Islam, Sosial Politik
Comments 2

Menyampaikan Pesan dengan Fakta yang Salah

Suatu hari, seorang teman membagi sebuah pos dengan tagline “Setiap Orang Akan Mati”, kutipan dari Alquran. Pos tersebut menyajikan sebuah video yang cukup menggugah. Orang-orang yang tertangkap kamera dan tiba-tiba jatuh, presumably mati (jika dilihat dari tagline tadi). Sangat-sangat menegur nurani bahwa ajal itu bisa datang ke kita sewaktu-waktu tanpa isyarat. Mengerikan. Astagfirullah… Anda bisa lihat video tersebut di bawah artikel ini.

Namun, saya menulis ini bukan untuk memuji pos tersebut tetapi justru mempertanyakan. Mungkin sedikit berpikir kritis. Salah satu motivasinya adalah saya penasaran: Apakah yang ditampilkan di video ini benar-benar orang yang menemui ajal? Di depan kamera? Beberapa terlihat seperti siaran langsung televisi. Jika itu benar-benar terjadi, tentu akan ada berita yang cukup heboh membahasnya bukan?

Faint Death 2

Saya mulai menelusuri satu per satu adegan dalam video tersebut. Mengonfirmasi apa yang sebenarnya terjadi. Bukankah kita harus mengecek kebenaran sebelum kita membagi sesuatu? Di komen video tersebut sih orang-orang banyak berdebat; ini sandiwara kah, beneran kah? Salah satu berkomentar. Bukan sandiwara lah! KEMATIAN ITU tidak Menunggu dan Tidak dapat DITUNDA. Benar juga sih komentarnya.

Sayangnya, jika berkata akurasi, video itu hanyalah ilustrasi belaka. Total terdapat 9 cuplikan dalam video. Berikut adalah hasil penelusuran saya, ttg apa yang terjadi disana. Tercantum juga link yang membahas ttg cuplikan itu. Dua cuplikan belum berhasil saya telusuri. Namun intinya, no human was harmed in this video. Nggak ada yang mati di video ini.

1. Broke Graham – Utah. Faint and then get up again seconds later and continue the interview.
2. ?? 86th Oscar Annual, KTLA5 Morning Show
3. Cassie Slane – QVC.comNot first time to faint on live broadcast. Make a tweet after she felt better.
4. Grant Denyer – SunrisePassed out only 6-7 seconds because of, well, gravity.
5. Massiel Zavala News BlooperFaint because of the pressure from the question, in law field.
6. ??
7. David Buckner – Fox NewPassing out and make the show’s rating skyrocket. Get well enough later.
8. Nicky, intervew on WMBB-TV 13abcPassing out a few seconds only, maybe camera-nervous?
9. Zlata Muck, Skolski SatPassing out when explaining about oxygen and after recover close the program with a joke “Well, now we all saw what happens when you don’t get enough oxygen”.

Jadi sebenarnya video itu sama sekali tidak tepat. Nuansanya seperti orang-orang yang dalam video ini meninggal dunia saat terekam kamera. Padahal hanya pingsan saja, bahkan ada yang langsung bangun dan kembali bercanda.

Nah, ini membuat saya berpikir. Emangnya boleh ya kita menancapkan sebuah pesan dengan ilustrasi yang dibuat-buat. Make a point with a wrong figure? Memang dengan video di atas, pesan satu kalimat yang menjadi sangat-sangat bermakna. Merasuk di sumsum. Namun, ternyata video yang ada sama sekali tidak berhubungan? Dan membuat orang jadi salah sangka?

Ada yg berargumen: ambil aja hikmahnya, toh pesannya dapet. Oke. Kalau begitu saya beri pertanyaan lanjutan, kalau Anda sedang main bola dengan ceria, eh tiba-tiba kesandung. Ternyata itu terekam kamera, terus kesebar di Internet dengan tagline “Kematian bisa datang kapan saja?”. Masihkah Anda mengambil hikmahnya?

Bagaimana menurut Anda? Sah-sah sajakah? Is the end justify the means?


Hal ini sebenarnya banyak terjadi di sekitar kita. Contoh di atas sih masih masuk pilihan jawaban B : Benar-Benar tetapi Tidak Berhubungan (kalau di soal ujian SNMPTN). Pesan benar. Video benar, bukan rekayasan atau sandiwara. Tetapi tidak ada hubungannya. Ketidakberhubungannya pun masih sangat sulit diterawang kecuali niat menelusuri seperti saya.

Banyak contoh lain dari “Make a point with a wrong figure” ini, dari yang subtle seperti di atas sampai ke ekstrem. Apalagi tentang keagamaan khususnya islam. Saya sangat membenci artikel seperti ini, apalagi di-share tanpa kroscek atau malah tanpa mikir. Apalagi dari sumber-sumber yang nggak jelas, blog misalnya (cem blog saya ini, gak jelas). Misalnya, artikel dengan judul-judul seperti ini:

  • Biksu membantai muslim di Rohingya.
    Dengan ilustrasi foto Biksu dan manusia bergelimpangan. Padahal itu foto ttg kejadian lain ttg kegiatan kemanusiaan.
  • Kejamnya tentara Israel menginjak dan menodong gadis Palestina.
    Dengan foto yang meyakinkan, padahal teatrikal.
  • Masyaallah, ini adalah rahasia waktu-waktu shalat untuk kesehatan.
    Kalau rahasia dari Ilahi yang ga disampaikan ke Rasul sekalipun, kenapa elu bisa tahu?
  • Ilmuwan nasa menemukan terompet sangkakala.
    Nuff said. Ilmuwan menemukan apa. Yang lain menginterpretasikan apa. 
  • Anak presiden ini bilang babi enak.
    Teroos? Menurut loe babi gak enak?

Menurut saya, tulisan menyesatkan hingga konyol seperti di atas justru akan membuat islam yang tinggi ini menjadi bahan lelucon orang, bukan memuliakannya. Sayangnya masyarakat kita masih awam (baca: malas) untuk menilai atau mencari tahu validitas dari suatu berita (bahkan dengan sebegitu canggihnya mbah Google). Asal berita menarik, keren, waw, mari kita bagi seluas-luasnya.

Contoh-contoh terakhir ini memang agak out of topic dari artikel utama dan dipaparkan sebagai contoh ekstrem belaka. Beberapa memang memanfaatkan plot “menyampaikan pesan kebenaran” dengan “fakta yang salah”. Beberapa murni propaganda dan beberapa yang lain murni kekonyolan. Namun, inti pertanyaan yang saya ajukan sama. … Kita harus tabayun, harus menyebarkan yang baik dan benar saja, itu jelas. … Nah kalau pesannya baik dan benar tapi didukung oleh data/ilustrasi yang salah, bagaimana?

Jadi apa komentar Anda dengan fenomena ini? Silakan tulis di kotak komentar di bawah.


Update 5 Juli 2015: Video berisi 9 scene di tas yang dipos oleh sang teman di Facebook sudah hilang. Sebagai gantinya, saya mencantumkan video pertama dari kejadian Broke Graham di bawah artikel. Untuk video lainnya, silakan mengikuti tautan artikel yang sudah saya daftar di atas.

Update 14 Juli 2015:

Ternyata ada teman saya yg pos lagi. Silakan.

2 Comments

  1. jujur saya masih 50/50 dengan statement yang bilang the end justify the means, karena statement itu bener2 banyak premisnya,
    menurut saya, memang informasi dari manapun itu, selalu perlu diselami dan dipahami asal muasalnya, tapi ya memang tapi juga, it takes time and effort, dimana ga semua orang bisa dan mampu untuk melakukan effort dan meluangkan waktu,
    so, siapa yang salah? atau apa yang salah? apa yang perlu diperbaiki?
    di kampus saya, di Indonesia, dan bahkan di seluruh dunia sekalipun, media yang obyektif memberitakan dan menginformasikan suatu hal dan sesuai fakta, adakah?
    sistem yang salah kah?

    untuk pertanyaan akhirnya, “pesannya baik dan benar tapi didukung oleh data/ilustrasi yang salah”
    jika ini adalah jawaban esai, mungkin skornya 50, dan nilai 100nya adalah:
    “pesan baik dan didukung data yang benar”

    jika hidup memang sesimpel pertanyaan, jawaban dan nilainya, #peace

    eniwei, sorry for long post dan salam kenal,
    saya kesasar di blog ini karena baca pengalaman sekolah kakak ke LN

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.