Sosial Politik
Comments 6

Pertemanan, Lingkungan, dan Kompetisi : Sekelumit Cerita dalam Melompati Batu Loncatan Pendidikan dan Kehidupan

Menurut teori kognitif sosial, perilaku manusia itu dipengaruhi oleh lingkungan. Katanya, tiga komponen sosial : manusia, lingkungan, dan perilaku secara intens saling memengaruhi satu sama lain. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua bagian. Satu: lingkungan fisik seperti tempat, ukuran ruangan, atau pencahayaan. Dua: lingkungan sosial, seperti keluarga, tetangga, dan kolega eh teman.

“Dekatilah orang yang menjual minyak wangi. Sesungguhnya bau wangiannya itu akan turut mewangikan kita. Jangan dekati tukang buat besi kerana bau busuk yang ada padanya akan melekat kepada diri kita.” (Hadits, katanya)

Dari hadits di atas jelaslah bahwa lingkungan itu memengaruhi kita. Rasulullah pun memerintahkan kita untuk mencari kawan atau lingkungan yang baik. Lingkungan yang baik akan membawa kebaikan kepada kita. Lingkungan yang buruk akan membuat kita terhempas keburukannya pula.

Kompetisi hadir adalah pertarungan antar organisme, individu, organisasi, atau entitas (duh, ini bahasa inggris semua) dalam mencapai tujuan atau memperebutkan sumber daya [1][2]. Kompetisi hadir secara alami kapan saja dalam lingkungan. Selama hal yang diperebutkan pihak-pihak tadi tidak dapat dibagi, ada kompetisi. Terkadang kompetisi bahkan sengaja dihadirkan, terutama dalam pendidikan dan bisnis. Kompetisi akan memaksa setiap pihak untuk berjuang setinggi mungkin sehingga meningkatkan kualitas masing-masing pihak. Alasannya, karena hanya pihak yang paling berkualitas lah yang akan menang.

Datang bekompetisi, jadilah yang terbaik. (Olimpiade Sains Nasional)

Itu adalah slogan Olimpiade Sains Nasional yang ada di setiap kaos peserta OSN sejak penyelenggaraannya di tahun 2004. Kebetulan saya pernah menjadi salah satu wakil lampung saat OSN 2006 yang diselenggarakan di Pekan Baru, Riau. Ya, kompetisi adalah bagian dari kehidupan. Ia diperlukan untuk meningkatkan standar-standar yang ada.

Alur kehidupan itu dapat digambarkan dalam graf. Setiap titik dalam kehidupan itu hanyalah batu loncatan untuk titik lainnya pada garis nyawa. Setiap kemungkinan yang ada pada masing-masing titik merupakan cabang dalam graf berarah tersebut. Titik pada yang ingin kita tuju di masa depan sangat bergantung dengan titik di masa lalu. Dengan demikian, kita dapat memanfaatkan graf tersebut untuk merancang masa depan kita atau membaca masa lalu. Baca makalah tugas mata kuliah Struktur Diskrit saya yang cupu disini.

Setiap titik dalam kehidupan itu hanyalah batu loncatan untuk titik lainnya pada garis nyawa.


Sedikit Kembali Masa Lalu

Saat saya akan melompat ke jenjang SMA, saya bingung. Di Kota Metro, SMA yang dikenal paling baik pada waktu itu adalah SMA Negeri 1 Metro. Di provinsi Lampung, SMA Negeri 2 Bandar Lampung. Seperti akan mencari laptop, tentu saja saya mengunjungi satu-satu SMA itu. Melihat kondisi dan fasilitas sekolah sekaligus menanyakan apakah prestasi mewakili provinsi dalam OSN bisa membuat mereka lebih terbuka menerima saya. Ternyata tidak ada yang menghargai piagam tersebut. Maklum pada waktu itu, prestasi pendidikan di Lampung memang dipandang sebelah mata.

Saya juga pernah akan mendaftar ke sekolah jauh, SMA Taruna Nusantara. Sekolah ini sangat tenar di Lampung waktu itu. Bagaimana tidak, lulusannya makjoss katanya. Mungkin juga waktu itu biayanya masih terjangkau dibanding sekarang yang biayanya menyaingi ongkos kuliah kedokteran. Akan tetapi, karena satu dan lain hal saya tidak jadi mendaftar. Saya lebih memilih tetap bersekolah di dekat rumah di Metro. Alasan utama tentu saja karena tiga sahabat saya, pendiri SensOpost,  juga memutuskan untuk sekolah di sana. Sederhana, karena teman. Akan tetapi, tentu saja saya tidak menyesal sedikitpun walaupun mungkin saya punya kesempatan yang lebih wah jika sekolah di tempat yang lebih prestis.

Saya memilih masuk ITB bukan hanya karena kampus ini terkenal berkualitas, fakultas STEI masyur dengan jabatan tersusah dimasuki dan kisah-kisah alumni yang katanya punya masa depan yang cerah. Hei, saya dulu juga lulus STAN yang katanya masa depannya jauh lebih terjamin. Di kampus ini saya bisa berkompetisi. Bisa bertemu banyak orang hebat disini. Orang-orang yang bisa saya tulis namanya dengan label teman tetapi dibaca rival. Lebih jauh lagi, kampus ini bisa memfasilitasi saya untuk meloncat lebih jauh. Saya bosan di Indonesia, ingin ke luar negeri. Ingin sekali kuliah di Jepang. ITB bisa memfasilitasi untuk itu, STAN tidak.

Ditulis teman dibaca rival. (Niizuma Eiji, Ohba-Obata’s Bakuman)

Pada akhirnya saya memang hanya berhasil mempertahankan semangat kompetisi di tingkat satu. Terlalu dewa dan tinggi orang-orang di sini, lelah saya mengejarnya. Saya tahu saya tidak akan pernah bisa menang. Akhirnya saya menyerah dan memilih menjadi mahasiswa biasa yang menyikapi semuanya dengan santai. Dalam tiga tahun terakhir, sesuatu yang membuat saya berdebar (thrilling) hanyalah tes ujian TOEFL dan lomba sprint dengan teman saya.

Beberapa kali percobaan untuk kabur keluar negeri pun belum juga direstui oleh Yang Maha Kuasa. Kesempatan berorganisasi juga saya tinggalkan dengan alasan sibuk tubes ditingkat tiga. TA juga masih terhambat psikologi. Pekerjaan juga sering terlantar. Sekarang, saya malah sibuk mengasah tulisan dan membenahi blog. Loh, kok jadi curhat?

Namun, saya sangat bersyukur bisa bertemu segala kemegahan yang ada di kota ini dan kampus ini. Bertemu orang-orang yang kelak mungkin menjadi para pemimpin negara ini. Bertemu orang-orang yang kini menjadi stakeholder kehidupan saya dan memegang masa depan saya. Mereka membentuk karakter dan pola pikir saya seperti sekarang ini walaupun sama sekali belum ada yang dapat dibanggakan.


Cerita Utama : Adik Mau Lulus SMP?

Tahun ini adik saya akan melewati salah satu masa pentingnya, lulus SMP. Dengan demikian, dia harus memilih mau masuk SMA mana dalam waktu dekat ini.

Tinggal di kota pesisir Tanjungbalai, Sumatera Utara yang cukup jauh dari peradaban, adik saya bersekolah di SMP Negeri di pinggir kota pesisir tersebut. Namanya juga kota pesisir, tidak ada orang yang jauh-jauh datang bersekolah disana. Yang ada hanyalah anak-anak pesisir dari daerah pesisir tersebut. Mungkin, masih lebih baik di Metro, Lampung yang mengklaim dirinya kota pendidikan. Masih banyak ditemukan orang dari daerah jauh lintas kabupaten di Metro, walaupun kedua kota ini sebelas dua belas lah tingkat pembangunannya.

Sebagaimana anak pesisir, hanya sedikit yang mempunyai harapan besar dalam hidupnya. Mau bagaimana lagi, sedikit lapangan pekerjaan yang ada di Tanjungbalai ini. Pekerjaan utama masyarakat adalah nelayan. Yang lain mungkin bisnis atau ya jadi PNS.

Sebagai makhluk sosial yang baik, tentu saja setelah pindah dari Metro di kelas dua SMP, adik saya juga mendapatkan kawan disini. Kemudian, ketika dia menelpon saya dan bertanya “Jurusan SMK apa yang bagus untuk kerja dibengkel”, saya bisa membaca semua alur yang memengaruhi jalan pikirnya tersebut. Pasti kebanyakan temannya berpikiran seperti itu sehingga dia berpikiran sama.

Hampir setiap keputusan penting Anda dalam hidup ini dipengaruhi teman Anda.

Bukan meremehkan SMK dan meninggikan SMA tetapi saya sangat kecewa dengan pikiran adik saya tersebut. SMK dan SMA sama-sama memunyai kelebihan asal dijalani dengan serius dan sesuai dengan minat. SMK memiliki peluang yang lebih besar dalam pekerjaan. Kurikulum pendidikan SMK yang memang ditujukan untuk mengasah kemampuan ketrampilan dunia kerja. Selain karena dididik untuk berkerja bukan berfikir, lulusan setingkat SMK (dan SMA) pastinya lebih banyak dilirik orang karena memiliki standar gaji yang cenderung lebih rendah dibandung lulusan pendidikan tinggi. Sebaliknya, masa depan siswa SMA jauh lebih kabur meskipun lebih berpeluang. Hanya saja karena tidak dididik untuk bekerja, lulusan SMA membutuhkan sekolah lanjutan di perguruan tinggi. Biaya kuliah pun saat ini selangit. Tidak hanya itu, lulusan perguruan tinggi itu banyak maunya, meminta gaji tinggi lah, sehingga kurang dilirik pemunya lapangan pekerjaan. Perbandingan secara lebih lengkap (komprehensif bahasa kerennya.red) bisa anda baca di tautan ini.

Yang saya permasalahkan adalah dia kurang jauh memikirkan masa depannya. Dia sudah meletakkan batu pancang untuk mengejar bengkel. Menurut saya, pekerja bengkel itu kehidupannya ya itu-itu saja. Kurang bisa dibanggakan. Mungkin untuk kehidupan kota kecil Tanjungbalai pekerjaan itu cukup memadai. Tetapi kenapa hanya berpikir sebatas Tanjungbalai. Mengapa tidak terbesit di kepalanya untuk meraih jalan yang jauh lebih besar. Ke luar negeri misalnya atau setidaknya ke Bandung atau Medan lah.

Tentu saja tidak, dia itu baru mau lulus SMP dan lingkungan memengaruhinya. Ketika saya lulus SMP saya juga belum terbesit untuk mimpi sejauh itu.

Namun, saya yang sudah berhasil menembus ITB dan hampir lulus ini (semoga :D) tentu saja sangat menginginkan adik saya mengungguli saya. Saya sendiri menganggap ia punya potensi yang cukup besar (ya iya lah ya, mana ada kakak yang menganggap adiknya maha cupu dan tak punya harapan). Sangat sayang jika ia hanya bersekolah di kota pesisir itu lagi, sekolah yang belum ada namanya. Seorang dengan potensi yang bagus tidak akan terasah jika tidak ada kompetisi, bukan? SMA (atau SMK) yang baik akan memberikannya teman yang baik dan mendidiknya secara baik. Pada akhirnya, SMA itu membentuk masa depannya yang lebih baik lagi.

Masalahnya SMA sekarang jauh lebih mahal dibanding biaya kuliah saya. Apalagi SMA yang memiliki kualitas. Apalagi SMA yang namanya sudah menasional. Saya juga belum mampu untuk membiayai ongkos sekolah adik saya. Kedua adik saya tidak bisa mengenyam SMP yang bagus di Metro juga karena terkendala biaya. SMP saya dahulu telah merubah dirinya dengan gelar SBI sekolah berstandar internasional. Biayanya sudah selangit lebih mahal dari biaya kuliah ITB.

Bagaimana ini teman-teman? Ada yang punya pendapat? Ada yang punya link beasiswa SMA? Atau biarkan dia SMK atau SMA di Tanjungbalai saja dengan harapan “berlian di lumpur akan tetap menjadi berlian”? Ataukah saya terlalu jauh memikirkannya, saya sendiri kan milih SMA karena teman? Ngomong-ngomong, setelah SMK itu bisa kuliah nggak ya?

Haha, maaf-maaf sudah menulis ultra panjang pertanyaannya bejibun pula. Terima kasih telah membaca. Jika ada tanggapan atau usulun, saya akan sangat berterima kasih jika Anda mau menulisnya di bawah.

6 Comments

  1. Ping-balik: Bagaimana Saya Ingin Mengisi Blog Ini | Blog Kemaren Siang

  2. Ping-balik: Bagaimana Saya Sekarang Mengisi Blog Ini | Blog Kemaren Siang

  3. Ping-balik: Jejaring Sosial Nyata (3 dari 3) ~ Privasi | Blog Kemaren Siang

  4. Ping-balik: Jejaring Sosial Nyata (2 dari 3) ~ Pengaruh dan Identitas | Blog Kemaren Siang

  5. Ping-balik: Jejaring Sosial Nyata (1 dari 3) ~ Relasi Sosial | Blog Kemaren Siang

  6. Ping-balik: Utamakan Ukhuwah : Dan Kisah Dua Masjid di Belakang Rumah | Blog Kemaren Siang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.