Unik di Jepang
Comments 7

Derita Bujangan di Negeri Orang: Harus Masak Sendiri

Dua minggu ini saya tidak pergi kemana-mana. Jadi, tidak ada artikel jalan-jalan untuk jatah minggu 23 November – 8 Desember. Sebagai gantinya, saya akan curhat/pamer/minta tolong tentang sedikit keseharian saya di Jepang ini yang berbeda dengan di Indonesia. Jika saat ngekos di Bandung (atau kota lain di Indonesia), kita bisa dengan mudah mendapatkan makanan. Tinggal beli. Enak. Murah. Praktis. Disini tidak. Selain harga lebih tinggi, diragukan kehalalannya, jauh pula dari kampus. Maklum masih sendiri jadi nggak ada yg masakin, pilihannya hanya satu: memberanikan diri masak. Yah, kalau yang di bawah mau masakin sih lain lagi ceritanya.

Sebenarnya saya mau buat satu artikel untuk setiap jenis masakan yang saya coba buat. Cuma nanti blog ini jadi blog masak kan nggak enak juga. Dan kebanyakan jadwal juga penuh dengan jalan-jalan. Oh ya, sedikit review streak saya jalan-jalan tiap minggu hingga akhir minggu kemaren adalah:

11 Oktober 2013: Orientasi Beasiswa Aichi di Balai Kota Nagoya
12-13 Oktober 2013: Festival Kampus TUT – Gikadaisai

19 Oktober 2013: Menari di Jalanan Toyohashi, Festival Kota Toyohashi
27 Oktober 2013: Jadi Pengantin Dadakan di Festival Rakyat Tahara
04 November 2013: Momiji ke Danau Fujikawaguchi, dekat Gunung Fuji
10 November 2013: Jadi Special Police alias Samurai di Futagawa Honjin Matsuri
17 November 2013: Jalan-jalan saja ke Kota Nagoya mengunjungi Kuil Osu Kannon, Pusat Perbelanjaan Osu Kannon, dan Kastil Nagoya
23 November 2013: Momiji Bersama Keluarga Besar Indonesia Toyohashi ke Kyoto

Semua sangat menyenangkan. Untuk pertama kalinya, dua akhir pekan ini (30/11 & 7/12) saya tidak kemana-mana. Cuma hari ini (7/11) ada makan-makan KOCHA PPI + FAREWELL + WELCOME PARTY dan besok (8/11) ada katanya makan-makan MUSLIM GATHERING di MASJID sih, jadi enak juga. Mungkin nanti saya ceritakan juga.

Kembali ke masak-masak. Sebenarnya, dibilang masak sih agak kurang tepat. Soalnya, disini yang diandalkan adalah bumbu-bumbu jadi. Belinya di masjid. Bukan merk Royco sih, kebanyakan Bamboe. Karena itu, nggak perlu numbuk pala, jahe, kunyit, merica, bawang, daun jeruk, dll. Wong nyarinya juga kadang susah di supermarket. Namun, mengingat bahwa latar belakang masak saya NOL, agak ragu juga untuk memulai. Patut diketahui bahwa saya hanya pernah masak empat hal sebelum ke Jepang: mie, air, nasi, dan telor. Nggak pernah motong-motong, nggak pernah belanja bahan makanan, dan nggak tahu sangrai dan tumis itu mahluk apa. NIHIL.


Jadi, eksperimen masak pertama saya adalah tumis sayur kol! Agak ragu juga mau menumis waktu itu. Live, dibimbing oleh ibu saya dan chef Sidik Soleman waktu itu.

Sebenarnya saya masak tumis ini karena terpaksa. Ngobrol sama si Sidik, tadinya mau masak sayur kuah gitu. Nah, saya mau beli caisin deh, di sayur enak, kata dia. Ke Supermarket, saya kita caisin yang ini. Setelah dikonfirmasi kok bukan. Gagal deh masak sayur bening, akhirnya terpaksa menumis. Kekko umai zo… (menurut lidah saya yg susah membedakan rasa ini) Untuk hasil masakan yg pertama.


Level selanjutnya: daging! Betapa kagetnya saya ketika seminggu pasca Idul Adha, sudah malam mau tidur, pintu kamar diketok dan saya dikasih daging. Kirain titipan PPI buat acara naon atau disuruh beli gitu. Setelah ditunggu tiga hari gak ada respon, oh bener untuk saya berarti. Hmm.. Daging. Bertulang pula, namanya daging kurban. Tantangan berat nih.

Seminggu kemudian, saya beranikan diri untuk mengolah itu daging. Tentu sebelumnya konsultasi ke ibunda terlebih dahulu. Katanya disemur aja… Terus saya dikasih detail resepnya yg saya juga nggak tau benda itu wujudnya yg kayak mana dan belinya dimana. Eh, ternyata di masjid ada tuh bumbu jadi semur. Ya udah: beli, liat resep yg di belakang sachetnya, beli beberapa yg kurang, buat deh.

Proses dan hasilnya dapat diamati di gambar:

Kayaknya saya dikasih daging sekitar setengah kilo. Nah itu porsi saya habiskan sendiri selama dua setengah hari (5-6 kali makan). Mau ngundang teman-teman lantai bawah makan ragu juga (walaupun mereka udah ngundang saya minggu sebelumnya). Nggak pede. Dan barang saya kurang (maksud saya dg “barang” adalah meja, piring, kursi, sendok). Jadi ya makan sendiri.


Next: Ayam Goreng. Kalau ini insiatif sendiri. Pengen nyobain ayam. Bingung juga pas beli ayamnya. Di masjid ada beberapa pilihan ayam: ayam utuh, boneless, sama apa gitu. Saya pilih aja yg paling murah, ayam utuh. Harganya 400 yen (kalau tidak salah), lebih murah dari tempe. Toh beberapa hari sebelumnya sudah ditutor cara memotong ayam utuh oleh Mas Iwan. Saya potong ayamnya menjadi potongan 12 (dan ternyata masih gede juga).

Jadi saya ingin masak ayam goreng tepung. Saya udah niatin beli tepungnya loh, 1 kg. Sampai sekarang baru pas masak ayam ini dipakenya, haha… Dengan bimbingan ibu saya, saya memulai masak. Katanya, kalau mau masak ayam tepung, ayamnya dilumuri kocokan telur dulu. Lalu, masukin ke tepung. Baru goreng.

Nah bagian yang saya tidak mengerti adalah itu tepung dicampur air nggak ya. Pertama saya coba pakai air sedikit. Eh tepungnya menggumpal. Harus ditempel-tempelin ke ayamnya deh. Lalu saya coba tanpa air. Celup telur, celup tepung, cemplungin ke minyak. Agak aneh, nggak nempel gitu tepungnya. Hmm… Terus saya coba dengan air banyak. Lebih aneh lagi, cairan tepungnya.

Akhirnya, sisa tepungnya banyak dan gumpalan tepung tersebut juga ikut digoreng. Habis dibuang sayang. Lumayan untuk snack, penetralisir ayamnya.

Yang saya nggak mudeng juga adalah jumlah minyak. Kalau banyak kok sayang ya. Kalau dikit, merata nggak sih? Terus, pas goreng awal-awal, minyaknya meledak-ledak. Itu normal gak to?? Saya masak goreng telor, ikan, numis dencis, dll juga awal-awal minyaknya meletup-letup gitu. Hmm… Eh ya, masak dencis itu enak ya praktis. Susah buka kalengnya doang. Kok, waktu saya, Fikri, dan Sidik sering masak decis di kosan dulu repot kayaknya ya.


Sugi, kembali ke dunia tumis menumis. Saya ceritanya pengen numis kol yang agak beda, nah salah satu resep di Internet yang saya temukan melibatkan tahu. Dulu pas nyoba numis pertama itu udah nemu itu resep, tapi kan belum ada bahannya. Jadi kali ini saya pengen nyobain sehingga saya beli deh tahu di supermarket terdekat: Syokusaimura.

Ternyata tahu yang saya beli salah lah. Tahunya itu nggak bisa buat goreng! Pas digoreng aneh. Kayaknya itu tahu spesialis rebus deh. Haha, jadinya aneh dah… Tapi lumayan eatable sih.

Karena bosen kol, saya juga menumis campuran lain. Misalnya brokoli. Saya salah motongnya lah waktu itu, kurang kecil-kecil. Atau jamur. Disini banyak jamur euy. Pengen nyobain semua… Kayaknya tumis yang paling banyak saya lakukan deh dua bulan ini (setelah masak mie dan dadar telor, tentunya).


Terus nyobain sayuran bening sekali-kali. Ada resep yang lumayan bagus. Pake telor puyuh dan udang gitu. Kayaknya keren kan…

Bening euy. Seger. Pinter. Shalehah. Anak pejabat. Masih muda lagi. (maaf becanda) Lumayan hasilnya loh. Bau segarnya kerasa saat airnya mendidih. Dicoba, emang segar sekali ini sayur. Baguslah buat dimakan (Disclaimer: saya agak sulit membedakan antara kurang garam dan keasinan)

Tapi ternyata saya nggak terlalu suka sayur bening. Hm.. Kayaknya aneh gitu kalau makan nasi pakai sayur bening doang. Nggak ada temennya atau sambelnya. Rasanya kurang aja.


Terakhir: daging lagi. Kali ini insiatif sendiri tanpa paksaan. Beli daging di masjid. Biar mudah diolah beli yang boneless walaupun agak mahal dikit. Adanya daging 1 kg. Karena itu buanyak banget untuk pria single seperti saya, daging itu saya bagi tiga. Masing-masing untuk masak tiap minggu.

Minggu pertama saya masak daging soto makasar. Agak aneh karena nggak bening kuahnya, itu item-item yang keluar saat merebus daging naon sih!

Saya lupa ambil fotonya

Minggu kedua daging goreng balado. Campung kentang gitu. Yang ini lumayan enak loh (disclaimer: saya tidak bisa membedakan rasa makanan).

Daging balado

Daging balado

Minggu ketiga (minggu ini 7/12) sop daging. Tentu, semua bumbunya adalah Bumbu Bamboe beli di masjid.

Sop Daging

Sop Daging Campur Wortel, Lobak, dan Jamur Shitake


Begitulah kawan cerita saya menuju dunia masak yang begitu panjang dan dalam. Cuma cerita bujangan yg terpaksa masak karena bibi yang biasa masakin ketinggalan di Bandung, dan sekarang nggak ada yg masakin lagi. Banyak acara makan-makan sih disini, alhamdulillah. Cuma ya nggak setiap hari juga (sayangnya).

Beberapa eksperimen masak saya lewat karena terlalu trivial. Kayak goreng ikan, goreng ebi, mensangrai (saya baru tahu kalau sangrai itu goreng tanpa minyak beberapa minggu lalu, bisa ya goreng tanpa minyak???), ekspresimen masak dencis dan jumlah air tambahannya, dll. Maaf, artikel ini saja sudah menggangu nafsu makan Anda kan, bagaimana kalau yg gitu-gitu didetailkan. Terima kasih sudah menahan sampai ke paragraf ini. Kalau ada usul masakan yg gampang tapi enak silakan tolong saya.

Oke, tiba kita di pengujung acara. Nantikan cerita masak saya di waktu dan channel yang sama. Salam Master Sep!

7 Comments

  1. Salam kenal mas ..iya klu di rsa kurang enak saus tiram tinggal masukin aja .setelah saya baca artikel blog nya menarik banget hidup di perantauan emang susah sy merasakan nya sendiri.saya baru memulai menulis artikel blog resep masakan ,belum seberapa bagus tp saya masih mempelajarinya.sukses slalu mas.

  2. Meletup-letup itu biasanya karena air. Wajar kalau goreng ikan meletup-letup.
    Kenapa nggak beli ayam boneless, terus dirimu potong kecil-kecil, habis itu kau goreng? Keknya bisa lebih hemat minyak. Kalau goreng ayam kan memang deep fry (minyaknya banyak).

    Hmm, dulu saya pernah buat jamur krispi, keknya nggak perlu ditabah air deh. Cukup diguling-gulingkan di tepung sampai merata terus goreng. Tepungnya kan nanti nempel sendiri kalau dagingnya basah. Mungkin kalau ayam krispi begitu juga.

    • Iya, kata ibu saya juga karena air. Cuma kok kadang udah yakin dilap bener2 masih meletup juga ya…

      Deep fry itu banyaknya semana sih. Apa harus pakai wajan bukan teflon…

      • Nggak perlu dilap juga sih. Haha. Ya memang kan dilap tidak menjamin jadi kering. Wong telur kadang bs begitu kalau minyaknya agak banyak.

        Hmm, rasanya buat deep frying minyaknya itu cukup buat si benda yang digoreng tenggelam atau bisa berenang-renang nggak sampai tenggelam (cuma setengah doang). Pakai teflon bs sih, tapi mungkin cari telfon yang agak kecil biar nggak butuh banyak minyak (kecil dan dalam). Hmm, sisa minyaknya buat besok lagi (sampai dua kali). Kaya mamang gorengan itu, tapi nggak sebanyak itu juga.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.