Overriding Subhanallah?
Tadi malam, ada yang tidak biasa di shalat tarawih Masjid Salman. Setidaknya berbeda dibanding 9 hari sebelumnya (dan tahun-tahun kemaren). Ketidakbiasaan itu mulai terlihat dari panggilan berdiri untuk shalat tarawih pascakultum. Biasanya, Salman selalu informatif dalam setiap kegiatan. Imam tarawih sebelum memulai selalu memberitahu ini mau shalat apa, teknisnya bagaimana. Dengan demikian, jamaah yang baru shalat di Salman kali ini juga tidak kecele dg teknis shalatnya (2 rakaat vs 4 rakaat, dll). Kali ini tidak. Langsung ada panggilan. Itu pun biasanya cuma ashshalatul jami’ah, nah yg ini agak panjang kayak di masjid-masjid rumah. Terlebih lagi, bacaan Al Fatihahnya agak cepat (empat ayat pertama satu nafas) meskipun ayat setelah Fatihahnya masih ayat yg tidak biasa (bagi kebanyakaan orang (non tiga juz terakhir lah, mungkin)). Kemudian, antar shalat tarawih pun jedanya tidak terlalu lama. Mungkin cuma cukup untuk dua kali push up lah. Hmm… Bukan imam yg biasa di salman nih, Namun, “ketidakbiasaan” yg utama terjadi di batch kedua shalat tarawih ini (kan 8 rakaat, jadi 4 rakaat – 4 rakaat, dua batch). Di rakaat kedua, imam bertakbir setelah baca ayat. Ya, wajarnya …