Bandung
Tinggalkan sebuah Komentar

Strange Adv. “Cililin//Ciwidey”, Part.3 – Turning Point

Perjalanan yang cukup panjang ini terasa cukup melelahkan. Satu seperempat jam lebih sudah kami berjalan tanpa henti. Motto kami saat itu, hanya dua hal yang bisa menghentikan kami: sampai atau nabrak orang. Setidaknya banyak hal unik yang terjadi di perjalanan ini, apalagi segarnya udara plus asrinya pemandangan kanan dan kiri jalan. Memang, hal terbaik dari petualangan adalah pemandangan yang unik dan kondisi yang tak terperikan.

Melewati Nanjung, kami akhirnya sampai di Marga Asih. Paman Bambang dulu tinggal di kompleks ini sebelum pindah ke Cililin. Sama seperti daerah sebelumnya, tampaknya di sini cuma ada satu jalan utama beraspal agak bolong-bolong. Bedanya, di sini lebih padat penduduk dan ada satu belokan jalur agak tanah dua mirip perumahan ke kiri. Jalan di dua daerah ini kabarnya baru diperbaiki/ diaspal sehingga kami beruntung tidak menikmati jalan yang berlubang.

Perjalanan hampir berakhir ketika jalan kembali normal. Agak lebar tapi tidak selebar lintas kota Bandung-Cimahi, jalan setelah Marga Asih dikelilingi gunung tinggi keroakan. Kayaknya gunung ini habis dijarah manusia buat rumahnya. Jalan yang turun naik berujung di pertigaan dengan plang Cililin ke kanan dan Ciwidey ke kiri.

Kami pun mencari  kios jualan baju tempat si paman biasa berada. Jalan di Cililin rupayan tidak manunggal. Ada beberapa pertigaan yang kadang jarak tiap dua pertigaan cuma 5-10 meter. Tak heran Bambang menyebutnya perempatan. Setelah dua perempatan berlalu, kios itu ditemukan di kiri jalan. Kami berhenti dan Bambang pun masuk ke dalam. Perjalanan satu setengah jam pun berakhir.

Diterima dua kabar, dan di postulatkan dua keputusan.

“Motornya sedang di Orosinilkan di Bengkel. Bisa diambil nanti sore kata Paman. Ya udah biar Paman aja nanti yang nganterin. Kita pulang saja.”

Tutur Bambang lugu.

Heran dan melayang ku teringat pada kulit pantatku yang sudah menyatu dengan sidi. Perjalanan sejauh ini dengan bad mood hampir separuh perjalanan dan pengorbanan kulit pantat, hanya berujung begini rupanya.

Aku pun mengusulkan untuk ke Ciwidey dulu. Mengingat unit kami Ubala akan mengadakan wisata dan butuh survey, ini kesempatan yang bagus. Di Ciwidey kabarnya banyak situs wisata alam dan kami tidak tahu yang bagus berkocek pas yang apa. Ya sudahlah, kami pun setuju, sekedar untuk mengintip. Semoga saja dekat.

Pertigaan Marga Asih-Ciwidey-Cililin pun terlewati. Jalan yang menanjak tak menyurutkan gelinding ban motor kami. Sampai di suatu tempat kami melihat ladang sutet di kiri jalan. Sebuah hamparan padang luas dengan latar gunung yang ditumbuhu batang-batang besi bercabang. Kami pun berhenti dan mengambil fotonya, lumayan daripada gak ada hasil.

Ladang SUTET 1

Ladang SUTET

Ladang SUTET

Ladang SUTET

Di dekat situ ada warung Baso. Kami bertanya ke ibu penungguna tentang keberadaan Ciwidey dan Kawah Putih. “Oh, kesana terus aja dek. Deket kok, mungkin tujuh kilo. Di sana banyak tempat wisata, tinggal pilih aja.” Merinding juga ndenger tujuh kilonya. Kepalang tanggung tapi, lanjutkan saja.

Tak jauh dari situ, sekitar satu-dua kilo kami melihat sebuah gapura. BUMI KRSNA tertulis di atas gapura lengkungnya. Mungkin ini tempat wisata juga, toh disini banyak begituan, pikir kami. Gapura itu kami foto dari seberang jalan untuk dokumentasi. Bambang kurang puas. Dia mengambil K790i ku dan masuk ingin memfoto patung yang menghiasi gapura tadi. Tak berapa lama setelah di sana, Bambang menghilang.

KRSNA

KRSNA

Rupanya Bambang tertangkap. Satpam di sana menegurnya sedang ngapain. Dengan jujur dijawabnya “saya sama teman saya di depan mau nyari tempat wisata buat disurvey buat acara unit”. Beberapa satpam mengintipku. Yang lain mengingatkan, “Ini bukan tempat wisata. Ini perumahan. Gak boleh sembarang foto disini.” Lalu dihapuslah foto-foto kami tadi. Dengan terpaksa Bambang meninggalkan situs itu dan mengajuk ku  cabut.

Dasar orang Indonesia. Dasar bangsa tempramen, plagiat, malas, dan gak senang menyenangkan orang lain. Rumahnya difoto ngamuk. Yang ini malah bukan rumahnya, dan juga bukan rumah. Terlalu khawatir dengan foto ya. Takut di santet apa. Atau takut dibom lewat foto. Bule aja kemana-mana moto-moto, santai aja. Hmfff… Welcome to Indonesia, desahku.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.