Sekitar awal dua minggu lalu, akhir Oktober 2014 ada orang yang mengepos gambar berikut ini. Konsep yg ada di soal ini menurut saya bagus dan perlu diajarkan dibanding mengahapal tok. Hanya eksekusi penjelasannya saja yang agak ambigu. Teknik mana yang menjadi fokus ajaran kurang jelas. Aproksimasi umum atau hasil perkalian dengan selisih?
Bahasan umumnya adalah tentang kurikulum 2013 yang baru diterapkan semester gasal 2014 ini. Kurikulum pendidikan Indonesia yang baru ini katanya menuntut peran aktif siswa dan menempatkan guru sebagai pemantik dan pemantau bukan sebagai sumber satu-satunya. Jadi menurut pemahaman saya kurikulum ini mengedepankan “kreativitas dan kebebasan berpikir” bukan “by textbook”. Namun, saya akan membahas pos/gambar temannya teman saya tersebut, bukan kurikulum 2014-nya.
Terlepas dari teks di bawah gambar tersebut….Emm… Okelah, siapa tahu ada yang nggak ngerti juga dengan soal dan jawab di atas, sedikit saya jelaskan. Banyak komentar dari teman-teman saya yang jenius juga menjelaskan hal ini.
Soal di atas menggiring siswa supaya tidak plek menghapal perkalian. Secara tradisional kita didoktrin supaya hapal di luar kepala dari 1×1 sampai 10×10, dan biasanya perkalian belasan juga. Nah, dengan konsep pada soal ini, murid diberikan konsep yang tidak memerlukan hapalan seluruh perkalian. Cukup hapal yang mudah, sisanya bisa dicari dengan selisih. Tahunya cuma 90:6=15? Hoho, mau nyari 102 dibagi 6 berapa? Ya gampang, selisih 102 ke 90 kan 12 kan? Si 12 ini kalau dibagi 6 hasilnya 2. Jadi 102:6 ya 15+2=17.
Namun, mungkin ketidakmengertian Anda bukan karena Anda kurang cerdas atau karena Anda bukan ahli logical thinking atau karena Anda bukan S2 matematika/pendidikan. Memang penjelasannya yang agak ambigu. Dimananya?
Tidak jelas apakah penjelasan jawaban soal di atas ingin menjelaskan aproksimasi ke hasil terdekat atau hasil akurat. Jika penjelasannya seperti di gambar, seperti yang saya jelaskan dua paragraf lalu, akan diperoleh hasil akhir yang tepat, 17. Bukan hasil aproksimasi! Namun, yang diminta adalah aproksimasi dan jawaban 17 itu tidak ada di pilihan. Ada langkah yang dilewati oleh penjelasan, yaitu kenapa hasil 17, alias 15 lebih 2 ini lebih dekat dari jawaban 20 dibanding jawaban lain.
Atau lebih tepatnya: Jika memang ini soal ingin menjelaskan pembagian dengan selisih dari pembagian yang diketahui, maka setelah menjelaskan bahwa 12 dibagi ke 6 kelompok adalah 2, harusnya beri jawaban yang tepat. Jadi 15+2=17. Wow, 102:6 adalah 17. Pilihan jawaban harusnya bukan soal aproksimasi dan soal bukan tebak-tebakan.
Sebaliknya, jika soal ingin menjelaskan aproksimasi (dengan pilihan jawaban seperti pada gambar), instruksi seharusnya jauh lebih sederhana, tidak perlu ada “12:6 itu berapa”. Misalnya (i don’t know, i am not an expert): 102 itu cuma lebih besar sedikit dari 6 [kira-kira cuma sepuluhan lah], jadi yang lebih besar sedikit dari 15 adalah 20. Magic! Atau dengan metode eliminasi, jawaban 10 itu nggak mungkin karena 102 lebih besar dari 92, jadi jawaban harus lebih besar dari 15. Jawaban 30 juga terlalu besar karena dua kalu lipat dari 15. Jadi jawabannya 20. Magic!
Konsep ini memang akan sangat berguna bagi anak. Mungkin eksekusinya saja yang kurang. Harus dijaga juga supaya konsep pendekatan yang dilakukan anak benar dan nggak begitu ngaco seperti magic yang saya jelaskan tadi.
Note: saya nggak tahu apakah ini cocok untuk anak SD kelas dua atau nggak. Udah lupa kelas dua saya udah bisa apa.