Pos-pos Terbaru

Yang Bisa Diteladani Dari Ibu Kita Kartini

Beberapa hari lalu hari kartini tiba. Hal ini mengingatkan saya tentang ujian mata kuliah orkom (Organisasi dan Arsitektur Komputer) dua tahun silam. Salah satu pertanyaannya membutuhkan pengetahuan tentang hari kartini. Tanggal berapa diadakannya? Ternyata teman sekelas saya banyak yang nggak tahu. Haha… Kok bisa ya. Ternyata pada nggak gaul nih.

Note: ujian tersebut adalah ujian terburuk yang pernah kami alami. Mendapat nilai di atas angka kalender adalah anugerah luar biasa. Bukan karena tanggal kartini, bukan.

Ternyata  hari kartini nggak banyak diperhatikan orang ya. Tuh anak-anak IF ITB yang katanya [censored] aja banyak yang nggak tahu. Atau saat SMA-nya nggak dirayain ya Hari Kartini, biasanya banyak lomba Kartini Kartono, dll kan.

Saya sendiri sebenarnya bingung, kenapa Kartini. Well, tidak seperti tahun lalu (atau saya saja yg nggak gaul), tahun ini beredar pos yang menanyakan hal serupa? Apa sih jasa kartini. Melawan penjajah aja nggak…

Yup, kartini tidak melakukan apa-apa. Perjuangan? Emansipasi wanita? Omong kosong. Kartini hanyalah seorang istri dan ibu rumah tangga, seorang priyayi yang mungkin kerjaannya cuma di rumah saja. Ups, jangan salah ya. Saya tidak merendahkan istri yang hanya bertugas sebagai IRT. Justru mereka sangat luar biasa malah, pengorbanan mendidik masa depan jauh lebih besar mereka lakukan. Akan tetapi, bukan itu bahasannya. Kembali ke kartini, beliau ini tidak memperjuangkan apa-apa. Titik.

Beliau hanya surat-suratan, kebetulan ada yang mendokumentasikan, beruntung dibaca wartawan pejabat belanda dan dijadikan buku, ternyata best seller, terkenal, … profit! Jadi deh pahlawan.

Yup. Jika ada hal yang patut ditiru dari Kartini, hanya ada satu: Baca Selengkapnya

Oh, UN itu Begini?

Kurang lebih setahun lalu saya menulis sekelumit cerita tentang persiapan menghadapi UN di sekolah saya. Isinya seputar ya…, wakil kepala sekolah yang menyemangati siswanya (untuk saling tidak meninggalkan temannya di bangku sekolah) dan perumusan strategi saat pelaksanaan ujian di kelas nanti. Saya sendiri termasuk yg ditodong untuk membantu dan sampai saya akhirnya, syukurnya, diselamatkan oleh dewi dari seberang.

Tahun lalu, cerita UN begini belum banyak. Cerita saya saja langsung berkontribusi besar pada statistik blog saya waktu itu. Teman saya sekos bahkan tidak percaya bahwa cerita UN begini nyata, syukurlah berarti sekolahnya masih bagus. Usai ngepos tuh UN juga banyak saya mengobrol hal setema ke teman dan ternyata banyak juga yg ceritanya sama.

Setahun berlalu, sekarang 2013, mulai banyak deh pengakuan-pengakuan serupa. Ceritnya makin beragam dan WAH lebih hardcore! Karena bukan cuma dari seorang siswa yg gagal mengulurkan tangannya pada konspirasi ini. Ada yang dari guru, dari korban, dan cerita ini dari pengawas yang jujur. Mungkin pemantik gelombang ini adalah cerita si Abrar siswa SD yang pengen jujur tapi malah dijauhi teman dan dikucilkan tetangganya itu ya.

Miris sekali Indonesia sekarang, top guys korupsi, young generation dikondisikan tidak jujur.

Berikut ini cerita yang tidak boleh dilewatkan. Selamat membaca.

avatar Ninok EyizNinok Eyiz's Journey

Tahun ini pertama kali saya memperoleh kehormatan sebagai pengawas Ujian Nasional! Wow. Saya menyebut kehormatan karena sejak bertugas sebagai guru PNS, baru tahun ini saya mendapatkan kesempatan. Keren sekali rasanya. Hi hi 😀

Jauh-jauh hari sebelum UN, saya melakukan survei kecil-kecilan ke teman-teman guru. Hasil surveinya sangat menarik dan membuat saya penasaran. Mereka bilang kalau nantinya pengawas itu akan jadi boneka di ruang ujian. Waktu saya tanya, Kenapa? Kok gitu? Mereka menjawab, “Ntar kamu tahu sendiri”. Nah looh..


Lihat pos aslinya 1.335 kata lagi

Bakat Engineer Masyarakat Indonesia

Ketika diberikan kompor gas gratis untuk mengurangi ketergantungan terhadap minyak tanah, banyak masyarakat yang memanfaatkan ‘kebaikan’ pemerintah tersebut untuk mendapatkan sekadar uang tambahan. Jual lagi kompornya. Balik lagi ke kompor minyak.

Ketika terdapat kebijakan untuk memekarkan daerah supaya pembangunan daerah menjadi lebih modular dan fokus, ada oknum memanfaatkan untuk menjadi bupati setelah kalah pada pilkada. Bawa sedikit masa, mekarkan daerah baru, jadi bupati pertama. … profit!

Ketika ada proyek bernilai sekian em harus ditender, kenapa nggak kita pecah saja menjadi banyak proyek di bawah nilai em. Nggak perlu tender. Tinggal tunjuk perusahaan sodara. Terus kalau perusahaan sodara yg ditunjuk bukan ahlinya? Gampang. Tinggal si perusahaan sodara ‘meneruskan’ proyek. Cari lagi yang bisa ngerjain. Terus, hingga yang mengerjakan ternyata adalah mahasiswa.

Ketika ada ujian nasional untuk memberikan standar, seluruh perangkat bersatu untuk mengalahkannya. Bagi tugas. Ada yang mengawas dengan renggang. Ada yang memeriksa jawaban murid. Ada yang memastikan murid bisa diajak kerja sama. Ada yang membuat jaringan karisidenan dan menyebar info.

Ketika menemukan bahwa daftar Paypal itu bisa menggunakan verifikasi manual oleh staf Paypal sendiri, orang pun berbondong-bondong mencoba. Maksud hati si Paypal sih baik, eh malah kebanjiran permintaan. Ya akhirnya ditutup deh verifikasi manualnya.

Masyarakat kita itu terkenal pinter. Termasuk pinter ngakali seperti ini.

Menurut saya hal ini menunjukkan kalau masyarakat Indonesia itu sebenarnya bakat menjadi seorang insinyur alias engineer. Insinyur pada prinsipnya kan Baca Selengkapnya

Jadi Korban Salah Kunci Cakram

Hari Jumat kemaren, saat saya mau pulang dari Syukuran Wisuda STEI, saya mengambil motor ke parkiran salman. Motor mau saya keluarkan kok terhalang sesuatu. Tek.. tekk…

Setelah dilihat, ada kunci cakram yang menggantung di cakram roda depan motor saya. Akan tetapi, saya tidak mengingat kalau saya tadi memasang gembok cakram itu. Tidak ingat. Semenjak saya mengalami bahwa kunci cakram itu berbahaya kalau kita salah pasang, terbalik misalnya, saya jarang memakainya. Kok ini bisa ada kunci cakram yg sudah tampak overused di cakram saya. Kurang kerjaan kali ya tu kunci…

Saya tanya deh ke pihak pengelola parkir salman. Yah, kali aja saya melakukan kesalahan dalam berparkir ria. Ada peringatan kalau kelamaan parkir nanti motor/mobilnya digembok. Tapi kan saya baru parkir dari jam tiga tadi? Duh…

Ternyata Mas Budi sang penjaga parkir yang suka menawarkan les bahasa gorila beruang ke saya dan teman boncengan saya itu tidak tahu menahu tentang penguncian motor tadi. Bahkan Mas Budi meminjami saya satu set kunci salman, kali aja ada yang cocok. Dan ternyata, sesuai dugaan, tidak ada yang pas saudara-saudara.

Bingung, bolak-balik saya ke motor dan ke Mas Budi yang lagi sibuk mengurusi keluarnya kendaraan dari basement salman. Maklum selesai maghrib, masa wisuda pula, jadi banyak kendaraan hilir mudik. Saya pun pasrah dan ngobrol saja dengan Mas Budi.

Sepuluh menit kemudian, dari kejauhan tampak ada orang yang sedang mengambil motor di samping motor saya. Dia tampak bingung sedang memaju-mundurkan motornya. Saya pun berlari menghampiri.

Mas, tadi motornya dikunci cakram ya?

Iya, kok tahu mas…

Kayaknya salah kunci deh mas. Coba cek motor saya, itu kunci cakram mas bukan.

Sekejap mas itu mengecek dan kaget. Diambilnya kunci dari saku dan dijangkaunya ban motor saya. Cocok! Bebaslah motor saya.

Baca Selengkapnya

Wisuda Itu Mahal

Sebentar lagi Anda akan diwisuda? Saya disini ingin memaparkan pengeluaran-pengeluaran yang terjadi dalam minggu bahagia ini. Semoga Anda bisa mempersiapkan semuanya.

Iuran Wisuda

Kalau mau wisuda, tentu ada biaya pendaftaran wisudanya dong. Besar iuran wisuda di ITB adalah Rp600.000,- (wisuda kedua Tahun Akademik 2012/2013, April 2013). Biaya ini berbeda Rp50.000,- dari besar iuran wisuda Oktober. Selisih limpul itu katanya adalah bisa sumbangan, jadi Anda bisa saja membayar sumbangan tersebut lebih dari limpul.

Biaya wisudawan ini menurut saya termasuk murah mengingat ITB tidak membebankan biaya sidang (katanya di universitas lain ada, saya tidak tahu). Kemudian, biaya tersebut juga termasuk biaya toga. Wisudawan dapat toga (katanya di universitas lain tidak dapat – hanya dipinjamkan, saya tidak tahu). Kenapa bisa sampai enam ratus ribu? Karena sewa gedung Sasana Budaya Ganesha=nya mahal. Gedung ITB sendiri sih, tapi ya kasian juga sama pengelolanya kan.

Biaya Setengah Semester

Bagi Anda yang berencana wisuda April atau Oktober, Anda akan dikenai biaya semesteran oleh ITB separuh biaya semester, kecuali Anda sidang di bawah tanggal tertentu. Masih berstatus mahasiswa selama setengah semester sih. Jika Anda wisuda Juli, atau sidang sebelum tanggal tertentu untuk wisuda April atau Oktober, Anda hanya harus membayar Rp250.000 saja (besar mungkin bisa berbeda setiap angkatan).

Agak sedih juga sih suruh bayar setengah semester ini. Rumor mengatakan bahwa uang sebesar satu juta rupiah (biaya setengah semester saya adalah Rp1.250.000,-) bisa dikembalikan saat mengambil toga. Pada wisuda Oktober katanya begitu, tetapi tidak semua orang tahu. Hanya pada wisuda April ternyata tidak bisa. Jadi rumor tadi itu bener nggak sih! -.-

Biaya Lain

Nah yang bikin wisuda mahal ya biaya lain-lainnya ini. Persiapkan saja kawan.

Baca Selengkapnya

Pendamping Wisuda?

Setiap menjelang wisudaan, bulan apapun, pasti ada pertanyaan yang berkeliaran:

Sudah ada pewe?

Pendamping wisuda entah kenapa selalu jadi bahan pertama kalau bukan yang utama dikeluarkan. Saya sebenarnya kurang mengerti dengan konsep pewe ini walaupun saya sudah mengalami wisuda kemaren. Di artikel ini saya memaparkan bagian mana yang tidak saya mengerti serta usulan pengembangan dalam konsep pewe ini.


Yang saya pahami dari selentingan pertanyaan “Ada pendamping nggak pas wisuda nanti?” adalah pendamping lawan jenis dalam proses wisuda. Soalnya, kalau tidak lawan jenis, pertanyaan tadi tidak akan berseliweran. Toh, pas sekali kan dengan jiwa mahasiswa tingkat akhir. Masalah umur. Sampai ada yang demi menawab pertanyan ini berazam untuk menikah dulu sebelum lulus.

Secara mainstream, pertanyaan tersebut ditangkis dengan jawaban “orang tua saja deh”. Di ITB, wisudawan memiliki jatah dua orang untuk menghadiri prosesi wisuda. Umumnya jatah ini ya untuk orang tua, kecuali yang sudah menikah. Saya tidak tahu jatah di universitas lain bagaimana dan apakah pertanyaan ini juga muncul di civita academica lain. Mungkin jika Anda tahu bisa menceritakannya…

Yang saya tidak paham adalah bagian pendamping-nya itu loh.

Cerita sedikit. Setelah melihat langsung bagaimana prosesi wisuda kemarin, saya melihat bahwa undangan wisuda yang biasanya orang tua tadi menempati tribun belakang gedung Sasana Budaya Ganesha. Dengan demikian, mau undangan wisudanya itu orang tua kek, pacar, atau suami/istri duduknya ya jauh di belakang sana itu. Lah terus, apa serunya dong kalau begitu? Sudah punya pendamping lawan jenis pun mereka ditempatkan di posisi nan jauh disana juga.

Itulah sisi yang saya tidak paham. Saat prosesi wisuda, si pendamping justru tidak melakukan tugas mendampingi.

Kemudian, setelah prosesi wisuda yang nunggu salaman sama rektornya berjam-jam itu, masih ada lagi acara tunggu menunggu untuk foto bersama perangkat dan wisudawan seprodi dan arak-arakan. Lebih jelasnya baca artikel saya sebelumnya Minggu Wisuda yang Begitu Melelahkan. Memang acara tersebut (bonus hari sebelum dan setelahnya) sangat melelahkan dan sepertinya tidak akan bisa dilalui tanpa keinginan keras dan kehadiran dari orang tercinta.

Walaupun saat proses wisuda terpisah, asyik kayaknya kalau ada yang menyokong dan mendampingi di rangkaian acara setelah wisuda tersebut. Namun, emangnya tega kali ya pendampingnya disuruh ikut menikmati capeknya berjam-jam menunggu itu. Sama arakan setelahnya, kayak ga ada temen aja perlu pendamping pas arakan…

Mungkin sekali-kali nggak apa kali ya, orang tercinta dirodi. Itung2 sambil ngumpulin foto buat kenang-kenangan. Tapi kan, tapi kan…

Iya kalau pendampingnya cowok, nggak apa lah disiksa. Kalau cewek?

Orang tua saya sih saya pinta istirahat aja di labtek V sana daripada ikut capek nunggu salaman dg rektor dan arak-arakan. Efek buruknya sih emang, nggak ada yang jadi paparazi memotoi setiap langkah saya dari sabuga ke kampus.

Belum lagi namanya pendamping wisuda tetapi bukan pas prosesi wisudanya. Kan masih di hari yang sama. Hari wisuda. Masih rangkaian lah, arak-arakan kok… Iya sih… Cuma, aduh… Ganti istilah jadi pendamping arakan aja, alias pengarak.


Saya punya ide yang sedikit berbeda. Konsep yang mungkin bisa menjawab semua pertanyaan dan gundah di atas. Supaya pendamping berada di samping saat prosesi wisuda, supaya kita tidak perlu kasihan thd. pendamping kelelahan menunggu dan arak-arakan bersama kita, dan supaya wisudanya makin berkesan.

Yap cuma ada satu solusi. Pendampingnya wisudawan juga. ^^

Dengan demikian, dia benar-benar mendampingi kita selama seluruh prosesi. Tidak hanya arak-arakan saja, tetapi juga saat prosesi wisudanya alias ya sidang terbukanya itu. Mengikuti prosesi bukan cuma menghadiri prosesi, ya wong wisudawan juga.

Bahkan, tidak hanya hari H wisuda saja. Dari awal ambil toga, syukwis macem-macem, prosesi wisuda (yg sidang terbukanya), hingga nunggu gak jelas, foto bareng, dan arak-arakan. Kalau perlu sampe TA-nya juga, seminar, sidang, kuliah, dan segala perjuangannya.

Coba bayangkan. Lebih seru kan? Itu baru pendamping wisuda. Lebih terasa. Bandingkan dengan konsep pewe yang umum.

But… It is near impossible to do so.

Why?

Pertama, untuk meyakinkan bahwa pewe itu berada di samping kita saat prosesi wisuda, Nomor Induk Mahasiswa kalian harus berurutan. Kalau tidak, agak percuma, sama aja bohong. Susah ngobrolnya. Capeknya saat prosesi di dalam gedung tidak terbagi.

Dengan kata lain, sejak masuk kuliah Anda dan pewe harus satu jurusan. Dari sebelum kuliah harus sudah cari pewe tuh. Dan yang lebih penting harus mengakali bagaimana caranya NIM kalian urut bersisian.  Please note that, kamu tidak mesti mendapat NIM urut walaupun kamu daftar ulang berurutan.

Tidak urut juga sebenarnya nggak apa, asal seluruh mahasiswa yang punya NIM di antara kalian berdua sudah pada lulus semua. Tinggal dipastikan saja, teman-teman lulus duluan dan kalian belakangan.

Kemudian, yang lebih penting lagi setelah itu, ya harus lulus bareng.

Hmm.. Impossible indeed…

Kecuali kayak TA, diberi batasan-batasan supaya hal itu lebih feasible untuk dikerjakan. Misal tukeran dengan temen wisudawan yg duduknya di sebelah, dg risiko ribet pas salaman dengan rektor.


Itulah pendapat dan usulan saya yang melintas karena kekurangpahaman saya atas topik yang muncul tiga kali setahun ini. Intinya, saya merasa aneh dan mengganggap tidak perlu atas pertanyaan pewe yang suka sekali berkeliaran di masa wisuda itu.

Mungkin Anda para expert mengenai topik ini bisa mencerahkan saya. Terima kasih…


P.S.: I know, this topic (and its content) is very controversial. Maybe some of you have some after thought about me and this article. But please, don’t conclude any further other than what is written in the text above. Repeat, do not infer anything.

(kidding)

Fell free to comment anything… I don’t mind. ^^…

Just My Friends: Reaksi Singkat Sesaat Setelah Saya Wisuda

Beberapa ucapan teman saat setelah wisuda saya.

Normal Friends: Selamat ya Albadr. Akhirnya Wisuda juga… Semoga [isi doa disini]

Best Friend 1: Terus gua harus bilang wow gitu?

Best Friend 2: Cepet nikah ya [******censored*******]!! Cepet S2 juga woi.

Best Friend 3: (di zaman media sosial, dia justru sms, langsung)

Cepet Nikah Ya...

Hmf… Sahabat memang,,,


Okeh.

Teman lama saya yang lain beda lagi. Di whatsapp, saya melihat dialog mereka yang muatannya cukup bagus (baca: lucu). Untuk penyamaran, mari kita sebut dua teman saya tersebut dengan nama yang umum: Andi dan Khafidz.

Dialog sedikit diubah dari aslinya untuk kemudahan dibaca.

Rekonstruksi dialog antara Andi dan Khafidz

Semangatlah dua sobatku yang lucu…

Hijab dan Putihnya Baju Koki

Koki profesional dapat dikenali dengan mudah dari pakaiannya. Mereka punya pakaian khas putih-putih, seperti dokter saja. Anda tahu kenapa koki memakai baju putih? Emangnya nggak repot ya masak pakai baju putih. Ntar kotor?

Yup, justru itulah tantangannya (dan tujuannya). Selain memang untuk menahan panas (putih = isolator), katanya sih baju putih itu supaya koki selalu hati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Koki kan pekerjaan profesional. Malu dong kalau lagi masak kelihatan noda-noda di bajunya. Nggak pro banget lah. Karena bajunya putih, kalau ada noda jadi keliatan banget kan.

Jadi, koki profesional harus hati-hati sekali dalam memasak. Tidak boleh sedikitpun noda menempel di bajunya. Malu.

White signify cleanliness…


Saya heran dengan wanita yang katanya sudah berniat memakai hijab (atau lebih akrab disebut jilbab) tetapi masih belum memakainya. Alasan yang dipakai biasanya “belum siap”, “masih kotor”, “nanti kalau sudah pakai jilbab lalu berbuat aneh-aneh tambah malu”.

Kita lihat koki tadi. Kalau mereka mau, mereka bisa saja kan memakai baju hitam. Toh, baju hitam juga ada kok yang terlihat profesional dan elegan. Warna hitam juga aman. Nggak gampang kotor. Kena noda setitik dua titik nggak keliatan lah.

Namun, mereka tetap memakai baju putih. Yah, tuntutan profesionalitas. Kamu itu koki. Mau nggak mau ya pake baju putih. Kalau sudah pake baju putih, ya harus belajar supaya nggak ngotorin bajunya. Nggak usah takut.

Kamu itu muslimah. Sudah ada niatan jadi pake hijab? Bagus. Ya tinggal dipakai saja. Mikir apa lagi. Wong, itu tuntuan agama kok. Mau nggak mau ya pake dong. Kalau udah pake hijab, ya harus belajar untuk menjaga diri. Nggak usah takut.

Malu itu kan senjata, bukan penghalang. Karena putih lambang kebersihan, dan malu jika warna putih yang gampang kotor itu ternoda, koki pun memakai baju putih dengan bangga. Karena jilbab itu lambang kesucian, dan malu jika sudah memakai jilbab berbuat yang aneh-aneh, pakailah jilbab dengan bangga.

Minggu Wisuda yang Begitu Melelahkan

Alhamdulillah. Pada hari Sabtu, 6 April 2013 kemarin, saya akhirnya diwisuda juga.

Bagi wisudawan, prosesi wisuda sangat melelahkan sekali. Tidak hanya pada hari sidang terbuka saja tetapi juga hari-hari sekitarnya.

Rabu: Pengambilan Toga dan Tanda Tangan Ijazah

Rangkaian tugas wisudawan pada minggu graduation ceremony tersebut dimulai dari pengambilan toga. Fakultas saya, STEI, mendapat jadwal pengambilan hari Kamis. Akan tetapi, saya dan teman-teman sudah mengambil mulai dari hari Rabu sore. Konon, hari kedua (Kamis) pengambilan toga selalu ramai dan pengambilan di luar jadwal juga dilayani. Nakal, kami bersama-sama mengambil toga pada Rabu sore sekitar jam 2. Kebetulan sore itu hujan. Annex makin sepi pengunjung. Karena malas menunda-nunda, walaupun hujan, saya tetap berangkat menjemput pakaian keramat tersebut.

Kamis: Lomba Poster dan Syukuran HMIF

Kamis pagi pukul 08:00, fakultas STEI mengadakan lomba presentasi poster wisudawan terbaik STEI. Saya kebetulan ikut (catatan: untuk prodi IF-STI, ketigabelas wisudawan ikut semua). Acara ini berlangsung hingga pukul 12. Saya tidak langung pulang karena menunggu hujan dan menunggu LO HMIF untuk memberikan undangan syukwis.

Bagi wisudawan STEI yang belum mengambil toga, tentu sorenya dimanfaatkan untuk mengunjungi Annex. Syukur saya sudah mengambil jadi tidak perlu marathon. Setelah istirahat sebentar, sekitar pukul 16.30 saya berangkat ke Mall BTC Bandung. Mal yang cukup jauh dari kampus. Dan seperti biasa, sore itu gerimis tetapi saya tetap berangkat. Syukwis HMIF dimulai pukul 17.00 dengan menyambut anak-anak Panti Asuhan Alber.

Syukwis HMIF kali ini keren!

Itu si Febi (alias Apip karena katanya mukanya kayak mobil APV, lead vocal, berdiri paling kiri) dan Ujang (cowok paling kecil, ketutupan MC baju putih) sedang perform

Rangkaian cara selesai pukul 22.30, malam sekali. Foto-foto, ngobrol, ambil motor, jam 11 malam keluar. Sampai kosan pukul 11.30 dan sekitar sepuluh menit kemudian tidur.

Jumat: Jemput Keluarga, Gladi Resik, Syukuran STEI

Setengah tujuh pagi esoknya saya ke bandara untuk menjemput orang tua. Pukul tujuh sampai, bandara masih sepi. Jadwal pesawat  mendarat ternyata pukul 07:35. Eh, setelah ditunggu sampai pukul 08:10 tulisan landed di daftar arrival berubah menjadi delay. Walau sudah menunggu 1,5 jam, saya terpaksa cabut tanpa menemui ortu. Takutnya tidak sempat ikut gladi resik.

Pukul 08:30 sampai di Sabuga. Gladi resik masih mencapai tahap himbauan-himbahauan. Setengah jam kemudian, gladi dimulai dan saya mendapat telepon dari orang tua bahwa pesawatnya akhirnya landing (setelah sejam muter-muter di atas akibat kabut). Orang tua saya pinta naik taksi ke Sabuga. Pukul 10:30 prosesi gladi selesai. Setelah antri mengambil undangan wisuda, saya mengantar orang tua ke kosan dahulu. Hotel belum bisa check-in soalnya.

Siang tidak bisa istirahat. Jumatan soalnya.

Pukul setengah duaan, saya mengantar orang tua dan barang-barang ke penginapan dengan motor. Siang itu Bandung begitu terik. Entah kenapa, badan agak lemas. Mungkin karena koper ortu besar sekali dan saat mengendarai motor tangan saya terpaksa memendek. Saat berangkat, kondisi saya sudah siap untuk ikut acara berikutnya: Syukuran Wisuda dari pihak STEI.

Tanpa bisa istirahat cukup, di hotel hanya bisa siap-siap belaka. Berangkat dari hotel buru-buru. Jadwalnya sih mulai jam 3. Karena ayah saya dijadwalkan memberi sambutan orang tua wisudawan, saya tidak boleh telat kan? Ternyata sampai di Aula Timut masih sepi dong! Menunggu mulai makan-makan dulu. Jam empat baru dimulai. Syukuran Wisuda STEI selesai pukul limaan dengan dirundung hujan lebat. Terpaksa pulang hujan-hujanan.

Syukwis STEI

Syukwis STEI

Dua hari muter-muter dan tiga hari hujan-hujan sepertinya cukup menguras tenaga saya. Malamnya agak lemas dan masuk angin. Saya mengambil mobil rentalan pukul sembilan malam sambil sempoyongan.

Sabtu: Hari Yang Ditunggu-tunggu

Sabtu, proses wisuda. Untuk memastikan orang tua mendapat tempat duduk yang strategis, kami berangkat pagi sekali: pukul 06:00. Sampai di kampus lima belas menit kemudian dan di Sabuga tepat pukul 06.30. Tidak seperti yang dijanjikan, gerbang sabuga belum dibuka. Padahal pagi itu tidak seperti pagi yang biasa: hujan deras.

Pukul 08:10 saat prosesi Wisuda dimulai terlambat 10 menit dari yang dijanjikan. Rasa kantuk sudah menjalar di seluruh tubuh. Tetapi tidak bisa tidur.

Prosesi wisuda selesai pukul 12:40 setelah rektor menyalami satu per satu ke-1236 wisudawan. Setelah melalui acara istimewa yang ternyata sangat melelahkan dan memenatkan tersebut, masih ada lagi yang harus kami hadapi: foto bersama prodi dan arak-arakan. Tentu saja saya tidak mau melewatkan sedikitpun dari rangkaian acara sekali seumur hidup ini, selelah apapun saya.

Orang tua diantar kembali oleh LO ke area Informatika di Labtek V untuk makan siang. Wisudawan tetap di dalam Sabuga hanya disuguhi snack. -.-

Foto dapat giliran 9 dari 12 fakultas dan wisudawan S1 terakhir di antara wisudawan S1, S2, dan S3. Terpaksa berjam-jam menunggu. Untungnya, waktu menunggu dihabiskan dengan mengobrol ria dan berfoto dengan teman-teman yang bersedia jauh-jauh menyusup ke dalam sabuga untuk memberi sekadar ucapan selamat, ucapan cepet nikah, bunga, coklat, dan balon Ipin-Upin. Terima kasih kawan-kawan!

Sabtu: Arak-arakan

Foto bersama wisudawan seprodi dan rektor, dekan, kaprodi dilakukan sekitar 1,5 jam kemudian. Prosesi arak-arakan, dimulai dengan keluar dari gedung sabuga, entah HMIF dapat antrian nomor berapa. Pokoknya dilakukan 1,5 jam setelahnya lagi, sekitar pukul setengah lima. Waktu di antarnya dihabiskan dengan berdiri saja. Antri.

You know what? At that moment, my energy is zero.

Pada kondisi inilah mungkin para pembaca Fairy Tail yang selalu mengeluh dan mencerca manga tersebut dapat dibantah. Mereka selalu komplain kenapa tokoh utama di manga tersebut bisa tambah kuat tiba-tiba dari posisi mana (kekuatan sihir) nol sampai menang hanya dengan the power of feeling belaka. Persahabatan? Bleh! Well, what if I tell youthe power of feeling is real, man!

Baca Selengkapnya

Napak Tilas Pengerjaan Tugas Akhir

Agustus 2011

Masa tugas akhir I dimulai. Menurut kuliah TA, mahasiswa harus memilih dosen pembimbing dari daftar dosen yang ada dan salah satu topik tugas akhir yang diajukan tugas akhir tersebut. Jika minat, mahasiswa juga boleh mengajukan topik sendiri ke dosen (baik yang sudah maupun belum ada di daftar kandidat dosen pembimbing).

Saya? Sementara ini belum ada ide sama sekali. Entah mengapa ingin sama Prof. Iping tentang pengolahan citra. Keren aja terdengarnya, tapi belum ada ide. Nggak papa daftar dulu aja. Pingin sama Bu Ayu juga sih, kan baik, tapi beliau sudah mengayom 6 anak. Hmm…

September 2011

Kuliah TA sudah dimulai. Akhirnya, saya fix memilih dosen pembimbing Prof. Iping. Topik sih belum ada, yang penting sudah ada dosen pembimbing dulu deh. Note: Pak Iping bukan dosen pembimbing yang ada di daftar dosen pengaju topik.

Awal Oktober 2011

Galau tentang topik TA. Kata orang sih, pilihlah yang kamu suka. Misalnya yang suka main game, TA-nya buat game atau benchmark game. Saya suka apa ya? Film. Anime. Masak mem-benchmark algoritma pencocokan wajah (face recognition) ke wajah-wajah animasi. Seberapa besarnya saya ingin melakukan hal tersebut, kayaknya nggak bakal guna juga. Setidaknya untuk zaman sekarang.

Pada saat ini, teman-teman yang rajin dan ambisius (baik dianya maupun pembimbingnya) sudah banyak bergeliat.

Akhirnya, setelah entah bagaimana mengobrol sama Zain. Katanya, dia ada sejenis tawaran atau proyek untuk mengembangkan aplikasi pengenalan fosil foraminifera. Ada kakak kelas yang minta atau gimana gitu. Hmm… Setelah didiskusikan sebentar (walaupun saya agak ragu dengan tema horor tersebut), disepakati topik itu dibagi dua. Dia bagian klasifikasi genus/spesies foramnya, saya bagian preproses, ekstraksi fitur, dll.

Tengah Oktober – November 2011

Mengerjakan PR TA yang cukup melelahkan, misal merangkum 15 paper. Banyak teman sudah rutin berdiskusi sengit dengan pembimbing masing-masing. Saya? Hmm… Dari PR TA yang melelahkan tersebut, lumayan kebayang sih garis besar TA-nya. Cuma…

Sesaat setelah mengobrol tadi, kata Zain sih enaknya diskusi ke dosen geologi yang ahli Foraminifera dulu. Sekalian kalau ada minta data dan minta dijadikan pakar dalam TA-nya.

Awal Desember 2011

Sumber: Wikipedia/Foraminifera

Dua bulan berlalu. Entah karena rentetan kejadian yang bagaimana, rencana ketemu dosen geologi tadi terus tertunda dan tertunda.

Masuk Desember, mungkin karena guillotine sudah sedikit tampak, akhirnya jadi juga ketemu dosen geologi tersebut.

Ekspektasi: respon beliau positif.

Kenyataan: “Ah, buat apa lah program buat ngecek foram. Manusia aja sering salah kok. Mungkin ya kalau sudah tau datanya sih bisa juga, ini juga sudah ada petanya. Tapi kalau dari gambar? Wah, nggak bisa itu. Kan foram bisanya pake tes kimia… Menurut saya, tidak usahlah. Lebih baik waktu TA dimanfaatkan untuk hal lain saja.”

“Pak, programnya bisa juga membantu peneliti manusia. Jadi yang membuat keputusan akhir ya manusia. Program hanya mengelompokkan objek-objek yang mirip sehingga kompleksitas yang harus diteliti manusia berkurang. Misalnya, foram yang kotak dipisah sama yang lonjong”. Saya berargumen sok tau hanya dari paper-paper ttg. pengenalan foram otomatis. Sebuah fakta kan kalau ada orang yang meneliti pengenalan foram dari citra.

“Ah, terus kalau gitu gunanya apa?”

-.-. Oke, simpulan: bapaknya tidak bisa diyakinkan, topik nggak guna, dan tiga bulan sia-sia. Hiks…

Baca Selengkapnya

Poster Tugas Akhirku

Tugas Akhir Albadr Nasution - 13508011, Pengembangan Sistem Pengenalan Huruf Arab

Tugas Akhir Albadr Nasution – 13508011
Pengembangan Sistem Pengenalan Huruf Arab

Baca Selengkapnya

Tidak Sengaja Beraura Presenter Pro

Pertanyaan dari salah satu hadirin presentasi yang sudah cukup tua itu kembali dipaparkan. Pertanyaan sebelumnya sekilas telah dijawab langsung oleh presenter yang lain. Memang di depan tidak tampak ada presenter yang berdiri. Lima orang pelaku presentasi itu duduk bersama hadirin yang lain di bagian pojok kanan depan sana.

Pertanyaan itu selesai diutarakan. Sejenak suasana di ruang kelas berundak ke belakang itu sepi. Peserta presentasi semuanya hening, baik hadirin maupun presenter. Mungkin mereka masih menghayati isi pertanyaan tadi. Menunggu salah satu presenter mencerna dan merakit jawaban yang memuaskan.

Tidak sampai air dari keran jatuh hingga ke dasar kolam, keheningan pun terhenti. Seluruh fokus peserta jatuh baik hadirin maupun presenter kepada satu orang. Orang itu berasal dari undakan nomor lima atau enam, agak di tengah dari depan kelas. Dia memang termasuk salah satu mahasiswa anggota kelompok yang proyeknya sedang dihakimi itu. Akan tetapi, sikapnya waktu itu merebut perhatian bahkan dari sesama anggota presenter lain.

Tiba-tiba, orang itu berdiri dari tempat duduknya. Dengan gerakan yang gesit namun tenang, ia turun menyusuri tangga undakan tempat peserta duduk. Setelah melewati dua-tiga undakan, belum sampai ke depan panggung, ia memulai. Tanpa menghentikan langkahnya yg menuju hadapan peserta, masih di antara beberapa peserta yang duduk, ia bersuara. Pertama, masih menghadap ke depan ia memberikan penjelasan pembuka. Kemudian, ia mengangkat tangan ke arah sang penanya tadi sambil memastikan interpretasinya atas pertanyaan tidak berbeda.

Jadi yang ditanyakan oleh mas ini sebenarnya …

Sambil menuruni satu per satu tangga, orang itu pun memberikan pendapat atas isu yang diutarakan penanya. Penanya yang relatif sedikit lebih senior dibanding rata-rata peserta presentasi. Ia berbicara sampai di undakan paling rendah di depan. Kemudian dia naik panggung lagi yang agak tinggi di hadapan hadirin, ia berceramah.

Detik ke nol, peserta presentasi sedikit tercengang. Perhatian mereka tercuri di satu orang yang sedang turun tersebut. Detik ke empat lima, mereka takzim mendengarkan. Lima sepuluh detik kemudian entah apa yang lewat dipikiran mereka, tepuk tangan riuh mereka berikan kepada presenter yang baru turun menjawab pertanyaan tadi. Entah karena konten jawaban yang ia berikan begitu bobot. Atau aksinya yang “tidak biasa” karena bersuara sambil turun menyusuri tangga di antara tempat duduk mereka.


Itulah kira-kira gambaran artis (baca: saya sendiri) dari sisi pengamat alias dari mata peserta kuliah Rekayasa Lingkungan angkatan 2008 pada presentasi mengenai pencemaran lingkungan. Setidaknya gambaran yang saya reka ulang berdasarkan penuturan dari seorang teman atas apa yang terjadi (dan dirasakan oleh peserta presentasi) pada saat itu. Anda adalah angkatan Informatika 2008 yang mengambil Rekling Ibu Eme itu? Apakah gambaran di atas berbeda dengan memori Anda? Silakan koreksi pada kolom komentar di atas.

Baca Selengkapnya

Lulus versus Hampir Lulus

Sebagai pemuda dengan idealisme, tentu kita setuju bahwa kemampuan (skill) lebih utama dari sekedar ijazah. Alasan utamanya adalah menilai seseorang hanya dari ijazah saja menimbulkan beberapa masalah. Misalnya, tidak semua kemampuan ada ijazahnya. Kemudian, mana kelihatan perbedaan level masing-masing orang dari ijazah saja, apalagi ijazahnya beberapa tahun lalu.

Alasan terburuknya adalah mentalitas keinstanan rakyat kita. Karena kita masih mendewakan ijazah, banyak jasa-jasa pembuatan ijasah secara mudah. Asal punya modal, dapat ijazah PT ternama gampang. Kerja pun tidak jadi masalah. Caranya? Situsnya? Gampang dicari kok. Tinggal googling “ijazah” atau “buat ijazah” atau “ijazah palsu” pasti banyak tuh di halaman pertama.

Jika hal di atas dilakukan oleh masyarakat kebanyakan yang memang masih lugu, saya sih masih memaklumi. Akan tetapi, jika hal senada (meskipun jauh berbeda) terpercik dari kolega sendiri atau teman dekat sendiri kok rasanya sedih saya.

Saya terkadang kesal ketika teman saya sendiri membanding-bandingkan antara orang yang belum lulus (misalnya saya) dan yang sudah lulus. Saat bercerita, mulailah dia “mengeluh” seakan keadaan saya jauh lebih baik darinya.

Enak kamu masih kuliah. Belum ada beban…

Saya tidak mengerti. Pada saat mendengarnya, saya menimbulkan kesan seakan semua keberuntungan ada pada saya yang belum lulus juga ini. Sebaliknya, dia yang sudah lulus punya tanggung jawab yang tidak main-main. Dengan kata lain, saya masih bisa main-main.

Beberapa kali ‘diskusi’ itu muncul, lama-lama saya jadi kesal juga dan terpikir untuk menulis artikel ini (rencana itu muncul lebih dari satu cawu yang lalu). Saya seolah ingin berteriak:

We didn’t choose this path, for god sake! On the contrary, YOU chose that path.

Baca Selengkapnya

Tulisan WordPress. Ini bagian judul.

Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menulis artikel di WordPress adalah teks atau penampakan tautan artikel pada saat dipublikasi di jejaring sosial. Seperti yang umum diketahui, menulis kan nggak asyik kalau nggak dibaca orang. Nah, membagi ke FB/Twtter/dll menjadi ide yang bagus kan. Syukurnya WordPress punya sistem yang namanya publicize. Ia secara otomatis menspam akun facebook, twitter, media lain dengan artikel yang baru Anda tulis.

Nah, ternyata teks yang bakal tertera di jejaring sosial (misal status atau tweet) bisa diubah juga loh. Kayaknya saya aja sih yang katrok.

Nah, hasilnya seperti gambar di bawah ini nih.

Hasil Publicize WordPress di Facebook

Bagian tulisan pada publikasi wordpress.

Ada tiga bagian teks yang tampil di sana.

Judul ya biasa lah ya, editnya di judul. Ringkasan atau kutipan bisa disunting di bagian excerpt tepat di bawah jendela penulisan WordPress. Kalau ini dicuekin, biasanya paragraf pertama yang ditampilkan. Kadang bisa error juga loh.

Nah, yang sering terlupakan adalah teks jejaring sosialnya. Karena tersembunyi, bisa jadi terlewat. Penyuntingannya ada di bagian publicize tepat di atas tombol publish-nya WordPress.  Disitu tinggal ubah mau kemana aja artikel ini dipamerkan dan apa teksnya.

Terus, di bagian gambar akan tampil gambar pertama dari artikel. Mungkin kalau temanya punya kapabiliti featured image (misal di wordpress dengan host sendiri), bakal dimunculkan gambar pilihan, bukan yang pertama.

Nah, lain kali jangan lupa mengedit ketiga teks tersebut ya, penulis blogku.

Baca Selengkapnya

S-Class University

Setiap mendengar world class university, yang saya dengar adalah hal ini: s-class university.

Kalau sekarang kan akreditasi sekolah (dan universitas) itu kan A-B-C. Saya tidak tahu syarat masing-masing apa sih. Kalau tidak salah sih C itu untuk Cukup, B untuk Baik, dan A (saya tidak yakin) untuk Asyik atau Apik mungkin ya.  Well, di situs ban-pt pun tidak ada penjelasannya loh masing-masing akreditasi di atas maksudnya apa dan syaratnya apa. Tipikal Indonesia ya.

Sekarang bayangkan kalau akreditasi yang dilakukan Badan Akreditasi Nasional bukan cuma A-B-C saja. Hihi… Kayak di game-game atau di film gitu. Ada sebuah akreditasi yang lebih tinggi lagi dari sekadar akreditasi A. Untuk sekolah-sekolah yang sudah super, yang tidak perlu diragukan lagi, dan yang tidak sekadar “asyik”, “apik”, atau “sangat baik”.

Sistem Kelas S ini memang sistem yang aneh. Mau gimana lagi… Huruf paling awal kan A, masa S lebih bagus. Kalau dipakai di dunia nyata juga kayaknya kurang praktikal, sangat menimbulkan kesenjangan sosial [original research].

Biasanya sistem aneh ini ada di cerita-cerita terutama yang dari Jepang. Misalnya saja di Naruto, misi dan ninja paling hebat itu bukan peringkat A tetapi S. Mungkin karena di dunia nyata nilai A itu sudah biasa kali ya, sudah banyak yang punya. Yang lebih tinggi lagi, lebih susah dari A, masa A juga, S dong.

Ngomong-ngomong soal nilai, di Indonesia sepertinya tidak ada standar penilaian yang wajib diikuti seluruh sekolah ya. Misalnya saja di universitas, normalnya kan nilai mata kuliah itu dari paling jelek sampai bagus adalah E (gagal) – D (gagal juga ^^) – C (cukup) – B (baik) – A (sangat baik). Kalau di luar negeri  biasanya sampai F (Fail) tetapi tidak menggunakan nilai E.

Nah, beberapa universitas (misalnya UI [citation needed]) memiliki nilai antara dengan sistem plus-minus. Jadinya A, A-, B+, B, B-, C, D+, D, dan E. Saya tidak tahu bagaimana mengubah nilai aksara itu menjadi nilai angka, mungkin dengan pertigaan kali ya (nilai A- menjadi 3.67).  Kalau di ITB adanya  nilai pertengahan, sehingga daftar nilainya menjadi A, AB, B, BC, C, D, dan E (nilai AB menjadi 3.5).

Yang saya heran, kadang terdapat juga nilai A+ [dubious], untuk orang-orang gila yang nilainya kebagusan untuk sekedar ditaruh di nilai A . Nah, kalau nilai A setara dengan 4, nilai A+ berapa tuh.

Kalau diterjemahkan, nilai A+ tadi apa nggak sama saja dengan nilai S kan. 😀

Penerapan nilai S pada dunia akademik di dunia nyata kayaknya memang jarang (kalau bukan tidak ada). Saya googling sih katanya Baca Selengkapnya