Unik di Jepang
Comment 1

Lomba Lari, Cideranya Tangan

Halo, teman-teman panitia. Ini saya nggak tahu ya ide siapa. Nggak tahu nih ya. Lombanya lari estafet. Tari larinya harus bolak-balik. Terus batas baliknya adalah dinding seberang. Dindingnya harus dipegang. Nah… Siapa ini yang punya ide.

Emang nggak mikir ya… Yang namanya lari itu ya kecepatannya tinggi Pan. Cepet-cepetan. Masak iya disuruh pegang dinding. Ya sama aja nyuruh orang nabrak itu Pan. Nggak ada ide lain apa… Perpanjang jarak dong pan. Pakai sisi panjang dari gym nya. Jadi nggak perlu bolak-balik. Kan estafet pan? Atau bolak-baliknya di mana kek, asal jangan dinding.

Salah saya sih ya kali pan, lari kok nggak ngerem. Nggak pernah denger juga tuh ada pelari dunia yang “wow rekor ngerem terhebat, dalam setengah detik dari 100m/s jadi 3 m/s”. Kurang gahul kali ya. Tapi coba ada kejadian gini di US ya pan, ada kejadian gini. Walah, udah kena sue sana-sini. Sue ora jamu lah.

Saya lho Pan, dari kecil SD ini lomba lari sering Pan. Nih ya, kalau temen-temen saya dulu lomba lari di Lampung di sawah lho. Ya gimana, nggak ada gimnasium di SD saya. Maklum ndeso e. Di sawah sana saya itu jagungnya enak Pan! Bisa nyeser remis juga, kan deket kali. Berenang. Lompat dari atas jembatan. Naik lagi pake tambang. Seru pan!

Oh tambang. Tarik tambang pula nih pan… Bagaimana pula peraturannya. Mancla mencle. Tadinya harus menang dua kali, max 3 set. Toyohashi udah main, eh peraturan diganti menang satu kali, satu set. Macam mana pula itu, Pan. Terus mikir ya pan ya, tarik tambang itu capek. Capek Pan. Toyohashi udah maen 4 kali. Lawannya kuli dari Hokkaido, juara Pormas, nyamar jadi ketua PPIJ pula, ya mana menang pake separo tenaga pan.

Kalau mau fer ya Pan ya, kalau saya nih ya, diatur ulang peta pertandingannya dari awal. Kan pertandingan awal udah kadung pake sistem tiga set dua kali menang tuh pan, ya diatur ulang lah supaya nggak perlu main 4 kali.

Skema Pertandingan Tarik Tambang.png

Jadi sama-sama main tiga kali Pan!

Oh iya, itu tadi saya bilang kalau saya lho ya. Tapi ya nggak tahu ya pan ya. Namanya juga panitia. Keputusan panitia pasti bulat lah ya. Pastinya nggak bisa retak kayak tulang saya nih.

Ah jadi ngelantur. Ini kenapa pula gaya bahasa saya jadi ndeso begini. Dari lari ke tangan ke sawah jadi tarik tambang pula. Sudah ah, sudah. Daripada ada yang kebelenger. Ini pasti gara-gara ada surat yang viral dan kontroversial itu tuh. Jadi penasaran deh Pan pengen ngikutin…

Stop. Stop. Eh. Ehm… Stop. Sudah cukup parodi Surat Terbuka untuk Pak Dubesnya. Stop. Nggak pake pan-pan lagi. Stop. Hehe… Gomen teman-teman Gifu. ^^v Nggak segitunya kok. Santai… Bercanda. Cuma parodi kok hehe. Sama-sama belajar… Semoga nggak terulang di Chubu Match Shizuoka tahun depan. Semoga surat terbuka nggak intelek itu juga nggak terulang di kepengurusan mendatang. ^^v



Nah, melanjutkan update kondisi tangan yang cidera di lomba lari tadi. Mode biasa ON.

Tim Toyohashi, Chubu Match 2016.jpg

Bahkan dari foto jauh begini, bengkak tangannya terlihat

So, tangan saya mencium dinding. Dan sekitar satu jam kemudian ketika bengkak sudah sangat terlihat dan jari tak bisa bergerak, baru saya terasa ada yang salah dengan si tangan dan kemudian mencari penanganan ke panitia. Dikasih lah koyo. Namun menurut dokter satu-satunya di lapangan waktu itu, bengkak semacam itu harus dikompres dingin, bukan salonpas. Akhirnya ke panitia lagi dan dirawatlah saya oleh mbak-mbak baik disana. Dikompres dengan es dan dipegangin selama satu jam penuh. Hiks terharu…

Sayang bukan si bu dokter yang turun tangan. Eh. Coret-coret… Fyuh,,…

Nah es itu bersifat seperti bius. Sampai di Toyohashi pukul 11an, kompresan masih ada. Bengkak agak reda. Karena bius jadi ngga kerasa sakit. Kayaknya aman deh, menurut saya. Bisa tahan untuk besok pergi lab-graduation-trip ke Taiwan. Sebelum tidur saatnya masak dan mempersiapkan bento untuk ke Taiwan besok. Namun, saya belum menyadari hal itu. Tak pelak bius kan habis jua.

Sekitar jam 1 malam, saya merasakan sakit yang teramat sangat. Bukan cuma sakitnya pegal gt… Nggak bisa dibawa tidur, nonton, atau ngapain pun. Kayaknya lebih sakit dari sunat deh. Yang satu kulit, yang satu tulang soalnya. Begitu rupanya sakitnya tulang. Maknyos!

Saya tahan sakit sampai jam 9 pagi. Sebenarnya jam 6-9 saya sempat tidur. Cara mengakalinya adalah memasukkan si tangan kanan tadi ke ember isi air. Maklum Maret suhu air disini masih kayak kulkas. Bisa tidur deh, akhirnya, sampai dibanguni oleh Mas Iwan yang menolong saya ke dokter tulang. Dan jeng-jeng, memang si tulang retak katanya.

Sebenarnya saya nggak ngerti tulang retak itu kayak apa. Diliatin rontgen, perasaan sama aja. Bentuk tulang gitu. Nggak berserpih. Tapi kata dokternya gitu. Akhirnya tangan aing di-gips dan dikasih obat pereda rasa sakit.

Taiwan? Bye-bye… Cuma bisa bilang “shikatanai” ke teman lab.

Hidup dengan tangan kiri doang ternyata cukup menantang. Makan, ngetik, pegang mouse, nyuci piring, cebok, semua pakai tangan kiri. Eh cebok memang pake tangan kiri ya… Lucunya si Abi, temanku. Yang sakit tangan kanan, pas jenguk yg ditanyakan pertama kali:

“Bisa cebok nggak mas?”

Hm… Yang paling repot nyuci piring kayaknya. Harus dua tangan soalnya.

Awal-awal susah berkidal. Setelah dua minggu, udah biasa. Akhirnya kayaknya saya jadi ambidekstral deh. Keren juga. Skill yang harus dilatih terus tuh, biar nggak lupa…

Perban WisudaOh ya, saya pikir bakal cuma dua minggu nasib tangan tersebut. Gips-perban sudah pernah saya copot sih, sehari. Tapi ternyata sehari nggak pake perban sama sekali ternyata membuat nyeri di malam senin waktu itu kembali lagi. Akhirnya menurut dokter harus dipakai perban sampai akhir Maret. Sebulanan deh diperban.

Pada akhirnya, ketika pindahan, farewell party, dan wisudaan saya pakai perban. Kenangan yang tak terlupakan. Kapan lagi coba…

Tepat dua bulan setelah hari H, kondisi tangan sudah membaik. Sudah sebulan saya paksakan nggak pake perban, hari pertama ngantor saya copot perban. Sampai sekarang ke kantor pakai sepeda juga sudah biasa.

Namun tanda-tanda cidera tadi masih ada lho… Coba pergelangan tangan Anda bengkokkan sampai 90 derajat. Biasa aja kan? Tangan kiri saya juga gitu. Namun, tangan kanan saya cuma bisa 120 derajat saja, kecuali kalau di-assist oleh tangan satunya. Harus banyak push-up kali biar tulang pergelangannya punya fitur berbunyi lagi kalau diadu ketika terasa pegal.

Begitulah cerita saya cidera tangan saat lomba lari. Hati-hati, dinding menghadang Anda.

Don’t try this at home!

Salam Bhinneka Tunggal Ika.

 

1 Komentar

  1. Ping-balik: Takut Ketemu Agan Lagi | Blog Kemaren Siang

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.