Hari raya qurban sudah beberapa hari berlalu. Kambing-kambing dan sapi-sapi telah dipotong. Daging-daging telah dibagikan ke rumah-rumah warga. Sebagian malah sudah disate dan disop. Kini keadaan telah kembali ke hari-hari biasa. Hingar bingar Idul Adha sudah mulai redup. Yang tinggal kini adalah menunggu para jemaah haji pulang dari negeri para nabi.
Sebelum masuk ke artikel ini, Anda pasti bertanya-tanya tentang judul pada artikel ini. Mana mungkin Idul Qurban ada efek buruknya? Penasaran Anda klik juga tautan ke artikel ini. Iya kan?
Oke lanjut. Di cisitu, pelaksanaan pemotongan hewan kurban adalah di gang Cisitu Lama 5. Tepatnya adalah lapangan futsal di samping GOR Bulu Tangkis. Hewan yang dipotong disini kurang lebih ada 20an. Jumlah tepatnya saya tidak tahu. Yang jelas, malam sebelum mereka dibantai, saya melihat ada setidaknya 5 sapi dan belasan kambing diikat disana.
Mari percepat waktu ke dua sampai lima hari kemudian. Gang 5 di dekat lapangan ini adalah jalan yang paling saya hindari. Kenapa? Karena bau bangkai dan darah sangat menyengat disana. Sekali lewat masih bisa tahan. Dua kali agak menahan muntah. Tiga kali tidak kuat. Akhirnya saya beralih jalur ke gang 4 kalau mau salat wajib di Masid Ar-Rohim di ujung Gang 5. Herannya, ada beberapa orang/anak warga sekitar yang masih duduk-duduk di kanopi lapangan futsal. Kok tahan ya…
Ya itulah, efek buruk yang saya maksud. Tidak ada yg istimewa bukan. Hey, itu bahkan bukan efek buruk Idul Qurban itu sendiri. Cuma keteledoran warga yang tidak terlalu rapi membereskan TKP setelah hajat dilaksanakan hingga mengganggu pejalan kaki. Plus hujan yang tak kunjung datang untuk membereskan segala jejak darah yang masih menempel di permukaan tanah.
Sekitar seminggu kemudian, suasana (baca: aroma) lapangan ini kembali ke aroma segar berdebu seperti biasa. Kebetulan juga malam sebelumnya ada sedikit hujan yang bersedia mampir. Dengan ini, tuntas sudah suasana Idul Qurban yang sangat sosial tersebut.
Judulnya provokatif banget, hehehe… kreatif.