Pernahkah Anda bertemu orang yang sulit dimengerti? Harus diseret hanya untuk jalan-jalan, makan-makan, kongkow, pesta, atau sekedar kumpul-kumpul? Berpikirnya seribu kali kalau diajak main? Mahal suaranya? Jarang menyapa walaupun dia baru pulang dari jauh? Jika demikian mungkin Anda sedang berhadapan dengan introvert. Saya sendiri termasuk dalam kategori ini.
Introvert? Mahluk apa lagi itu?
Kedua istilah introvert dan ekstrovert diistilahkan oleh psikolog Carl Jung pada tahun 1920. Beliau mendefinisikan keintrovertan sebagai “an attitude-type characterised by orientation in life through subjective psychic contents” dan keekstrovertan sebagai “an attitude type characterised by concentration of interest on the external object“. Mudahnya, introvert adalah orang yang menemukan kedamaian dalam kesendirian. Akan tetapi, hal ini sering disalahpahami oleh orang sebagai “introvert itu pemalu” atau “introvert itu hikikomori” atau bahkan “introvert itu antisosial”. Hal ini sama sekali tidak benar.
Introvert tidak mesti pemalu. Kondisi pemalu timbul karena penderitanya takut atau tidak nyaman dalam kondisi sosial. Mereka cenderung gugup dalam bertemu orang lain dan canggung dalam mengungkapkan sesuatu. Hikikomori meningkatkan skala ini menjadi mengurung diri atau hanya mau tinggal di rumah saja. Biasanya mereka takut berinteraksi dengan manusia 3D atau mungkin antrofobia. Introvert pada umumnya tidak. Lebih tepatnya, kami mengganggap orang lain itu melelahkan atau mungkin reseh.
Ekstrovert merasa hidup jika bertemu orang lain dan redup jika sendirian. Mereka cenderung bosan atau kesepian dalam kondisi sendirian. Jika ekstrovert sendirian barang lima-sepuluh menit, mereka akan langsung mencari ponselnya atau membuka jejaring sosial. Sebaliknya, orang introvert cenderung lelah setelah beberapa jam dalam mode sosial. Setelah itu, kami butuh waktu untuk mendamaikan dan menenangkan diri. Ngecas lah, intinya. Ini bukan antisosial. Bukan pula tanda-tanda depresi. Bagi kami kesendirian sama seperti tidur untuk mengumpulkan kembali pikiran-pikiran dan informasi yang didapat setelah bersosialisasi tadi.
Hasil riset menyatakan bahwa introversi (keintrovertan) dan ekstroversi (keekstrovertan) berhubungan dengan keturunan atau setidaknya berhubungan dengan komponen genetik. Pada buku Introvert Advantage Making Inner Strengths, dijelaskan bahwa neurotransmitter pada otak introvert dan ektrovert memiliki jalur dominan yang berbeda. Introvert cenderung terlalu sensitif terhadap Dopamine, terlalu banyak rangsangan luar membuat mereka lelah. Sebaliknya, ekstrovert tidak bisa mendapatkan cukup Dopamine sehingga mereka butuh Adrenaline untuk membuatnya sebagai pasokan untuk otak.
Jalur peredaran darah pada otak keduanya juga berbeda. Suatu studi mengatakan bahwa peredaran darah pada introvert banyak terjadi di lobus frontal di daerah yang bertugas mengatur pemrosesan internal seperti perenungan dan banyak terkait dalam proses perencanaan dan pemecahan masalah. Sedangkan peredaran darah ekstrovert banyak mengalir pada lobus temporal dan posterior thalamus yang banyak berurusan dengan masalah indera dan emosi.
Jumlah Introvert
Introvert cenderung sedikit dalam populasi global: hanya 25-30%. Hal inilah yang menyebaban introvert cenderung sulit dimengerti orang banyak karena memang kami minoritas, karena masyarakat jarang dilatih untuk berhadapan dengan orang seperti kami. Banyak kesalahpahaman terjadi atas introvert khususnya dari kalangan ekstrovert. Bahkan mungkin bagi seorang introvert sendiri, aksi introvert lain agak kurang bisa dimengerti. Hal ini tidak lain disebabkan karena cara dunia ini bekerja dan kondisi sosial bekerja ditetapkan oleh para ekstrovert tanpa mempertimbangkan bagaimana introvert bereaksi.
Introvert itu arogan?
Tidak juga. Kesalahpahaman ini mungkin ada hubungannya dengan wujud kami yang lebih cerdas, lebih berkepala dingin, lebih tenang, lebih reflektif, dan lebih sensitif dibanding ekstrovert. Selain itu, mungkin karena kami kurang melakukan basa basi, kekurangan yang sering dianggap oleh ekstrover sebagai tindakan meremehkan. Introvert cenderung berpikir sebelum berbicara sedangkan ekstrovert berbicara sambil berpikir. Inilah mengapa rapat-rapat para ekstrovert tersebut memakan waktu tidak kurang dari 4 jam.
Introvert hampir selalu memperkirakan setiap perkataannya atau bisa dibilang cenderung kalkulatif. Apakah perkataan ini penting, bisa dianggap lucukah, cocokkah ini dengan konteks, bagaimana kira-kira reaksi pendengarnya, atau bagaimana efek jangka panjangnya. Dengan demikian introvert kemungkinan besar tidak pernah keceplosan, semua kata-katanya terencana. Kalaupun pernah terdengar seperti keceplosan, pasti itu disengaja. Saya sendiri pernah beberapa kali melakukan hal ini.
Introvert itu pendiam? Mahal suaranya?
Introvert bukan pendiam walaupun kami memang cenderung diam alias tidak banyak bicara. Hanya saja introvert tidak suka berbicara yang remeh temeh apalagi dengan sembarangan orang kecuali mungkin dengan beberapa orang yang baru bertemu pertama kali. Dengan demikian introvert hanya berbicara jika memang dibutuhkan. Introvert lebih suka menjadi pengamat (observer) dan menganalisa keadaan. Hey, orang yang terkuat dalam suatu ruangan atau rapat biasanya yang paling pendiam, bukan? Jika dia sudah bicara yang lain pasti mengangguk-angguk.
Intinya introvert bukan tidak suka berbicara. Mereka hanya tidak suka basa-basi kecuali mungkin dengan teman dekat. Mereka juga cenderung lebih suka pembicaraan yang serius dan mendalam dibanding pembicaraan yang melebar. Kemudian, coba saja ajak saja seorang introvert mengobrol hal yang dia sukai, bisa tidak berhenti-berhenti bicaranya. Mereka juga bukan orang yang tidak pandai berbicara. Banyak seorang introvert yang bisa memberikan presentasi yang hebat. Bahkan banyak CEO yang mengaku bahwa mereka itu sebenarnya introvert, misalnya Bill Gates.
Karena berpikir sebelum bicara dan tidak suka basa-basi, orang yang bicara dengan introvert biasanya tidak luwes, kadang berhenti atau jeda canggung (awkward) di tengah. Mentok. Akan tetapi, karena sifat mereka yang cenderung diam dan kalkulatif, mereka bisa menjadi pendengar yang baik dan terkadang solutif.
Introvert cenderung tertutup?
Mungkin benar. Karena tidak banyak bicara, introvert cenderung tertutup. Introvert juga tidak suka membicarakan dirinya atau hal pribadi ke sembarangan orang. Tidak seperti ekstrovert yang biasanya bicara sampai berbusa-busa dan sering melakukan dialog semi internal, mengutarakan kekecewaan, menjelaskan siapa dirinya, dan apa yang telah ia perbuat ke semua orang. Seringnya perilaku ekstrovert ini membuat gila orang introvert yang mendengarnya. Tidak seperti ekstrovert, introvert sering menyalahkan diri sendiri dan hanya mengutuk kegelapan.
Oh ya, karena introvert cenderung tertutup berbahagialah kalian yang mendapati orang introvert sebagai teman Anda yang bisa bicara terbuka tentang dirinya kepada Anda. Ia bisa menjadi teman setia sepanjang hidup.
Introvert juga tidak suka dirinya dibesar-besarkan atau jadi perhatian orang. Berbeda dengan ekstrovert yang tidak akan ragu atau canggung saat memamerkan pencapaian IP atau target di blognya atau detail mata kuliah yang diambil semester lalu beserta nilainya atau berhasil wisuda dengan cum laude. Introvert tidak. Kami tidak suka jadi bahan pembicaraan. Kami akan cenderung diam misalkan saat menang lomba, mendapat penghargaan, atau pertukaran pelajar ke luar negeri. Saya sendiri pun akan begitu. Misalkan saya mendapatkan kesempatan pertukaran pelajar ke luar negeri tidak akan ada yang tahu meskipun itu teman dekat sendiri mungkin hingga beberapa hari keberangkatan. Saya tidak suka hal itu mengubah pandangan orang atau jadi bahan pertanyaan saat ketemu. Tidak penting.
Introvert tidak sopan?
Sama sekali salah. Saya sudah menyebutkan bahwa introvert tidak suka basa-basi bukan. Kami hanya ingin semua orang hidup jujur apa adanya tanpa ada kata-kata remeh temeh penghalus belaka.
Kami tidak suka mengucapkan selamat baik itu selamat ulang tahun, selamat lebaran, selamat jalan, atau selamat tinggal. Kemudian, kami menganggap pemberian testimoni dan sebagainya itu adalah hal yang melelahkan. We will never look forward to it. Bahkan kami (atau setidaknya saya) hanya akan memberikan sapaan sedikit (seperlunya) kepada teman yang ketemu di jalan.
Meskipun mungkin, jika saya melihat orang lain pergi jauh (misal ke luar negeri) tanpa mengucapkan salam perpisahan saya sendiri juga menganggap hal itu kurang sopan walaupun sepertinya saya juga akan melakukan begitu. Begitu pula kebanyakan orang khususnya ekstrovert. Hal ini tidak lain buku etika yang banyak beredar dan diajarkan di sekolah mengatakan demikian dan ini tak diragukan lagi ditulis oleh ekstrovert. Karena ekstrovert berkuasa, masyarakat pun cenderung memberikan ekspektasi dan akhirnya yang demikian terjadi.
Oleh karena itu, jangan heran terhadap orang yang tidak mau memulai menyapa Anda setelah ia pulang dari bepergian jauh karena bisa jadi dia itu introvert dan menganggap hal itu tidak perlu atau bahkan melelahkan. Sebaliknya, jika Anda mampu datangilah dia dan beri sapaan duluan. Yakinlah mereka akan membalas dengan senyum.
Saya juga membayangkan (dan sepertinya ini memang pernah terjadi) dua sahabat yang masing-masing introvert bertemu sejak lama bertemu hanya akan berhadapan dan bersalaman dengan pandangan yang lebih bermakna daripada kata-kata.
Oh ya, meskipun tidak suka basa-basi, tidak berarti introvert tidak suka atau tidak bisa melucu loh ya. Justru biasanya mereka memiliki humor masing-masing yang orisinil dan berbeda.
Introvert antisosial?
Sama sekali tidak. Memang introvert lebih nyaman dengan pikirannya sendiri. Mereka suka berpikir, suka berkhayal, dan cenderung beraktifitas sendirian atau melibatkan sedikit orang. Akan tetapi, seperti yang ditekankan di atas, introvert bukan benci berinteraksi. Hanya saja kami cenderung tidak ingin melakukan hal yang tidak perlu. Konservasi energi adalah motto kami.
Bertentangan dengan pendapat kebanyakan, introvert juga suka bersosialiasi tetapi dalam cara yang berbeda dan frekuensi yang lebih sedikit dibanding ekstrovert. Kami juga suka kok diajak pergi jalan-jalan hanya saja jika ada kepentingan misal untuk membeli sesuatu, menonton film, atau foto-foto, bukan cuma kongkow tidak jelas. Setelah itu, jika terlalu kami, kami butuh waktu untuk mengecas energi lagi dan mengatur pikiran kami.
Akan tetapi, memang introvert lebih nyaman relaksasi di tempat yang tenang dibanding di tempat ramai (seperti pesta). Itulah mengapa kami susah diajak ke acara-acara atau pesta (misalnya syukuran wisuda) yang ramai. Jika kami datang pun kami tidak tahu harus berbuat apa disana. Tidak ada yang menarik.
Terus kalau ketemu orang introvert gimana?
Jika bertemu orang introvert sapalah dan ajak bicara. Intinya mulailah percakapan. Sudah saatnya orang ekstrovert mengenail lebih jauh orang-orang introvert dan melatih diri berkomunikasi dengan mereka. Mereka tidak menyapa Anda bukan karena mereka tidak sopan, Anda tidak penting, atau bagaimana. Hanya saja itu sudah menjadi bagian dari psikologi mereka. Akan tetapi jangan terlalu banyak bicara keluar topik (off topic) atau tidak sesuai konteks (atau basa basi lah kasarnya) dengan mereka. Hal itu justru akan membuat mereka lelah.
Bagaimana saya memberi tahu teman saya bahwa saya mendukung dia dan menghargai keputusannya menjadi introvert?
Seperti yang dipaparkan di artikel Caring Your Introvert (yang memang juga menjadi basis utama tulisan ini) mengenai langkah baik menangani seorang introvert. Pertama, ketahuilah bahwa introvert bukanlah pilihan. Ia bukan gaya hidup. Ia adalah orientasi. Kedua, jika mememukan introvert sedang melamun atau diam atau bingung di keramaian, jangan menanyakan “kenapa mas?” atau “sehat gan? ada masalah?”. Ketiga, jangan juga mengatakan hal selainnya.
Artikel Terkait
- 10 Myth about Introvert (www.carlkingdom.com)
- Caring for your Introvert (www.theatlantic.com)
- The Upside Of Being An Introvert (And Why Extroverts Are Overrated) (www.time.com)
- Top 5 things every extrovert should know about Introvert (briankim.net)
- Why Introvert Can Make The Best Leader (www.forbes.com)
- Sosok Introvert dan Dunia dalam Pikirannya (kompasiana.com)
gue dulu orgnya spontan dan ngasal,bukan tanpa sebab,karena gue gak kenal ama diri gue sendiri,akhir-akhir ini gue baru sadar gue ini introvert,dan akhirnya semuanya jadi masuk akal buat gue termasuk soal gue dulu,ternyata penyebab gue jadi ekstrovert dulu karena mak gue,akhir-akhir ini mak(ibu)gue maksain gue supaya basa-basi ke org lain karena takut anaknya ga bisa berkembang,nah gue rasa waktu dulu gue ga tau apa-apa and bapak gue sering kerja ke luar kota,dia pasti bilang gitu terus ke gue dan gue praktekin,alhasil munculah gue sebagai anak yg aneh,yg ngasal dan ga tau arah,sekarang gue udah sadar siapa gue,dan walau mak gue maksain gue supaya basa-basi gue cuekin aja dan akhirnya dia nyerah,akhirnya(mungkin aja)dia sadar gue org yg introvert.bapak gue juga seneng dgn kepribadian gue yg sekarang,juga bukan tanpa sebab,dia juga introvert.