Pos-pos Terbaru

Dirgahayu Republik Indonesia

Laporan Iktikaf di Masjid Raya Provinsi Jawa Barat, Bandung

Sumber Gambar: Wikipedia.

Hiruk pikuk kendaraan berdesakan pada ujung Jalan Asia Afrika, berebut ingin belok ke Jalan Otto Iskandardinata. Mereka merayap. Sulit sekali bergerak. Hari itu langit kelabu. Udara cukup dingin meskipun di jalan sesak ini hangat. Selain karena lima menit lagi azan magrib dikumandangkan, awan-awan kelabu pun baru mengeluarkan isi cairan tubuhnya.  Akan tetapi, hal itu semua tidak menggentarkan para pengguna jalan utama Kota Bandung ini.

Setelah beberapa menit berhenti di tengah persimpangan, tidak peduli hijau-merahnya lampu lalu lintas waktu itu (wong sudah di tengah), serengkah ruang pun muncul di sisi dua mobil di depan. Sebagai pengendara motor yang baik, kesempatan ini tidak boleh disia-siakan. Sayangnya, rengkah yang muncul di tengah jalan itu tidak lain hanyalah jebakan. Trap! Kami pun kembali stuck di antara ribuan kendaraan lain di tengah Jalan Otto ini. Harusnya aku tadi mencari rengkah di sisi paling kiri jalan saja.

Rengkahan yang lain muncul! Kali ini sesuai keinginan: di sisi paling kiri jalan. Oke, hajar. Syahdunya pertarungan di sore itu membuat fokus kami tertumpu hanya pada satu tujuan: sampai ke tempat parkir secepat mungkin. Berdengungnya azan magrib di angkasa tidak menggoyahkan kemantapan hati salah satu pengguna jalan pun. Termasuk kami. Tetap bergeming. Di pinggir jalan, kami tetap fokus ke depan. Mau bagaimana lagi, hanya itu pilihan yang kami punya waktu itu.

Di pinggir jalan yang tentunya masih termasuk area jalan untuk kendaraan ini, di depan dua wanita berjalan berlenggak-lenggok layaknya foto model. Beberapa kali kami klakson, tetap saja mereka cuek. Sepertinya jalan ini atau setidaknya pinggirannya didanai oleh nenek moyangnya sehingga mereka merasa mereka – pejalan kaki – berhak memakai jalan raya. Meskipun kesal, apa boleh buat. Nenek moyangnya nyumbang sih, jadi saya hanya bisa mencari rengkahan lain untuk melewati mereka. Jalan sebesar ini, dengan ruas yang hanya 40 meteran, berapa menit sudah terbuang. Akhirnya kami sampai pula di belokan terakhir, Jalan Dalem Kaum, menuju parkiran Alun-alun Kota Bandung di depan Masjid Raya Bandung.

Sepertinya kami salah. Jalan Dalem Kaum ini lebih parah dari jalan sebelumnya. Setengah jalan muka dipakai 2/3 nya untuk parkir, menyisakan seumprit lajur setapak di tengah jalan. Setengahnya lagi di penghujung sana, jalan  penuh sesak dengan penjual, parkir, pejalan kaki, dan pengendara motor yang ingin menggunakan jalan ini sesuai kegunaan asalnya saling berdesakan. Layaknya atom-atom dalam setetes fluida.

Tidak habis pikir saya, bukankah di bawah alun-alun sana ada parkiran yang sangat luas, bawah tanah, bertingkat. Mengapa pada parkir disini? Memenuhi jalan. Pejalan kaki juga. Di pinggir sana sudah disediakan jalan, agak lengang pula, mengapa lebih memilih jalan tengah yang seharusnya jadi hak preogratif kendaraan. Apakah karena frasa jalan tengah terdengar seperti jalan pintas yang begitu disukai rakyat Indonesia?

Memang jalan Dalem Kaum yang diantara pusat perbelanjaan tadi masih cukup bisa dimaklumi. Mungkin mereka ingin belanja disini, jadi jauh. Akan tetapi, di pinggir jalan besar di luar pagar Masjid Raya Bandung, dekat pos polisi, deretan parkir memakan separuh jalur berkecepatan tinggi itu. Tidak jauh, 20 meter dari sana, adalah gerbang muka masuk ke parkiran alun-alun. Sebegitu susah kah menggerakkan pantat ke bawah tanah sana.

Syukurlah, gerbang ke parkiran basement alun-alun terbuka. Kami kira alasan para penduduk lebih memilih parkir di pinggir jalan tadi adalah sederhana: karena parkirannya tutup. Ternyata kami salah. Mereka adalah orang Indonesia. Jadi ya, harap dimaklumi. Sesuai dugaan, parkiran masih menyediakan tempat yang lengang untuk sepeda motor. Meskipun sangat kotor dan jauh dari kesan terawat, cukuplah untuk menaruh motor. Lebih mudah bergerak dan bernapas juga dari luar tadi. Lebih aman pula. Ada fasilitas kenapa tidak dimanfaatkan, malah memanfaatkan fasilitas lain yang tidak sesuai tempatnya.

Oke lah, terlalu banyak preambule dari artikel ini. Enam paragraf pembuka di atas menggambarkan betapa riuhnya suasana jalan di sekitar Masjid Raya Bandung pada sore itu. Tujuan kami hanya satu: mencoba iktikaf di masjid di jantung kota Bandung itu.

Berikut Laporannya.

Suasana Alun-alun dan Sekitar Masjid

Loh, kok suasana lagi? Enam paragraf tadi belum cukup. Itu hanya menggambarkan suasana jalan saja. Belum suasana alun-alun dan sekitar masjid. Belum disimpulkan pula.

Masjid Raya Provinsi Jawa Barat, Bandung ini memang berhadapan dengan alun-alun Kota Bandung. Bisa dibilang alun-alun merupakan halaman masjid lah. Satu pagar mereka soalnya. Alun-alun dipenuhi oleh penjual selayaknya jalan raya disekitar pusat-pusat perbelanjaan atau jalur lintas. Ada yang mengasong, ada yang buka tenda-warung, ada yang gerobak biasa, ada pula yang kecil-kecilan. Selayaknya pasar, benar-benar pasar, beragam penjualnya: penjual baju yang menyibakkan dagangannya di lantai berterpal dan rak-rak gantung, warung penjual nasi goreng, penjual batagor+mie rebus, sampai ibu penjual sate tanpa gerobak dan watung hanya mengandalkan gendongan dan satu panggangan kecil.

Namun, berbeda dengan pasar di halaman belakang Masjid Habiburrahman, pasar disini tampak memusingkan. Terlalu ramai. Kotor. Beberapa penjual malah berani menaruh papan untuk alas masak di atas kotak sampah yang terbuka. Ih. Harga jangan ditanya lagi: mahal. Jika di Habib pasar lebib bersifat supporting, pasar disini lebih komersil: menjual masakan sebebas-bebasnya, tanpa peduli rasa-harga-kebersihan, mumpung banyak yang lewat kan area pusat perbelanjaan.

Pinggiran teras Masjid Raya Bandung berisi berbagai macam orang. Duduk-duduk. Tidur-tiduran. Mengobrol. Makan. Tidak tampak suasana ibadah sedikitpun di sana. Padahal itu sudah lewat magrib loh. Kok nggak shalat dulu mereka, apa memang sudah selesai tadi terus istirahat disini. Di tempat kotor ini. Teras masjid sudah tidak seperti teras masjid. Kumuh. Banyak flak yang menempel. Kesat. Sampah dimana-mana. Di dinding pun tertempel beberapa tulisan “Jangan Pacaran di Tempat Ibadah”. Memang katanya kalau hari biasa banyak yang bermesraan di teras yang katanya teras masjid ini. Baca Selengkapnya

Laporan Iktikaf di Masjid Raya Habiburrahman

Jalan itu memang bukan jalan protokol yang banyak dilewati orang. Bukan pula jalan perumahan penduduk. Akan tetapi, jalan yang biasanya sepi itu mulai dipenuhi ribuan kendaraan. Maklum hari sudah sore. Karyawan (sisa) PTDI mulai berdesak-desakan meramaikan jalan raya tersebut. Ribuan. Ada yang menggunakan mobil. Banyak lagi yang menggunakan motor. Pemandangan kendaraan-kendaraan tersebut keluar area parkiran PTDI bagai semut yang keluar dari sarangnya membuat kita bertanya-tanya: bagaimana gerangan seandainya PTDI tidak bangkrut dan tetap jaya hingga sekarang.

Namun, yang memenuhi Jalan Kapten Tata Natanegara ini bukan hanya karyawan PTDI yang ingin bertemu keluarga setelah seharian bekerja. Sebagian kecil dari ribuan kendaraan yang lalu lalang menujukan setirnya ke sebuah masjid di depan pabrik tersebut. Masjid tersebut cukup terlihat megah. Kelilingnya dijaga oleh kanal air yang cukup lebar selayaknya kastil kerajaan. Parkirannya penuh padahal sangat luas untuk ukuran sebuah masjid. Di dalam area kanal air, pembagian area masjid yang sudah sangat fungsional itu pun dipenuhi orang. Ruangan utama. Pelataran teras tengah di belakang ruang utama. Teras sekeliling masjid. Halaman belakang. Semua disesaki manusia dengan agenda-agendanya sendiri dan satu tujuan. Iktikaf.

Di teras masjid terlihat anak-anak berkejar-kejaran. Ada yang berlari-larian melempar mainan bulu terbang-terbangan ke langit-langit teras masjis. Ada yang digandeng bapaknya. Ada yang masih perlu digendong dan disusui ibunya. Ada yang sudah duduk memegang mushaf Al Quran sendiri. Tenda-tenda keluarga memenuhi pelataran teras tengah di area belakang masjid. Ada pula tenda-tenda yang memberikan pelayanan dan fasilitas untuk jemaah masjid. Tenda pelayanan ini selalu ramai dikunjungi orang yang bertanya atau mencoba pelayanan yang ditawarkan. Di teras belakang dan halaman belakang masjid, dipenuhi penjual buku-pakaian dan penjual makanan. Siap untuk melayani seluruh aktivitas iktikaf 10 hari penuh.

Begitulah suasana sore di Masjid Raya Habiburrahman Bandung. Tidak seperti masjid-masjid kebanyakan, masjid ini sangat penuh pada masa-masa 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Mulai dari balita, bujang-gadis, hingga bapak beristri tiga dapat terlihat meluangkan waktunya  untuk singgah di masjid ini. Memfokuskan diri untuk ibadah. Padahal area sekitar masjid bukanlah area ramai penduduk. Jemaah biasanya datang bersama keluarga besar untuk menghabiskan hari-hari akhir ramadhan disini. Ada juga pesantren atau anak rohis datang beramai-ramai. Darimana datangnya? Entah dari mana-mana. Bahkan saya dengar banyak pula jemaah yang datang dari luar kota Bandung untuk menikmati iktikaf di masjid dirian PTDI ini.

Kebetulan tahun ini waktu ramadhannya beririsan dengan waktu libur dan waktu masuk kuliah. Yah, waktu yang membingungkan sehingga kepulangan mahasiswa ke kampung-kampung halaman tidak bisa berbarengan. Tidak seragam. Sulit diprediksi. Beberapa orang pun masih ada yang tinggal hingga waktu akhir bulan puasa ini. Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang H-10 sampai H-7 lebaran sudah banyak yang cabut ke rumah masing-masing. Saya pun punya teman untuk keliling mencobai tarawih dan iktikaf di beberapa masjid di Bandung termasuk Masjid Raya Habiburrahman ini.

Berikut laporannya.

Kenapa Ramai?

Mulai dari pertanyaan mendasar. Mengapa begitu banyak orang yang rela jauh-jauh datang ke belakang bandara Husein Sastranegara, mencari Masjid Habib, dan iktikaf disana? Saya juga tidak tahu pasti tetapi saya bisa mengira-ngira jawabannya: ada beberapa faktor.  Baca Selengkapnya

Saturday

Sabtu satu tahun tiga bulan lalu. Tidak. Karena hari tulisan ini ditayangkan hari Jumat, lebih tepatnya satu tahun tiga bulan kurang satu hari yang lalu. Hari itu hari Sabtu seperti Sabtu biasanya. Udara di pagi itu segar meskipun belum sedingin dinginnya Bandung hari ini. Cahaya matahari dengan ramah dan halus menerangi atap-atap rentetan kosan dan perkantoran di sekitar daerah Cisitu, menari-nari indah di angkasa, menyelimuti pagi ini dengan kehangatan.

Hari itu seperti hari Sabtu biasanya. Sabtu yang seharusnya indah, yang seharusnya ku tunggu-tunggu. Akan tetapi, entah mengapa ada perasaan yang tidak enak menjalar di tubuhku. Hari Sabtu, satu seperempat tahun kurang satu hari yang lalu. Tidak. Meskipun hari ini dan hari itu sama-sama di pekan ke dua dari bulan, yang akurat adalah satu seperempat tahun kurang empat hari yang lalu jika perbedaan tanggal diperhitungkan. Aku berharap itu Sabtu seperti biasanya. Akan tetapi persaan tersebut begitu membuatku gelisah. Mungkin, perasaan tidak enak itu berusaha memberitahuku, memperingatkatku atas kejadian mengerikan yang siap menerkamku di tengah hari. Akan tetapi, pagi itu aku belum menyadari apa-apa akan takdir yang telah disiapkan untukku.

14 Mei 2011. Hari itu kuingat seolah terjadi kemarin. Akan tetapi, aku masih tidak mengerti akan kegelisahan yang timbul di diri pada pagi itu. Seharusnya hari ini adalah hari yang bersemangat, seharusnya hari yang dinanti. Akan tetapi, tidak seperti sabtu biasanya, entah mengapa rasanya malas sekali diri ini untuk berangkat. Ataukah karena hari ini hari Sabtu terakhir aku dapat melihat senyum manis dan tingkah lucunya itu. Hari terakhir sebelum hari terakhir bertemu minggu depan. Ah, setiap hari adalah hari terakhir. Kemudian, setidaknya sepanjang semester depan, kita tidak akan bertemu lagi. Tidak-tidak, bukan karena itu. Justru hal itulah yang menjadi dorongan, memberi alasan untuk menjejakkan kaki ke dunia luar sana.

Setelah berkompromi dengan diri, aku pun menyeret kedua kaki ini melewati daun-daun pintu hingga ke teras sana. Dengan kendaraan yang selalu setia mengantarku kemana saja, aku melaju menembus angin dan lalu lintas yang tidak seberapa padat di Sabtu pagi ini. Karena kelas yang ku tuju tidak jauh dari gerbang belakang kampus dan waktu sudah tidak mau bekerja sama lagi denganku, aku memilih belok ke jalan Sumur Bandung agar lebih cepat. Keputusan yang tidak biasa atau bahkan keputusan yang tidak pernah kulakukan di Sabtu-Sabtu sebelumnya. Keputusan impulsif yang sangat aku sesali. Keputusan yang merealisasikan segala kegelisahan yang kurasakan dari pagi tadi. Sampai sekarang aku tidak mengerti mengapa aku melakukan hal tersebut.  Baca Selengkapnya

Masalah Mahasiswa : Tahun Tiga, Empat, dan setelahnya

Mahasiswa, seperti semua manusia, tidak terlepas dari persoalannya.” Itulah pembukaan bab Persoalan Akademik Mahasiswa pada buku Informasi TPB 2008. Ada yang masih punya? Pasti pada nggak inget disimpan dimana. Kebetulan setelah saya beberes kamar kemarin, saya menemukan buku keramat ini. Bagi angkatan ITB 2008, buku ini pasti dibaca sewaktu tingkat satu dan paling pol tingkat dua, setelah itu mungkin tersimpan entah dimana.

Untuk mengingatkan kawan-kawan sesama ITB 2008 dan sebagai sarana informasi untuk kawan-kawan diluar itu, saya kutipkan teks yang ada pada bab Persoalan Akademik tersebut. Sekaligus merenung atau menebak-nebak, bener nggak ya. Masalah tahun pertama dan kedua tidak penulis cantumkan karena asumsinya pada tahun pertama dan kedua buku ini masih mudah dijangkau dan dibaca.


Masalah Mahasiswa Tahun Ketiga

Mahasiswa tahun ketiga tidak mempunyai masalah yang berarti ketika memasuki tahun ketiga. Dia sudah terbiasa dengan lingkungan program studi. Persoalan yang mungkin timbul di tahun ketiga adalah kemungkinan adanya kuliah pilihan: biasanya wali akan menjadi tempat bertanya dan berdiskusi sebelum mahasiswa menentukan kuliah pilihan.

Masalah Mahasiswa Tahun Keempat

Mahasiswa tahun keempat harus memulai TA dan mata kuliah yang lain relatif lebih sedikit, yang agak mengubah pola ritme hidupnya karena biasanya sebagian besar waktu harus dipakai untuk menyelesaikan TA secara mandiri. Jika sebelumnya kegiatan mahasiswa lebih terjadwal dan bersifat massal, pada pelaksanaan TA mahasiswa yang harus aktif, mencari dosen, mencari bahan dan hampir sepenuhnya bekerja mandiri kecuali selama bimbingan.

Dosen pembimbing beraneka ragam karakter dan pola bimbingannya sehingga mahasiswa kadang-kadang menghadapi persoalan dan memerlukan pengarahan. Oleh sebab itu, mahasiswa perlu berdiskusi dengan wali tentang pengerjaan TA sesuai dengan karakteristik Program Studi (bukan materi TA tetapi membantu menyiapkan mental mahasiswa).

Masalah Mahasiswa setelah Tahun Keempat

Karena teman-temannya sebagian besar sudah lulus dan biasanya kuliah yang tersisa sedikit, bahkan hanya mengerjakan TA, mahasiswa setelah tahun keempat cenderung “menghilang” dari kampus. Biasanya mahasiswa justru bermasalah ketika hanya mempunyai sedikit aktivitas akademik karena jarang ke kampus.

Masalah menjadi makin parah jika mahassiwa bekerja karena hanya mengerjakan TA yang tidak mengharuskannya rutin ke kampus, dan ia makin larut dalam pekerjaannya sehingga tidak berminat menyelesaikan studinya. Kemungkinan mahasiswa semacam ini akan merusak statistik lama studi lulusan. Mahasiswa biasanya baru mau menghentikan pekerjaannya setelah terancam DO. Diskusi dan kompromi sering dapat menyelesaikan masalah ini.


Komentar saya tentang hal ini: ternyata buku ini banyak kalimat bertingkat dengan kata hubung ganda ya. Jadinya agak susah dipahami. Penempatan tanda baca juga kadang kurang tepat.

loh, maaf Out of Topic. Berikut komentar yang sebenarnya.  Baca Selengkapnya

Kebanyakan Buku Catatan

Sehabis beberes kamar kemarin, saya menemukan beberapa buka catatan (notes). Ada yang dari acara tertentu. Ada yang memang buku catatan yang saya beli. Ada juga yang merupakan segepok brosur yang tidak digunakan yang saya ambil karena sepertinya bisa digunakan sebagai otretan. Lumayan kan.

Gambar di bawah adalah buku-buku catatan yang saya temukan tersebut. Selain yang terpampang di gambar sebenarnya masih ada yang lain seperti tumpukan sisa kertas testimoni saat syukuran wisuda, kertas buram, dll. Akan tetapi beberapa diantaranya sudah saya buang.

Buku catatan yang saya temukan

Saat mendapatkan buku saya sih senang saja. Lumayan… Bisa buat nyatet ini itu. Akan tetapi pada kenyataannya ternyata saya kurang bagus untuk melakukan “pencatatan rutin”. Mencatat pun sekarang bisa pakai HP dan dengan mudah disinkronisasi di awan. Buku catatan yang bagus untuk dipakai otretan juga sayang dan terlalu kecil sehingga biasanya saya nyorat-nyoret pakai kertas buram.

Saya juga pernah menulis buku harian di notes seperti ini. Hal ini saya coba setelah membaca sebuah buku yang menceritakan manfaat-manfaat tentang menulis buku harian mulai dari membuat target, mengingatkan diri, melatih menulis, dll. Sayangnya saya lupa judul bukunya. Bukunya bagus dan sangat inspiratif.

Namun, percobaan ini cuma berlangsung satu bulan saja. Setelah itu saya lupa untuk mengisi buku ini setiap hari. Memang sih, kata si buku yang saya baca itu, buku harian tidak harus ditulis setiap hari, yang penting saat mood. Yah, sayangnya setelah lama tidak ditulis, keberadaan buku berbahaya ini pun terlupakan. Mungkin hampir setahun tidak diisi lagi dan baru ditemukan saat beberes kemarin itu.

Kalau teman teman bagaimana, buku catatan biasanya dipakai buat apa sih? Penting nggak?

Renungan Pasca Beberes Kamar

Kemarin saya melakukan beberes kamar. Tadinya yang saya ingin lakukan hanyalah menyiapkan sedikit ruang di rak dengan menyusun kembali buku-buku dari satu rak ke rak lainnya. Dengan demikian, ada ruang yang cukup untuk baju yang tidak cukup lagi di lemari susun tingkat empat saya. Akan tetapi, karena semaraknya debu yang beterbarang selama buku-buku itu ditata ulang dan sebagian dari mereka telah mengambil alih pojok-pojok area kamar dan sela-sela barang, saya jadi gerah. Akhirnya, (hampir) seluruh kamar terkena imbasnya.

Harus Anda ketahui bahwa saya ini cukup pemalas. Aktivitas beberes kamar saya lakukan sangat jarang: mungkin satu semester sekali (tapi masih lebih sering dari kebanyakan orang, sepertinya). Akan tetapi, saya cukup menganggap serius kerapihan dan kebersihan kamar. Tentu saja, karena ini adalah tempat saya bernanung setiap harinya.

Selama kegiatan ini, saya menemukan banyak sekali tumpukan kertas, plastik-plastik, dan barang tak terpakai di bawah atau sela-sela rak.  Ada yang berupa brosur iklan. Ada majalah entah dapat dari mana. Buletin. Ada bungkus barang-barang yang sayang dibuang, misalnya bungkus mouse di bawah. Ada juga tumpukan buku catatan (notes) dari mana-mana yang tidak pernah saya gunakan.

Salah satu dari barang ekstra yang sayang dibuang yang ada disela-sela rak.
(Catatan: akhirnya bungkus mouse ini dibuang juga)

Saya perlu pertimbangan berulang kali untuk memilih di antara berkas-berkas dan barang-barang itu mana yang tetap disimpan mana yang dibuang. Padahal, peluang barang-barang itu dipakai lagi di masa depan sangatlah kecil. Kemudian, jika disimpan bagaimana cara menyusunnya agar rapi. Pada akhirnya, hanya beberapa kertas iklan dan dua kotak mouse lah yang bernasib di kotak sampah.

Di kamar ukuran 4×4 atau 4×5 ini, cukup banyak juga kerjaan yang harus dilakukan untuk membersihkannya. Bawah meja makan isinya kardus sampah seperti barang-barang tadi semua (dan akhirnya tidak begitu saya ubah). Sarang laba-laba, debu, dan pasir meraja lela. Setiap dibersihkan, mereka selalu muncul lagi si suatu tempat bahkan di tempat yang sebelumnya sudah disapu. Seolah-olah mereka bersekongkol untuk menghabiskan waktu dan tenaga saya.

Semua hal ini membuat saya berpikir dan merenung. Baca Selengkapnya

2012: ITB Angkatan Terakhir

Dulu saya pernah kepikiran ide ini. Baru kali ini deh saya benar-benar membikin disainnya. Yah, bertepatan pula dengan masa penerimaan mahasiswa baru ITB 2012, sekalian saja deh mengucapkan selamat datang.

Kira-kira kalo dijadikan kaos laku nggak ya? Hehe… Biasanya pada awal tahun ajaran untuk mahasiswa baru kan banyak kaos-kaos betebaran tuh.

Hehe, becanda kakak. 😀 Cuma iseng, ampun. Desainnya juga ngasal dan dibuat dengan buru-buru. Semoga 2012 menjadi tahun yang terindah dari tahun-tahun sebelumnya. Dan yang terpenting bukan tahun yang terakhir karena kiamat hanya Allah-lah yang tahu. Semoga mahasiswa baru ITB 2012 bisa menjadi calon pemimpin global seperti sambutan yang ada di gerbang depan (setelah ITB 2008 menguasai dunia tentunya).

6 Blog tentang Blog

Blogging merupakan aktifitas yang cenderung dengan hobi bukan? Terserah lah mau bagaimana melakukannya. Tidak tidak. Blog tidak hanya dimanfaatkan sebagai sarana pengekspresian diri saja. Banyak sekali perusahaan (dan personal) di luar sana yang sangat mengantungkan hidupnya pada blog. Konten blog, ramai tidaknya blog, kerapian blog, dan ketersampaian pesan sangat krusial bagi mereka. Dengan demikian, mau tidak mau mereka harus mengetahui state-of-art tentang dunia perblogan ini. Hal ini bisa dilakukan dengan eksperimen, mencari mitra pakar, atau ya informasi gratis di Internet.

Berikut adalah beberapa blog yang fokus utamanya adalah tentang blogging. Daftar blog dan isi artikel ini sebagian besar disadur dengan sedikit perubahan dari artikel pada zemanta oleh Nenad Senic. Oh ya, Blog Kemaren Siang ini dalam dua minggu ini juga sedang bertopik seputar dengan tag blog yang membahas tentang dunia perbloggingan menurut saya dan ringkasan dari beberapa artikel luar. Tentu saja, topik ini hanya sementara saja dan saya tidak bermaksud untuk memfokuskan diri ke hanya tema tersebut. Saya juga kan masih belajar dalam hal ini dan hanya ingin berbagi beberapa pelajaran yang didapat dari tautan luar sana.


1. Zemanta Blog

Image representing Zemanta as depicted in Crun...

Image via CrunchBase

Zemanta adalah mesin yang menawarkan sugesti mengenai konten-konten terkait untuk para blogger. Fasilitas Zemanta juga dapat digunakan di WordPress sehingga mesin ini akan memberikan saran tautan dan gambar yang cocok untuk ditaruh pada artikel Anda ketika Anda menulis blog. Gambar di samping juga merupakan saran dari si Zemanta itu sendiri. Untuk menambahkan konten yang diusulkan Zemanta, kita hanya perlu satu klik saja. Fasilitas ini dapat diaktifkan melalui langkah pada artikel berikut.

Zemanta sendiri memiliki blog yang berisi tips-tips blogging dan marketing melalui blog. Sebagai produk yang memiliki kemampuan perkontenan blog merupakan kewajaran Zemanta memiliki blog tentang blog. Blog ini dapat diakses melalui tautan www.zemanta.com/blog. Banyak sekali tips yang berguna dan berita seputar blog yang dijelaskan dengan bahasa yang mudah dan singkat disini.

Baca Selengkapnya

Orientasi: Ekstrovert dan Introvert secara Netral

Artikel ini bertujuan untuk memberikan pandangan yang lebih netral terhadap introvert dan ekstrovert yang saya bahas di sebuah artikel kemarin dan menambahi informasi-informasi yang saya dapatkan dari berbagai artikel mengenari introversi dan ekstroversi yang saya dapatkan saat menulis artikel tersebut.

Hal pertama yang harus pembaca ketahui bahwa introversi dan ekstroversi bukanlah satu-satunya penggolongan kepribadian yang ada. Contoh lain misalnya empat penggolongan yang terkenal itu : sanguin, plegmatis, melankolis, dan koleris. Ada lagi kepribadian tipe A dan tipe B (yang disinggung dalam mata kuliah manajemen khususnya MPPL) dan ada pula teori lebih besar yang mencakup introversi dan ekstroversi di dalam teorinya seperti Big Five Personality Traits.

Yang paling penting dari hal ini adalah ini bukan pengkotak-kotakan, ini pengenalan kecenderungan kepribadian. Dalam artian kita tidak mencap seseorang itu tipe A dan yang lain tipe B. Tipe kepribadian ini hanyalah usaha untuk mengenali diri sendiri dan mungkin orang lain dan kemudian memanfaatkannya untuk menyeseuaikan diri kita (sesuai tipe kepribadian diri) dalam kondisi sosial dan menyesuaikan interaksi kita terhadap orang (sesuai tipe kepribadian mereka) supaya kita lebih mengerti mereka dan tidak menyinggung mereka.

Tentu saja, saya bukan ahli di bidang ini. Semua perkataan saya disini tidak dapat dipercaya. Saya cuma mengungkapkan pendapat dan menggabungkan dengan fakta lapangan. Beberapa mungkin saya beri sumber untuk memperkuatnya.


Ekstrovert, Introvert, Ambivert

Perbedaan keduanya sebenarnya terletak kepada seberapa besar individunya bereaksi terhadap rangsangan eksternal yang secara kasar bisa dibilang kondisi sosial.

Ekstrovert

Ekstrovert sangat menikmati kegiatan bersama orang lain dan benci kesendirian. Dalam grup mereka senang berbicara, ramah, dan asertif. Mereka juga terbuka dan tidak keberataan dirinya menjadi pusat perhatian. Jika diberi pilihan, ekstrovert akan memilih untuk mengobrol atau main keluar bersama teman dibanding duduk tenang dan berpikir. Mereka sangat bagus berpikir saat mereka berbicara. Sebuah konsep belum cukup nyata bagi mereka sebelum diutarakan atau didiskusikan dengan orang.

Kemampuan ekstrovert untuk membuka obrolan ringan membuat mereka tampak lebih sosial dibanding introvert. Tentu saja ini jangan dikasarkan menjadi mereka banyak bicara sembarangan. Mereka hanya ingin dikenal ramah dan hangat. Meskipun begitu, hal ini sering dianggap oleh introvert sebagai sebuah basa-basi belaka yang tidak diperlukan.

Seorang ekstrovert bisa dilihat sebagai seorang yang selalu penuh energi dan antusias. Mereka merupakan individu yang berorientasi terhadap aksi. Belum kongkret apa-apa kalai belum diaksikan. Ekstrovert sangat menyukai situasi sosial dan bahkan cenderung mencarinya.  Kemungkinan besar mereka akan menjawab “Ayuk-yuk!” atau “Oke…!” atau “Siapa takut..” sambil kegirangan pada setiap aktivitas yang berpeluang memberikan excitement (apa ini Indonesianya ya? Kegembiraan? Kehebohan? Kegirangan?).

Intinya, seorang ekstrovert tertarik pada dan perhatian terhadap dunia luar. Akan tetapi, jangan disalahpahami bahwa ekstrovert itu suka pamer ya. Sombong dan pamer mah bergantung orangnya bukan bergantung ekstro-introversi. Ekstrovert tidak keberatan jadi pusat perhatian bukan karena mereka cari perhatian tetapi hanya tidak keberatan, itu saja. Mereka memang bersifat terbuka dan ingin orang mengenal mereka lebih.

Introvert

Introvert membutuhkan jauh lebih sedikit kegiatan sosial dan aktivitas dibanding ekstrovert. Mereka cenderung tampak tenang atau bahkan tampak pendiam, apa adanya, dan berhati-hati. Introvert lebih tertarik pada dan perhatian terhadap dunia dalam dirinya atau yang berkaitan dengan diri dan pikirannya dibanding dunia luar. Mereka sangat menikmati aktivitas berpikir dan menjelajahi khayalan atau pikiran dan perasaan diri sendiri.

Introvert cenderung terbebani dengan aktivitas sosial yang terlalu banyak dan lebih menyukai aktivitas yang bersifat santai. Kegiatan mandiri seperti membaca buku, main komputer, memecahkan teka-teki lebih mereka sukai daripada jalan-jalan. Mereka  cenderung tertutup dan tidak suka jadi pusat perhatian. Kegiatan di belakang layar mungkin favorit mereka.

Terkadang mereka bahkan menghindari situasi sosial bersama orang-orang karena mereka cepat lelah dalam situasi ini. Hal ini bukan karena mereka benci manusia atau anti sosial. Hal ini pun terjadi walaupun introvert tersebut punya kemampuan sosial atau soft skill yang super.  Setelah beraktivitas bersama orang dalam waktu tertentu, mereka butuh waktu sendiri untuk mengisi energi dan menata kembali pikiran mereka.

Introvert cenderung berpikir sebelum berbicara. Hal inilah penyebab mereka cenderung pendiam karena mereka tidak suka berbicara jika tidak diperlukan. Mereka umumnya suka menulis karena aktivitas menulis menuangkan apa yang ada dipikirannya dan yang terpenting: harus dipikiran sebelum dituangkan.

Meskipun begitu, banyak kesalahpahaman yang diberikan orang terhadap introvert sebagai seorang anti sosial hanya karena mereka tidak looking forward dalam aktivitas luar. Sekali lagi, supaya baik introvert maupun ekstrovert mengerti, introvert bukanlah ansos meskipun memang mungkin ada irisan diantara keduanya.

Introvert tidak berarti mereka tidak punya kemampuan berinteraksi dengan orang. Kemampuan soft skill bergantung pada masing-masing orang, bukan ekstroversi-introversi. Mereka juga bisa enerjik, aktif, dan banyak bicara terutama dalam hal yang mereka sukai. Akan tetapi, hal itu jarang terjadi dalam aktivitas berkelompok karena mereka cepat lelah terhadap hal-hal fisik seperti itu.

Ambiversi

Kedua ekstroversi dan introversi juga tidak mesti sesuatu yang bertolak belakang. Mungkin kita bisa melihatnya seperti Baca Selengkapnya

Masalah dan Kesalahpahaman terhadap Introvert

Pernahkah Anda bertemu orang yang sulit dimengerti? Harus diseret hanya untuk jalan-jalan, makan-makan, kongkow, pesta, atau sekedar kumpul-kumpul? Berpikirnya seribu kali kalau diajak main? Mahal suaranya? Jarang menyapa walaupun dia baru pulang dari jauh? Jika demikian mungkin Anda sedang berhadapan dengan introvert. Saya sendiri termasuk dalam kategori ini.

Introvert? Mahluk apa lagi itu?

Kedua istilah introvert dan ekstrovert diistilahkan oleh psikolog Carl Jung pada tahun 1920. Beliau mendefinisikan keintrovertan sebagai “an attitude-type characterised by orientation in life through subjective psychic contents” dan keekstrovertan sebagai “an attitude type characterised by concentration of interest on the external object“. Mudahnya, introvert adalah orang yang menemukan kedamaian dalam kesendirian. Akan tetapi, hal ini sering disalahpahami oleh orang sebagai “introvert itu pemalu” atau “introvert itu hikikomori” atau bahkan “introvert itu antisosial”. Hal ini sama sekali tidak benar.

Introvert tidak mesti pemalu. Kondisi pemalu timbul karena penderitanya takut atau tidak nyaman dalam kondisi sosial. Mereka cenderung gugup dalam bertemu orang lain dan canggung dalam mengungkapkan sesuatu. Hikikomori meningkatkan skala ini menjadi mengurung diri atau hanya mau tinggal di rumah saja. Biasanya mereka takut berinteraksi dengan manusia 3D atau mungkin antrofobia. Introvert pada umumnya tidak. Lebih tepatnya, kami mengganggap orang lain itu melelahkan atau mungkin reseh.

Ekstrovert merasa hidup jika bertemu orang lain dan redup jika sendirian. Mereka cenderung bosan atau kesepian dalam kondisi sendirian. Jika ekstrovert sendirian barang lima-sepuluh menit, mereka akan langsung mencari ponselnya atau membuka jejaring sosial. Sebaliknya, orang introvert cenderung lelah setelah beberapa jam dalam mode sosial. Setelah itu, kami butuh waktu untuk mendamaikan dan menenangkan diri. Ngecas lah, intinya. Ini bukan antisosial. Bukan pula tanda-tanda depresi. Bagi kami kesendirian sama seperti tidur untuk mengumpulkan kembali pikiran-pikiran dan informasi yang didapat setelah bersosialisasi tadi.

Hasil riset menyatakan bahwa introversi (keintrovertan) dan ekstroversi (keekstrovertan) berhubungan dengan keturunan atau setidaknya berhubungan dengan komponen genetik. Pada buku Introvert Advantage Making Inner Strengths, dijelaskan bahwa neurotransmitter pada otak introvert dan ektrovert memiliki jalur dominan yang berbeda. Introvert cenderung terlalu sensitif terhadap Dopamine, terlalu banyak rangsangan luar membuat mereka lelah. Sebaliknya, ekstrovert tidak bisa mendapatkan cukup Dopamine sehingga mereka butuh Adrenaline untuk membuatnya sebagai pasokan untuk otak.

Jalur peredaran darah pada otak keduanya juga berbeda. Suatu studi mengatakan bahwa peredaran darah pada introvert banyak terjadi di lobus frontal di daerah yang bertugas mengatur pemrosesan internal seperti perenungan dan banyak terkait dalam proses perencanaan dan pemecahan masalah. Sedangkan peredaran darah ekstrovert banyak mengalir pada lobus temporal dan posterior thalamus yang banyak berurusan dengan masalah indera dan emosi.

Jumlah Introvert

Introvert cenderung sedikit dalam populasi global: hanya 25-30%. Hal inilah yang menyebaban introvert cenderung sulit dimengerti orang banyak karena memang kami minoritas, karena masyarakat jarang dilatih untuk berhadapan dengan orang seperti kami. Banyak kesalahpahaman terjadi atas introvert khususnya dari kalangan ekstrovert. Bahkan mungkin bagi seorang introvert sendiri, aksi introvert lain agak kurang bisa dimengerti. Hal ini tidak lain disebabkan karena cara dunia ini bekerja dan kondisi sosial bekerja ditetapkan oleh para ekstrovert tanpa mempertimbangkan bagaimana introvert bereaksi.

Introvert itu arogan?

Tidak juga. Kesalahpahaman ini mungkin ada hubungannya dengan wujud kami yang lebih cerdas, lebih berkepala dingin, lebih tenang, lebih reflektif, dan lebih sensitif dibanding ekstrovert. Selain itu, mungkin karena kami kurang melakukan basa basi, kekurangan yang sering dianggap oleh ekstrover sebagai tindakan meremehkan. Introvert cenderung berpikir sebelum berbicara sedangkan ekstrovert berbicara sambil berpikir. Inilah mengapa rapat-rapat para ekstrovert tersebut memakan waktu tidak kurang dari 4 jam.

Introvert hampir selalu memperkirakan setiap perkataannya atau bisa dibilang cenderung kalkulatif. Apakah perkataan ini  penting, bisa dianggap lucukah, cocokkah ini dengan konteks, bagaimana kira-kira reaksi pendengarnya, atau bagaimana efek jangka panjangnya. Dengan demikian introvert kemungkinan besar tidak pernah keceplosan, semua kata-katanya terencana. Kalaupun pernah terdengar seperti keceplosan, pasti itu disengaja. Saya sendiri pernah beberapa kali melakukan hal ini.

Introvert itu pendiam? Mahal suaranya?

Introvert bukan pendiam walaupun kami memang cenderung diam alias tidak banyak bicara. Hanya saja Baca Selengkapnya

SensOpost: Rubrik Selamat ~ Marhaban ya Ramadhan

Jeruk dan Anggur

Salah satu teman saya pernah memberikan teka teki tentang jeruk dan anggur di Facebook. Teka teki ini mungkin sudah sering terdengar di telinga kita. Teka teki kira-kira berbunyi seperti berikut :

Ada satu gelas jus jeruk dan satu gelas jus anggur. Kedua gelas memiliki ukuran yang sama. Kemudian diambil satu sendok dari gelas yang berisi jus anggur. Satu sendok jus anggur ini dituang ke gelas jus jeruk. Setelah itu, diambil lagi satu sendok dari gelas yang berisi jus jeruk dan cairan ini dituangkan ke gelas berisi jus anggur.

Pertanyaannya: Lebih banyak mana, cairan jus jeruk di gelas jus anggur atau cairan jus angur di gelas jus jeruk

Karena diskusinya cukup seru waktu itu, saya juga ikut memberikan jawaban atau mungkin lebih tepatnya teori (karena nggak ada yang memberikan keabsahan apakah jawaban saya itu benar atau salah). Jawaban saya agak berbeda dari yang lain yang rata-rata menjawab jumlahnya sama, atau jumlah jus jeruk di gelas anggur lebih banyak. Mungkin jika pembaca bisa memberikan keputusan salah-benarnya jawaban saya, saya akan sangat berterima kasih. Tentu saja, jika benar kenapa jika salah dimana kesalahannya. Saya juga tidak yakin dengan jawaban ini soalnya.

Jawaban saya adalah sebagai berikut:

Baca Selengkapnya

Ingin Membahas Tuntas tentang ITB

Kemarin saya menulis tentang 7 Lokasi Ajaib ITB. Tulisan tersebut ditulis dengan membandingkan antara mitos yang beredar dengan kenyataan. Frasa “7 Keajaiban ITB” sebenarnya sudah lama saya dengar semenjak masuk kuliah. Akan tetapi, saya tidak pernah menemukan artikel tentang ini di dunia maya jadi saya tulis saja deh.

ITB adalah salah satu perguruan tinggi yang bisa dibilang eksotik di negeri ini bersanding dengan pendahulunya UI, saudara kandungnya UGM, dan sahabat-sahabat lain. Dengan demikian, sebenarnya banyak sekali yang bisa ditulis dan dibahas dari ITB ini. Apalagi sekarang ITB menerapkan kebijakan invasi, banyak kampus-kampus baru dan program-program studi baru yang dibangun disini. ITB juga banyak bermitra dengan universitas lain dan bahkan membangun replikanya sendiri ITERA. Belum lagi kehidupan standarnya yang banyak sekali acara tiap bulan, keragaman mahasiswa, unit dan kegiatan, fakta-fakta dan fasilitas, serta sejarahnya.

Jangankan itu, bangunan disini pun banyak dan sepertinya bisa dibahas satu-satu. Bisa dilihat sendiri lah dari tulisan saya yang kemarin. Selain bangunan yang saya sebut di tulisan itu, masih ada Taman Ganesha, Menara Kubus, Aula Barat dan Aula Timur, CC Barat dan CC Timur, GKU Barat dan GKU Timur, BSCA (barat) dan BSCB (timur), GSG, Sabuga, dan Labtek-labtek lain. Semuanya unik dan punya gaya berbeda dai yang lain. Tidak sekedar kotak lah. Wow, apa itu banyak versi barat-timur, ya memang di kampus Ganesha banyak gedung kembar jadi mungkin kalau Anda kesini agak bingung juga mencari gedung. Hal ini bisa jadi bahasan sendiri bukan?

Saya sendiri sih sudah membuat rencana tulisan mengenai topik “kampus ITB” ini. Daftar judul yang kira-kira bisa dibahas sudah ada. Akan tetapi, menyiapkannya rasanya kok sulit dan butuh waktu lama. Sebenarnya topik ini disiapkan untuk tahun ajaran baru akhir bulan ini tetapi sepertinya tidak sempat. Hmm… Nggak papa lah nggak pas momennya.

Intinya: anak ITB tingkat akhir ya semestinya bisa memberikan gambaran tentang kampus ITB lebih jelas lah ya. Ngapain aja 4 tahun disini kalau nulis tentang ITB aja nggak bisa. 😀 Sambil nunggu lulus (woy TA woy, kerja woy) tidak ada salahnya mengubek-ngubek kampus sendiri dulu lebih dalam. Supaya puas tidak ada penyesalan setelah lulus dan kangennya lebih kerasa nanti.

Inti lainnya: kalau Anda kehabisan ide untuk mengisi blog kenapa nggak membahas tuntas kampus atau sekolah Anda sekalian. Lumayan kan bisa jadi informasi bagi orang lain dan pamer sekolahan sendiri. Saya juga ingin melihat keunikan kampus dan sekolah di luar sana masing-masing.

Sebenarnya tulisan 7 Lokasi Ajaib ITB tersebut sudah lama saya tulis. Tulisan tersebut saya simpan untuk ditampilkan saat blog saya ini membahas topik “kampus ITB”. Perlu kamu ketahui bahwa sekarang topiknya adalah “blog”. Terus kok tulisan kemarin dikeluarin juga? Ada beberapa alasan.  Alasan 1: sudah kepalang tanggung nih anak baru udah pada datang. Alasan 2: di alur rencana (timeline) blog saya sepertinya masih jauh topik kampus ITB tercapai, di antaranya masih banyak topik lain. Alasan 3: standar, nggak punya tulisan lain jadi ya terpaksa deh. 😀

Terus kok ada tulisan ini? Hehe, lihat alasan tiga di atas. Selain itu, tentu saja untuk meluruskan pentopikan blog ini sekali lagi dan memberikan semacam teaser ke pembaca setia blog ini (kalau memang ada).

Nggak takut didahului blogger ITB yang lain? Ah nggak. Saya percaya anak ITB nggak main plagiarism-an.

Didahului mas! Bukan diplagiat. Nggak masalah sih, sesama blogger kan niatnya saling berbagi tulisan. Walaupun yang dibahas sama kan bisa saja sudut pandangnya berbeda. Lagipula tujuan utama saya blogging kan mengasah tulisan. Hmm…

Namun, mungkin ya butuh waktu yang lebih lama lagi hingga topik “kampus ITB” itu akhirnya siap. Tulisan 7 Lokasi Ajaib ITB tadi saya perlu persiapan yang agak lama: cari bahan, foto sana-sini, dll., apalagi rangkaian tulisan. Terlebih lagi bahas tuntas. Ueghh.. Membayangkannya saja saya eneg (seberapa capeknya menulis semuanya). Akan tetapi ya, semoga pembaca bisa setia menunggu.

Baca Selengkapnya

Mengumbar Mitos: Tujuh Lokasi Ajaib di ITB Kampus Ganesha

Institut Teknologi Bandung merupakan salah satu kampus terbaik di Indonesia, katanya. ITB juga memiliki kampus terkecil di Indonesia, tidak memperhitungkan kampus swasta tentunya. Kampus Ganesha namanya berada di Jalan Ganesha No. 10 (namun semuanya berubah saat si kampus ITB jatinangor menyerang). Karena kecil, bangunan di kampus ini rapat-rapat dan saling terhubung satu sama lain. Akan tetapi, hal ini justru bagus bagi 12.000 mahasiswa disini. Karena dekat, makin eratlah hubungan antar fakultas sehingga sosok yang kita lihat bukan hanya berasal dari jurusan kita sendiri.

Bangunan di ITB lumayan untuk dibuat jalan-jalan atau berfoto ria. Kemudian sebagai kampus teknologi, terdapat beberapa bangunan yang memiliki rancangan unik. Beberapa bangunan lebih terkenal dari yang lain. Bangunan ini terkenal karena ia memiliki “keajaiban” yang khusus dibanding lokasi lain. Beberapa sih bisa diamati benar-tidaknya secara langsung tetapi saya belum menemukan referensi arsitektur yang pasti. Entah itu hanya mitos atau urban legend. Akan tetapi, sebagai anak ITB saya sih percaya-percaya saja.

Mari kita bahas satu per satu, dari depan ke belakang kampus Ganesha ITB.


Masjid Salman

Masjid Salman merupakan titik terselatan dan baling belakang dalam rangkaian Kampus Ganesha ITB di Jalan Ganesha. Masjid Salman adalah masjid kampus pertama di Indonesia. Nama “Salman” sendiri diambil dari nama sahabat rasulullah Salman Al Farisi yang merupakan seorang insinyur dari persia. Nama ini disematkan oleh Presiden Soekarno sendiri.

Ada keunikan Masjid Salman dibanding masjid pada umumnya. Yang paling kentara adalah ketiadaan kubah di atas masjid ini. Bagi Anda anak baru mungkin agak sulit menemukan masjid ini pada saat pertama kali.

Masjid ini juga tidak memiliki tiang penyangga di tengahnya. Ruang utama masjid berupa ruang besar berlantai kayu yang hanya disangga oleh dinding-dinding berpintu kayu di sekitarnya. Masjid Salman merupakan masjid pertama di Indonesia yang menggunakan struktur seperti ini. Dan yang paling penting, tentu saja, ini bukan mitos.


Gerbang Depan

Ya, gerbang depan ITB merupakan salah satu lokasi ajaib. Lebih tepatnya bunga Petrea volubilis yang mengerubungi kedua gerbang depan tersebut. Bunga ini berbunga sekitar bulan Juni-September dan bermekaran paling lebatnya pada bulan Agustus tepat pada saat masa mulai tahun ajaran baru. Kalau sudah Agustus, terdapat pula bunga lain berwarna oranye yang mekar di sela-sela bunga ungu. Seolah-olah bunga-bunga ini hidup untuk menyambut mahasiswa-mahasiswa baru yang akan menghabiskan empat tahun hidupnya di kampus ganesha ini nantinya.

Mitos yang sering terdengar adalah bunga gerbang depan ini hanya berbunga pada saat bulan Agustus atau bulan dimana mahasiswa baru datang. Ini hanyalah mitos karena bunga disini berbunga hampir sepanjang tahun. Sebagai contoh, foto di atas diambil pada awal bulan Mei. Hanya saja biasanya bunganya sangat sedikit. Pada bulan Juni-September bunga gerbang depan ini bermekaran hingga puncak.

Baca Selengkapnya