Pak Kimura bercerita tentang sampah di Jepang. Kalau disini, kita buang sampah bisa seenaknya. Saat saya bilang seenaknya, itu berarti seenak kita. Mau buang di kotak sampah, selokan, bawah kolong meja, dll. Bahkan saat buang di kotak sampah pun hampir tidak ada yg peduli untuk memisahkan yg mana yg organik mana yg anorganik. Padahal kategorisasi sampah disini hanya dua. Kalau mau buang sampah pun, disini bisa pakai plastik apa saja kan? Mau trash bag betulan merek apa saja, mau kantong bekas dari minimarket, atau kresek biasa. Bebas.
Di Jepang, kata Pak Kimura kita tidak bisa bebas. Disana setiap rumah kalau mau buang sampah wajib berlangganan ke perusahaan pengelola sampah kota. Kalau nggak berlangganan, ya nggak bisa buang sampah. Simpen sendiri aja di rumah. Nah, kalau sudah berlangganan boleh tuh meletakkan sampah di tempat penampungan sampah.
Kemudian, tidak seperti disini yg pakai kantong apapun boleh. Sampah yg dibuang di Jepang harus dikemas oleh kantong plastik khusus dari kota. Intinya, harus beli merek tertentu yg disediakan oleh pemerintah kota. Nggak bisa sembarangan. Cek dulu kantong di kota itu standarnya apa, bisa beda tiap kota soalnya. Nah, kalau ngotot pakai kantong plastik lain, nanti sampahnya akan dibiarkan begitu saja di tempat penampungan sampah. Tidak diambil. Sang pemilik sampah tersebut wajib mengambil lagi sampahnya untuk dibawa pulang.
Kalau nggak diambil lagi, ya malu. Kan ada namanya, ketahuan itu sampah punya siapa.
Lalu, sampah yg diberikan harus dipisah. Hal ini juga diceritakan pada buku Catatan Inspirasi dari Jepang oleh Abdi Pratama. Sama tuh, kalau tidak dipisah nanti sampahnya akan dikembalikan ke rumah pemiliknya.
Loh, kok bisa tahu tukang sampahnya, itu sampah di dalam plastik dipisah atau tidak? Ya, si tukang sampah ngudek-ngudek tuh plastik sampah. Dicek. Kalau tidak dipisah, ya ditinggal atau dikembalikan ke pemiliknya. Karena bukan tugas mereka untuk memisahkan sampah. Wow ya? Kalau disini pasti udah ngamuk orang dan minta petugas sampah untuk memisahkan.
Oh ya, pemisahan disana kabarnya repot loh. Tidak hanya dua kategori organik-anorganik. Bisa lima sampai enam. Sampah terbakar, sampah tidak terbakar. Sampah dapur. Sampah daur ulang seperti sampah kertas, sampah kaleng, sampah kaca, sampah botol, sampah elektronik. Pemisahan tergantung peraturan pemda masing-masing. Lebih lanjut, cek di Garbage in Japan. Bahkan katanya, kalau minum aqua, botol dan plastik pembungkusnya harus dipisah juga. Masuk ke tong yg berbeda. Wow lagi ya.
Saya belum pernah ke Jepang sih jadi belum bisa mengecek kebenaran info ini (semoga ada kesempatan). Tapi menurut berbagai sumber di Internet yg dapat dipercaya, disana jarang sekali ditemukan kotak sampah. Namun, lingkungan kota sangat-sangat bersih. Tidak ada sama sekali sampah berceceran. Kok bisa ya? Memang sudah dibudidayakan dibudayakan sejak SD kali ya. Mentalitas untuk membuang sampah “tepat” pada “tempat”-nya. Kalau nggak nemu, ya kantongin dulu.
Bandingkan dengan di Indonesia. Contoh saja di kantin Sasana Olahraga Ganesha dekat terowongan (tunnel) menuju area sunken ITB. Disana ada belasan tiang penyangga atap dan masing-masing memiliki kotak sampah di bawahnya. Tiap tiang jaraknya mungkin tidak sampai tiga meter. Namun, apakah tempat itu bersih? Well…

Di belakang kamera masih ada lagi pilar berkotak sampah yg posisinya paralel dua lajur. Dan daerah belakang kamera lebih kotor.
Itu di kampus ITB padahal, yang katanya anak-anaknya adalah harapan bangsa (bleh). Gimana kalau di luar kampus…
Btw, Indonesia punya BUMN yang tugasnya mengurusi sampah loh. Namanya Perum Jasa Tirta I dan Perum Jasa Tirta II. Saya penasaran. Mereka kerjanya apa ya sekarang. Kayak tidak terasa gaungnya sama sekali.
Afternote: Kayaknya susah mau mendirikan khilafah kalau muktamar khilafah saja bisa mengubah lapangan parkir menjadi hamparan sampah. Dimana letak akhlak. Dimana…
Ping-balik: KISAH SUKSES PENGOLAHAN SAMPAH | Mine Is Yours
mas, nanti kalo punya anak langsung aja ajarin buat buang sampah yang pada tempatnya berarti ya biar sadar sejak dini, hehe
Kayaknya boleh nih Badr, buat bikin perusahaan swasta buat pengolahan sampah. Tapi ya itu, harus daerah yang kesadaran masyarakatnya tinggi.