk mungkin presiden. Lihat saja pemilu kemarin (efeknya pun hingga sekarang). Bayangkan pemilu itu terjadi lagi dengan tambahan si capres suka ngeblog/ngetweet/update status dari remaja.

Sebenarnya banyak di forum sana yang membahas skenario masa depan ini. Ada yang skeptis. Ada yang bilang aman-aman saja. Situs xkcd, kebetulan memberi tahun yg beda tipis dengan awang-awang saya, 2032. Sepertinya komik di bawah termasuk yang memberi argumen ‘aman’. Alasannya ya salah satunya karena sebagian besar pemilih saat itu juga adalah juga generasi internet. Artinya ya sudah toleran dengan gituan. Sama-sama tahu lah dengan tipe tulisan konyol di media sosial. Sama-sama sadar kalau itu gak guna dan well… boring.

Penjelasan lebih lanjut

Tak disangka dalam satu tahun semenjak xkcd (dan saya) mengawang-awang masa depan, di Indonesia mulai keliatan gejalanya. Saya sebenarnya kurang update dan baru tahu belakangan. Tapi yak betul, saya sedang mengungkit ttg blow up media tentang si anak presiden kita sekarang. Kebetulan si anak (masih remaja dan) punya blog.

To start with. Well, guys. It’s just a blog.

Saya gak habis pikir dengan media sekarang (ngomongin media mainstream dulu). Nggak ada topik lain apa ya sampe harus menerbitkan liputan atas blog yang ditulis orang. Well, jelas dia anak presiden. Dan jarang-jarang kita punya anak presiden yang kebetulan ngeblog (belum ada kan ya? Anak Soeharto pas zaman orde baru gak ngeblog kan? CMIIW). Pas banget untuk mencari sensasi yak… Tapi ya mbok yao…

Mana media sekarang kerjaannya malas lagi. Banyak berita hanya turunan dari berita berbahasa asing lain, mungkin editornya pada subscribe ke pranala berita luar negeri dan tiap subuh wajib baca kali ya. Dan lebih lucunya, mereka gak pernah merefer ke berita asli. Termasuk yang membahas ttg anak presiden dan babi ini, ga ada link ke artikel misterkacang yang asli sama sekali. Tapi ini bahasan untuk lain kali.

Saya lebih gak habis pikir lagi dengan media yang mempelintir berita (ngomongin media non-mainstream sekarang). Isi blognya ditulis hanya sebagai catatan harian (ehm blog ehm). Kayak ngomong sendiri gitu kan blog. Cerita ttg kejadian yang dialami sendiri. Gak penting… Eh bisa-bisanya satu dua kalimat di artikel dijadikan berita dan dibumbui lah dengan muatan macam-macam. Si dia suka babi lah. Menghina makanan kesukaan nabi lah.

(Sekarang tentang si konten)

1. Makan babi enak.

So what? Jadi menurut Anda makan babi nggak enak? Ya silakan buat paper sendiri dengan argumen kenapa si babi nggak enak.

Disini (di Jepang atau minimal regional Chubu, Toyohashi) sebuah candaan umum bagi kami ttg babi ini. Misal, habis makan di restoran atau kue beli di jalan. Biasanya celetukannya adalah:

Emm, kok enak ya… Ada babinya jangan-jangan…

Pertanyaannya, kenapa bisa timbul candaan umum seperti ini? Karena kami sadar, betapa sukanya warga lokal sini sama yg namanya butaniku ini. Kalau nggak enak pasti ya nggak banyak yang beli. Sepertinya yang menulis tulisan memojokkan orang hanya dengan statemen “babi enak”, tidak pernah jalan-jalan ke luar negeri deh.

Jelas sekali si misterkacang melawak di blognya ttg keenakan babi ini. Dan sebagian media (dengan ga pentingnya) juga menerbitkan berita ini dg nada fun. Tapi ada juga yang memandang sinis. Editornya ga pernah blogwalking tuh sepertinya.

Babi itu (kemungkinan) enak. Cuma ya nggak boleh. Harom. Sama kayak hal-hal lain yang juga enak tapi dilarang. Baca lagi deh lagu Rhoma Irama feat Nur Halimah.

Dan menyatakan sesuatu enak dan pengen lagi itu belum tentu dia suka. Juga belum tentu kalau dia akan makan lagi. Jadi nggak penting membahas ginian. Dan saya bahas lah… Yah, ini kan blog, tempat gak penting terjadi. Blog is one thing. Kalau outlet berita?

2. Menghina makanan kesukaan nabi

Nah yang kedua ini lanjutan cerita si anak presiden. Untuk kemudahan, saya kutipkan verbatim dari artikel yang beliau tulis di bawah ini:

Karena ngerasa dosa, gue langsung cari masjid yang paling deket. Ini maksudnya gue mau tobat gara-gara makan daging babi tadi. Waktu gue sholat, gue gak bisa khusuk gara-gara gue keinget sama enaknya daging babi tadi. Gue ngerasa sekarang dosa gue jadi berlipat ganda gini. Supaya gak inget sama daging babi itu, gue cari makanan lagi biar gue lupa ama itu daging. Setelah muter sana sini, gue akhirnya nemuin daging kambing. Dari luarnya sih keliatan enak banget tapi tau deh rasanya. Setelah gue coba, ternyata rasanya tu gak enak banget, kaya makan arang yang dikasih kuah jengkol busuk. Rugi dah gue.

Jadi yang dia hina apa? Yaa, daging kambing yang dia temui. Nggak ada hubungannya sama makanan kesukaan nabi atau bukan. Memang betul, Rasulullah suka dengan daging kambing. Tapi dalam konteks yang dia tulis disini, jelas-jelas, dia expect daging kambing yang dia beli enak. Dia tahu dong daging kambing gimana. Eh, ternyata kagak enak. Itu artinya, si penjual gak pandai mengolah si daging kambing jadi bau kambingnya masih sangat terasa. Semua orang yg pernah makan kambing pasti tahu kan rasanya, lengketnya daging kambing gimana?

Kenapa bisa digeser jadi menghina makanan kesukaan nabi yak… Hmm… Sedihnya lagi, kebanyakan “media” yang menulis demikian (kalau mereka bisa disebut media), adalah media bernuansa islami dan beberapa bahkan ada string “islam” di namanya. Apa mereka nggak belajar, adab? Hukum menjelek-jelekkan saudara sesama muslim. Lebih parah lagi, fitnah… Risiko menyebarkan berita ga benar/ ga akurat?

Sebegitu desperate-nya kah mereka mencari berita untuk menjatuhkan lawan politiknya? Apa ya mereka nggak malu dengan tema dan nama pranala berita mereka. Jika ada media favorit Anda menggunakan plot device seperti ini, mungkin itu artinya sudah saatnya mencari bacaan baru.

Berita zaman sekarang aneh-aneh ya. Saya sendiri gak nyangka, skenario mengungkit blog untuk menjatuhkan lawan ini langsung ada di depan mata. Tidak perlu menunggu 2030 ternyata. Hmm…

Baca Selengkapnya

Bingung Domain Blog Baru: Albadr dan .ln

Jadi dari dulu saya pengen bikin domain baru dan ngeblog di hosting sendiri. Lihat-lihat di perusahaan hosting kayaknya ga begitu mahal. Mungkin yang 50.000 (rupiah) sebulan udah lumayan. Cuma buat blog doang kan, 500 yen. Kalau punya domain & hosting sendiri, bisa macem-macem. Pake tema wordpress yang keren. Atau malah upload situs / subdomain sendiri. Folder repo sendiri. Atau multi blog di bawah satu nama.

Yang membuat hal itu hingga saat ini hanya berupa wacana salah satunya adalah nama domain. Enaknya apa ya? Di .id atau di .com atau dimana? .me? Melihat nama blog ini, kalau disamakan ya tinggal albadrln.com tapi kok kayaknya hmmm… Ada yang kurang. Atau albadrln.id? Hm…. Albadr.id? Albadr.me? Ada usulan?

Yang paling ideal adalah kalau ada top level domain .ln, sayang belum ada negara dengan nama berhuruf l dan n. Ada satu situs yang entah benar atau tidak (menurut wiki) memberi domain .ln bagi pelanggannya. Situsnya ttg pembelian sertifikat tanah di bulan gitu -.-. Si .ln adalah domain bagi lunar, katanya.

Cuma ini situs kayak hoax banget gitu… I mean. Mana ada jualan tanah di bulan. Tapi itu ga penting, yang lebih penting sih domainnya. Keterangan ttg si domain .ln juga ga ada dimana-mana. Entah udah ga support lagi atau emg ga ada. Lagipula kalaupun ada, belum tentu DNS internasional pada support domain .ln ini.

Sebenarnya kalau itu beneran wow banget. Albadr kan artinya purnama. Si .ln domain di bulan. Bisa jadi https://albadr.ln, wow bahagia sekali saya.

Sama kayak di gmail dan yahoo, saya juga pengen buat akun email albadr.ln@gmail.com. Biar semua email di provider saya seragam. Eh, walaupun kaga ada yg punya ini email, tapi ga bisa diklaim. Kalau albadr.ln9 baru bisa. Argh…

Baca Selengkapnya

Menyampaikan Pesan dengan Fakta yang Salah

Suatu hari, seorang teman membagi sebuah pos dengan tagline “Setiap Orang Akan Mati”, kutipan dari Alquran. Pos tersebut menyajikan sebuah video yang cukup menggugah. Orang-orang yang tertangkap kamera dan tiba-tiba jatuh, presumably mati (jika dilihat dari tagline tadi). Sangat-sangat menegur nurani bahwa ajal itu bisa datang ke kita sewaktu-waktu tanpa isyarat. Mengerikan. Astagfirullah… Anda bisa lihat video tersebut di bawah artikel ini.

Namun, saya menulis ini bukan untuk memuji pos tersebut tetapi justru mempertanyakan. Mungkin sedikit berpikir kritis. Salah satu motivasinya adalah saya penasaran: Apakah yang ditampilkan di video ini benar-benar orang yang menemui ajal? Di depan kamera? Beberapa terlihat seperti siaran langsung televisi. Jika itu benar-benar terjadi, tentu akan ada berita yang cukup heboh membahasnya bukan?

Faint Death 2

Saya mulai menelusuri satu per satu adegan dalam video tersebut. Mengonfirmasi apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah kita harus mengecek kebenaran sebelum kita membagi sesuatu? Di komen video tersebut sih orang-orang banyak berdebat; ini sandiwara kah, beneran kah? Salah satu berkomentar. Bukan sandiwara lah! KEMATIAN ITU tidak Menunggu dan Tidak dapat DITUNDA. Benar juga sih komentarnya.

Sayangnya, jika berkata akurasi, video itu hanyalah ilustrasi belaka. Total terdapat 9 cuplikan dalam video. Berikut adalah hasil penelusuran saya, ttg apa yang terjadi disana. Tercantum juga link yang membahas ttg cuplikan itu. Dua cuplikan belum berhasil saya telusuri. Namun intinya, no human was harmed in this video. Nggak ada yang mati di video ini.

1. Broke Graham – Utah. Faint and then get up again seconds later and continue the interview.
2. ?? 86th Oscar Annual, KTLA5 Morning Show
3. Cassie Slane – QVC.comNot first time to faint on live broadcast. Make a tweet after she felt better.
4. Grant Denyer – SunrisePassed out only 6-7 seconds because of, well, gravity.
5. Massiel Zavala News BlooperFaint because of the pressure from the question, in law field.
6. ??
7. David Buckner – Fox NewPassing out and make the show’s rating skyrocket. Get well enough later.
8. Nicky, intervew on WMBB-TV 13abcPassing out a few seconds only, maybe camera-nervous?
9. Zlata Muck, Skolski SatPassing out when explaining about oxygen and after recover close the program with a joke “Well, now we all saw what happens when you don’t get enough oxygen”.

Jadi sebenarnya video itu sama sekali tidak tepat. Nuansanya seperti orang-orang yang dalam video ini meninggal dunia saat terekam kamera. Padahal hanya pingsan saja, bahkan ada yang langsung bangun dan kembali bercanda.

Nah, ini membuat saya berpikir. Emangnya boleh ya kita menancapkan sebuah pesan dengan ilustrasi yang dibuat-buat. Make a point with a wrong figure? Memang dengan video di atas, pesan satu kalimat yang menjadi sangat-sangat bermakna. Merasuk di sumsum. Namun, ternyata video yang ada sama sekali tidak berhubungan? Dan membuat orang jadi salah sangka?

Ada yg berargumen: ambil aja hikmahnya, toh pesannya dapet. Oke. Kalau begitu saya beri pertanyaan lanjutan, kalau Anda sedang main bola dengan ceria, eh tiba-tiba kesandung. Ternyata itu terekam kamera, terus kesebar di Internet dengan tagline “Kematian bisa datang kapan saja?”. Masihkah Anda mengambil hikmahnya?

Bagaimana menurut Anda? Sah-sah sajakah? Is the end justify the means?

Baca Selengkapnya

Kurikulum 2013: Aproksimasi dan Hapalan

Sekitar awal dua minggu lalu, akhir Oktober 2014 ada orang yang mengepos gambar berikut ini. Konsep yg ada di soal ini menurut saya bagus dan perlu diajarkan dibanding mengahapal tok. Hanya eksekusi penjelasannya saja yang agak ambigu. Teknik mana yang menjadi fokus ajaran kurang jelas. Aproksimasi umum atau hasil perkalian dengan selisih?

Bahasan umumnya adalah tentang kurikulum 2013 yang baru diterapkan semester gasal 2014 ini. Kurikulum pendidikan Indonesia yang baru ini katanya menuntut peran aktif siswa dan menempatkan guru sebagai pemantik dan pemantau bukan sebagai sumber satu-satunya. Jadi menurut pemahaman saya kurikulum ini mengedepankan “kreativitas dan kebebasan berpikir” bukan “by textbook”. Namun, saya akan membahas pos/gambar temannya teman saya tersebut, bukan kurikulum 2014-nya.

Aproksimasi dan Selisih

Terlepas dari teks di bawah gambar tersebut….Emm… Okelah, siapa tahu ada yang nggak ngerti juga dengan soal dan jawab di atas, sedikit saya jelaskan. Banyak komentar dari teman-teman saya yang jenius juga menjelaskan hal ini.

Soal di atas menggiring siswa supaya tidak plek menghapal perkalian. Secara tradisional kita didoktrin supaya hapal di luar kepala dari 1×1 sampai 10×10, dan biasanya perkalian belasan juga. Nah, dengan konsep pada soal ini, murid diberikan konsep yang tidak memerlukan hapalan seluruh perkalian. Cukup hapal yang mudah, sisanya bisa dicari dengan selisih. Tahunya cuma 90:6=15? Hoho, mau nyari 102 dibagi 6 berapa? Ya gampang, selisih 102 ke 90 kan 12 kan? Si 12 ini kalau dibagi 6 hasilnya 2. Jadi 102:6 ya 15+2=17.

Namun, mungkin ketidakmengertian Anda bukan karena Anda kurang cerdas atau karena Anda bukan ahli logical thinking atau karena Anda bukan S2 matematika/pendidikan. Memang penjelasannya yang agak ambigu. Dimananya?

Tidak jelas apakah penjelasan jawaban soal di atas ingin menjelaskan aproksimasi ke hasil terdekat atau hasil akurat. Jika penjelasannya seperti di gambar, seperti yang saya jelaskan dua paragraf lalu, akan diperoleh hasil akhir yang tepat, 17. Bukan hasil aproksimasi! Namun, yang diminta adalah aproksimasi dan jawaban 17 itu tidak ada di pilihan. Ada langkah yang dilewati oleh penjelasan, yaitu kenapa hasil 17, alias 15 lebih 2 ini lebih dekat dari jawaban 20 dibanding jawaban lain.

Atau lebih tepatnya: Jika memang ini soal ingin menjelaskan pembagian dengan selisih dari pembagian yang diketahui, maka setelah menjelaskan bahwa 12 dibagi ke 6 kelompok adalah 2, harusnya beri jawaban yang tepat. Jadi 15+2=17. Wow, 102:6 adalah 17. Pilihan jawaban harusnya bukan soal aproksimasi dan soal bukan tebak-tebakan.

Sebaliknya, jika soal ingin menjelaskan aproksimasi (dengan pilihan jawaban seperti pada gambar), instruksi seharusnya jauh lebih sederhana, tidak perlu ada “12:6 itu berapa”. Misalnya (i don’t know, i am not an expert): 102 itu cuma lebih besar sedikit dari 6 [kira-kira cuma sepuluhan lah], jadi yang lebih besar sedikit dari 15 adalah 20. Magic! Atau dengan metode eliminasi, jawaban 10 itu nggak mungkin karena 102 lebih besar dari 92, jadi jawaban harus lebih besar dari 15. Jawaban 30 juga terlalu besar karena dua kalu lipat dari 15. Jadi jawabannya 20. Magic!

Konsep ini memang akan sangat berguna bagi anak. Mungkin eksekusinya saja yang kurang. Harus dijaga juga supaya konsep pendekatan yang dilakukan anak benar dan nggak begitu ngaco seperti magic yang saya jelaskan tadi.

Note: saya nggak tahu apakah ini cocok untuk anak SD kelas dua atau nggak. Udah lupa kelas dua saya udah bisa apa.

Terkait Kasus Gaham Daring

Akhir-akhir ini banyak sekali kasus online bullying terjadi di sekitar kita. Mulai dari orang yang rekues untuk menggaham individual tertentu atau netizen yang menyebarluaskan racauan yang diucapkan netizen lain. Biasanya berupa makian, perendahan terhadap golongan lain, tindakan kurang sosial. Entah kenapa orang senang sekali dengan berita seperti ini, bahwa ada orang di belahan bumi lain yang kurang bagus moralnya.

Ngomong-ngomong (ini cuma keisengan saya cek KBBI sih, habis ga tahu padanan bahasa Indonesia):

Gaham/Sakat Daring = Online Bullying

Dan yang saya maksud dengan istilah di atas adalah mengejek, menghina, atau mencemooh dalam dunia maya individu menulis status pribadi dengan nuansa asosial dalam dunia maya. Atau mengeluarkan pernyataan turut iba/malu bahwa ada orang seperti ini. Atau turut menyebarkan, memberi akses, atau tautan kepada teks asli atau teks gahaman. Huh, susah mendefinisikannya. Harus mendefinisikan pula ‘asosial’ itu yang kayak mana. Let’s go by example.

Ada banyak kasus contoh. Pada saat saya masih di ITB, ada sesama civita academica yang di-DO gara-gara nonton bola dan menulis status flaming. Beberapa waktu lalu ada kasus mbak-mbak curhat nggak jelas tentang kursi prioritas di kereta. Yang terakhir antri bensin pertamax.

Hal-hal ini memang membuka mata kita bahwa di dunia ini ada orang-orang yang kurang bisa menjaga mulut (baca: jari). Atau mungkin istilah saya “kurang bisa berkata-kata” atau “menahan kata-kata di dunia maya”.  Namun, siapa yg tidak tahu itu? Ya jelas ada lah!!

Lalu kalau kita tahu, kenapa masih disebar? Bukannya dengan menyebar itu berarti mendukung penggahaman? Padahal kita tidak tahu apa yg terjadi sebenarnya. Apakah keracauan pada teks makian itu benar karena si pemilik jari “nggak beres” atau interpetasi kita yang nggak beres?

Misalnya kasus yang terakhir pertamax, usut mengusut ternyata dia memang ingin beli pertamax bukan karena tidak bisa/mau antri. Lalu eh kok ditolak oleh petugas SPBU dan dikira menyerobot. Hati kesal tak terbentung. Jari pun gatal. Katalis! Apa boleh buat, bihun sudah menjadi soto.

Aneh sekali kan kita tidak tahu bagaimana keseharian mereka, siapa mereka, apa yang mendorong jari mereka menulis demikian, lalu langsung kita hujat sedemikian rupa, mengumumkan ke dunia kalau seolah kita menemukan orang teramoral di dunia. Aneh sekali kan karena kesalahan kecil hilang seluruh harga diri. Nila setitik, susu sebelanga rusak.

Yang paling membuat saya heran adalah kalau ada teman yang menulis teks bernuansa negatif seperti itu ya kok disebar ya? Yang membuat racauan itu dibaca oleh dunia luas kan ya karena teman-teman terdekat pertamalah yang menanggapi duluan dan lebih parah mengklik tombol like, share, retweet dan sejenisnya itu.

Kalau saya sih, saya tidak mau hal ini terjadi dengan orang yang saya kenal! Dan saya sangat tidak suka kalau ada yang menyebar hal-hal seperti ini.

Jika Anda menyebarkan hal-hal berbau seperti itu dan sampai terbaca di newsfeed saya, then <isi ancaman/makian disini>.

Jadi setujukah Anda dengan Online Bullying? Menggaham orang yang tidak bisa Anda sentuh dengan kekuatan dunia nyata? Emangnya perlukah orang yang melakukan kesalahan di dunia nyata, atau salah berkata-kata di dunia maya, disebar aibnya dan diolok-olok sedemikian rupa?

Atau lebih konkretnya, menurut Anda jika kita
(1) membaca status/tweet/komentar kasar/negatif orang yang tak pandai menguntai kata dan menahan emosi, perlukah kita menyebarkan hal ini seluas-luasnya dengan tujuan membuka mata semua orang?
(2) melihat atau mengalami perlakukan buruk, atau perbuatan buruk di dunia nyata,  perlukah kita melaporkan dengan merendahkan bukan hanya perbuatannya tetapi si orangnya juga di dunia maya?

Bagaimana menurut Anda? Silakan diskusikan di kotak komentar dibawah.


Gaham daring yang dipetik di atas hanya salah satu kategori dari penggahamdaringan yang ada. Beberapa kategori lain misalnya adalah menyebarluaskan di internet perlakukan buruk oleh orang lain kepada diri sendiri di dunia nyata. Jadi bukan pelaku melainkan korban yang memulai titik maya. Misalnya, “penjaga hotel ini nggak bolehin saya nginep berdua sama cowok tanpa surat nikah” atau “ini ada orang merokok di tempat yang bertulisan dilarang merokok, diingetin marah pula“.

Ada juga kategori lain berupa investigasi pribadi (kalau investigasi media betulan atau pemerintah sih ga saya permasalahkan). Misalnya “wah ketahuan individu polisi ini gampang disogok“. Ada juga diujung lain kategori yang memang benar-benar murni fitnah.

Memang kadang kekuatan massa di Internet adalah (seolah menjadi) jalan terakhir untuk ‘menghukum’ orang yang sulit dijerat oleh hukum biasa. Terlihat dari kasus Sim Lim Square dan penipuan oleh MobileAir pada awal bulan November 2014. That’s a relief and an interesting read/action indeed.

But still, is it justifiable, this kind of thing?

 

SBY and then Naruto: It’s The End of An Era

Jika dihitung dari masa akil baligh saya, mungkin bisa dianggap setelah SD, sekitar umur 13 tahun kali ya, hingga sekarang umur 24 tahun, hanya 11 tahun berlalu. Meskipun saya ingat sekali saat Suharto turun (saya sedang dalam perjalanan bus tiga hari tiga malam dari Lampung ke Medan waktu itu), sepertinya umur melek politik saya belum sampai, terbukti tidak terkenangnya pengganti setelahnya.

Namun, sebagian besar di antara masa itu, sekitar 10 tahun, dihabiskan oleh pucuk yang sama. Presiden? Saya tahunya Presiden Indonesia ya SBY. Sayang sekali, sekarang beliau sudah tiada tidak menjabat lagi. Masa ini tiba pula. Rasanya sulit dipercaya…

Dari zaman yang sama pula, sekitar SMP kelas satu, saya mulai mengenal Naruto dari kawan-kawan. Semenjak itu, hampir setiap minggu saya ditemani oleh lanjutan cerita beliau. Tidak disangka sisa dua chapter lagi cerita legendaris ini. Namun, akhirnya waktu ini datang jua. Rasanya sulit dipercaya… Sulit dipercaya…

It’s truly the end of an era.

Constant Moving and Perfect Plan

I have been in constant moving for the past four weeks, (read again, moving not “running”!) or at least I felt so. Body felt tired. More than one time I thought I caught a cold but I could not down yet, because you know, I am still have to move. In that in mind, my body persevered with the help of “Tolak Angin” (dispel the cold, a spices-based drink/medicine). Today, the moving is almost finished so suddenly head felt heavy and body no power.

I have been constantly moving. Everyday. If you see my Google’s location history for the past month, it span from Japan to Indonesia, and half of Aichi Prefecture.

Loc Hist

Thinking about it, it was so perfectly planned. And of course, so much fun. It started August 8th, I went to Nagoya for study trip to Denso with my scholarship’s arrangement. After that, my friends from Tokyo came and we planned to Tahara at 9th and Nagoya for firework seeing again at 10th. Due to typhoon, the former was canceled and the later was delayed. Hmff, not so perfect but at least it was force majeure.

August 11th, I and my friend flew to Malaysia and at 12th we played in KL for a half day and then alas went back home, Indonesia. It was our first time going home after I studied in Japan. I went to Medan and he went to Jogjakarta. Speaking of KL, it was good city with good transportation… But when I went there, I kept telling my self to stop judge people with Japanese standard, every time.

My home is 4 hour from Medan so I arrived at home night time. For the next seven days I played around Tanjungbalai, my hometown. Even though I am at home almost all the time, I would not say that I was taking a rest, because you know, I had to meet many people (mostly grand family members) and visit some places or practicing my driving skill or eating many food or struggling for driving license (I failed). It was a vacation, and vacation is not necessarily a “rest”. I was “moving” after all.

Of course, ravaging a mountain of durian is part of the plan

Of course, ravaging a mountain of durian is part of the plan

August 19th, I flew to Bandung. It was 2.5 hours therefore it was far, maybe farther than Okinawa to Hokkaido. For the next 4 days, I had a conference at my former university, Institute Technology of Bandung. First days was my presentation, the next was watching colleague’s presentation, sightseeing, and meeting old friends, then conversing two hours straight with my former supervisor and meeting some other old friends again. Busy days. Interesting days. So much fun. I went back to Japan August 23th.

Thinking about it, it was so perfectly planned. Places. Flight time. Prices. Route. Lists. Contacts. I just need a guts to do it. But I didn’t. It is devastating. Then what, I was just staring at the ceiling or wandering aimlessly with the huge baggage. I guess it suck to be a coward. The feel of not doing something you wanted to do, you planned, not because an external reason or force majeure, but just because you hesitate, is well suck very unpleasant. This leave mark for the perfect plan. I think I don’t want to feel it ever again. If I want to taste a pear, I will buy it even though it is overpriced (540 yen). As long as it is not contradict your ideals, religion, and law, well do it.

Ahh, I want Martabak Ponorogo San Fransisco and Ayam Talago Biru very much now. Regret. Is not fun.

Next day at 4 pm, I arrived at my dormitory. Such a long journey then I suddenly had to cook my own food, and my fridge was empty. I was very tired and the next days at 7 am I had to go again. No time to spare uh. For the next two weeks I had internship in Gamagori, the city next to Toyohashi.

Toyohashi to Gamagori is about 1.5 hours. I think I explain my route in my previous article but in brief, it was tiring. I left home at 7.08 am and came back at about 8 pm. Then I had to cook my dinner and next day’s bento lunch (or I will be starving the next day). Finished at 10 pm and the time to sleep. After I woke up, I had to continue the routine again and again. In two weeks, I was weary. Two years, maybe I will be crazy. Yeah, internship is supposed to give you some feeling of working, right? After experiencing it, I suppose working is not at all fun. Argh, university days is so much better…

After the last day of internship, right after home, while holding dizziness and nausea, I wrote this. Because I don’t want to miss something that I plan/want to do ever again. Why in English? Maybe because currently I am reading an English novel. Or maybe because I always spoke English or Japanese for the past two weeks. I almost didn’t meet any Indonesian people, because well I was working. Note: I don’t consider “chatting” as speaking.  I did converse in Indonesian a little though, with a Japanese guy that came to Indonesia once. It was very amusing.

Taking trains and humans photo is my temp hobby in the period of Toyohashi-Gamagori commuting

I did meet Indonesian folks on weekend, between the two weeks of internship. On that account, I also did not have a rest on weekend. My idea of a rest is well, you know, not moving. Just staying at home without doing anything. So doing barbeque outdoor is definitely not a rest. Thus, the last time I had a rest i.e. not moving was four weeks ago. I am tired.

Thinking about it, it was a perfectly planned month.

So, how do you think? This is my first time in life to have a everyday plan for two months straight. I heard Japanese people usually have that kind of far planning. Do you like to have such a strictly planned time? A perfect plan? Or do you prefer enjoying life without any schedule, doing anything when you wish to do it? And do you ever regret not to do something you wanted|planned before? Plan is something to do at any cost? Which one do you think is worse, regretting something you did or you did not? If you have any comment, please write in the comment box.


This article is written on September 5th. Although my constant moving is over at next Monday, actually, I have discrete moving for the next two/three weeks. Discrete means in between I have to go back to every day university’s laboratory style working for weekdays. I also have a midterm presentation, half-yearly judgement days for my research at September 8th. In  weekend, I have to do moving again. So no rest for next three weeks. Seeing turtle’s baby, lab trip, then farewell party for very beloved friends and dai-senpais. Then a kind of Indonesian student’s world congress in Tokyo, I am not sure. Finally, I have to move to a new apartment. Busy days.

Strictly speaking, the only time I plan (read: have time) to take a rest is this weekend (tomorrow and the next). If I do not take this rest, I don’t know whether my body will hold or not (endure for another three week???). But those days with “rest” plan on it also suddenly filled with an event. A kind of camping? However, that is outside of plan, so well… Dunno about that. I also have to prepare the judgment day thingy, aren’t I?