Privasi merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Menurut Paul Adam pada presentasinya yang saya ringkasi disini, justru privasi harus menjadi prioritas utama bagi pengguna umumnya dan perancang jejaring sosial pada khususnya. Kesalahan perancangan setelan privasi bisa membahayakan pengguna layanan kita atau bahkan memberikan rasa curiga pengguna terhadap sistem.
Privasi merupakan awal dari kepercayaan yang merupakan titik penting dari bisnis. Jika Anda membuat web bisnis dan perlu berkomunikasi dengan konsumen Anda atau antar konsumen perlu berinteraksi, pertimbangkanlah dalam-dalam masalah privasi ini. Tanpa ada privasi, tidak ada kepercayaan, kemudian tidak ada bisnis.
Penggunaan jejaring sosial yang tidak awas privasi bisa membuat bencana pada kehidupan nyata kita. Sayangnya, hal ini sering terjadi. Kasus nyatanya adalah saat salah satu mahasiswa ITB didemo karena “salah” mengejek salah satu suku di Indonesia pada dinding Facebooknya. Akhirnya dia diskors dan tidak jadi fast track langsung lulus gelar master. Dia tidak paham bahwa seluruh perkataan kita di jejaring sosial bisa menyebar kemana saja. Seperti yang dijelaskan oleh Paul Adam, ia adalah termasuk orang yang :
- meremehkan jumlah pemirsa dari kontennya, dan
- tidak mengira bahwa konten yang dibagi itu persisten
Hal ini dapat dipahami secara wajar karena dua hal di atas berlaku pada dunia nyata. Dalam dunia nyata kita bisa mengatur seberapa besar orang melihat/ tahu kita. Informasi yang kita aurakan juga cenderung bersifat sementara, bisa hilang. Tidak dalam dunia maya. Pos kita bisa dilihat seluruh dunia dan ada selama sistemnya ada. Terkecuali jika sistem layanan tersebut mendukung tingkat privasi yang tinggi dan terus mengingatkan penggunanya.
Contoh lain adalah saat saya melakukan Kerja Praktik di salah satu instansi di Bandung. Di sana saya menemukan berkas bertumpuk (di atas lemari di ruangan kerja) berisi bukti dan laporan beberapa mahasiswa yang diskors. Bukti berupa daftar tweet dan potretan layar. Isi tweetnya kurang lebih hanya sekedar keluhan terhadap sistem pendidikan atau kalimat lega karena sudah masuk liburan. Isinya kira-kira begini:
“Ah, akhirnya bebas juga lelahnya tumpukan tugas mata kuliah X!!”
Mahasiswa tersebut diskors karena dianggap tidak serius menjalani kuliah/praktikum atau dianggap merendahkan si mata pelajaran berdasarkan tweet tersebut. Bahkan orang yang me-retweet pos tersebut juga kena getahnya. Dengan melakukan retweet ia juga dianggap setuju dengan pemilik pos pertama. Syukurnya tingkat skors yang ia terima lebih rendah dari biang utamanya.
Saya tidak mau membahas unsur moral dan prokon (siapa yang salah, berhakkah instansi menghukum orang dari tweet, hukum menghina, kebebasan pendapat, bla… bla…) dari kisah ini tetapi itulah fakta di lapangan. Lembarnya sih bertumpuk dan ada banyak versi tweet lain yang kena skors. Akan tetapi, yang saya baca dan ingat hanya kertas bagian atasnya saja yang saya ceritakan barusan. Bukankah tugas sang pamilik layanan untuk mencegah hal ini terjadi? Mencegah orang yang tak diinginkan melihat sesuatu yang kita miliki. Kemudian mengingatkan kita tentang privasi.
Pada saat Google+ meluncur, ia digembar-gemborkan sebagai situs jejaring sosial yang ramah pengguna. Katanya, ia mempunyai fasilitas dan polis privasi yang lebih canggih dibanding lawan saing seniornya. Mengapa? Apa yang membuat Google+ lebih maju dalam hal privasi?
Pada Facebook, pos (update status.red) memiliki hukum asal publik. Dengan kata lain, setiap pos yang ditulis oleh pengguna Facebook dapat dilihat oleh semua orang di dunia kapan saja selama Facebook masih ada dan Internet masih digunakan orang. Ya, semua orang, bukan hanya teman Anda saja, tetapi juga teman dari teman Anda dan pengguna mesin pencari.
Bukan berarti privasi dari pos pada Facebook tidak bisa disetel. Pengaturannya ada. Akan tetapi, pengguna harus secara eksplisit memilih dan melewati beberapa klik untuk mengecualikan orang-orang tertentu atau memasukkan orang-orang tertentu yang dapat mengakses status tersebut. Hukum asal publik kecuali jika dibatasi pembagiannya.
Pada Google+, pos memiliki hukum asal privat. Jika Anda tidak pernah mengatur setelan apa pun saat pertama menggunakan Google+, pos Anda hanya akan jadi milik Anda selamanya. Google+ meletakkan kotak pembagian tepat di bawah pos yang ditulis. Dengan demikian, pengguna awas dalam membagikan setiap pos baik tulisan, gambar, atau video kepada orang. Pengguna selalu diingatkan. Hukum asal privat kecuali jika dibagikan ke orang lain.
Hal inilah yang membuat Google+ seolah lebih maju dalam hal privasi dibanding Facebook. Hal ini wajar karena memang Google+ dirancang dengan keawasan privasi (privacy awareness) dalam pikiran. Facebook yang dari awal tidak dicanangkan demikian memiliki pendekatan yang berkebalikan.
Lebih jauh lagi, pada Google+ terdapat fitur ripples untuk melihat bagaimana proses pesebaran konten yang kita dan orang lain miliki. Siapa saja yang membagi. Siapa memperoleh dari siapa. Siapa yang paling berjasa menyebarkan pos. Sudah seberapa luas pos tersebut diketahui banyak orang pada saat tertentu. Lebih asyik lagi bukan?
Bukan berarti Google+ lebih baik. Semua tentu berbalik lagi pada pengguna masing-masing. Facebook juga bisa menjadi tempat dengan pengaturan privasi yang baik jika kita mau berusaha. Twitter dan jejaring sosial lain saya kurang paham. Hanya saja memang seharusnya pemberi layanan aktif dalam mengedukasi pengguna layannya atas segala seuatu yang terjadi dan mungkin terjadi.
Kita sendiri juga harus hati-hati dengan setiap konten yang kita bagi dalam dunia maya. Siapa tahu di masa depan, istri atau calon bos melihat kita berbeda dari pos tersebut. Hati-hati dalam berkata. Mulutmu (jarimu) adalah harimaumu. Bicara adalah perak dan diam adalah emas.
Ping-balik: 21 situs sosial media | blog no name
So Nice
Ping-balik: 15 Jejaring Sosial Terpopuler dan Beberapa Situs Lainnya | Blog Kemaren Siang
dari masalah ini dapat saya ambil nilai positifnya, kita sebagai manusia dilatih bicara yg baik (saat ngetweet, ngebuat status, ngpost)… ini sejalan dengan hadist rasulullah yg intinya kita dilarang utk membicarakan orang lain atas kejelekannya…
kalo yg baik2, biasanya gk masalah.. 🙂
pengaturan privasi ini jg ada gk baiknya, ketika kita mengatur benar2 privat, berarti kita tidak secara langsung diberikan kesempatan utk membicarakan semau kita atas masalah/ hal orang lain, yg ini berarti tidak sejalan dngn hadist Rasulullah….