Islam
Comments 2

Overriding Subhanallah?

Tadi malam, ada yang tidak biasa di shalat tarawih Masjid Salman. Setidaknya berbeda dibanding 9 hari sebelumnya (dan tahun-tahun kemaren). Ketidakbiasaan itu mulai terlihat dari panggilan berdiri untuk shalat tarawih pascakultum. Biasanya, Salman selalu informatif dalam setiap kegiatan. Imam tarawih sebelum memulai selalu memberitahu ini mau shalat apa, teknisnya bagaimana. Dengan demikian, jamaah yang baru shalat di Salman kali ini juga tidak kecele dg teknis shalatnya (2 rakaat vs 4 rakaat, dll).

Kali ini tidak. Langsung ada panggilan. Itu pun biasanya cuma ashshalatul jami’ah, nah yg ini agak panjang kayak di masjid-masjid rumah. Terlebih lagi, bacaan Al Fatihahnya agak cepat (empat ayat pertama satu nafas) meskipun ayat setelah Fatihahnya masih ayat yg tidak biasa (bagi kebanyakaan orang (non tiga juz terakhir lah, mungkin)). Kemudian, antar shalat tarawih pun jedanya tidak terlalu lama. Mungkin cuma cukup untuk dua kali push up lah.

Hmm… Bukan imam yg biasa di salman nih,

Namun, “ketidakbiasaan” yg utama terjadi di batch kedua shalat tarawih ini (kan 8 rakaat, jadi 4 rakaat – 4 rakaat, dua batch). Di rakaat kedua, imam bertakbir setelah baca ayat. Ya, wajarnya makmum pun ruku, apalagi yang ada di barisan shaf belasan (paling belakang). Terus aneh, kok lama…. Tiba-tiba, shaf di depan langsung sujud. Entah i’tidal dulu atau tidak, kayaknya ada yg iya, tapi yg jelas tidak ada takbir dari imam. Mungkin spikernya mati, pikir saya. Toh, kemaren-kemaren spikernya pernah bermasalah.

Setelah sujud, agak aneh lagi. Pada langsung bangkit dan masih tidak ada takbir (yg jelas). Makmum shaf belakang ada yg menyempurnakan duduk antara dua sujud, sujud lagi, lalu bangkit. Termasuk saya. Eh, setelah berdiri lagi tidak terdengar imam membaca Fatihah. Langsung baca ayat quran (selain Fatihah) lagi.

Oh, sujud tilawah rupanya. Terjawab sudah, bukan spiker pelakunya.

Saya pun langsung berpikir: tidak bijak nih imamnya. Soalnya, imam itu menurut saya harus melihat-lihat kondisi makmum. Bagaimana pemahaman makmum, kebiasaan setempat, dll. Imam yg biasa shalat subuh pake qunut kalau shalat di masjid yg biasa tidak pakai qunut sebaiknya juga mengimami dengan tanpa qunut. Begitu setahu saya imam yg baik. Jamaah salman juga tidak banyak yg hafal Al Quran. Apalagi yg tahu letak ayat sajadah… Sebaiknya hindarilah hal-hal yg berpotensi memecah jamaah seperti ini.

Dan hal itu terjadi. Di rakaat “terakhir”, imam berdiri sampai sempurna, ingin menyelesaikan rakaat keempat. Saya juga berdiri (karena sudah menebak kejadian td itu sujud tilawah). Naas, sebagian jamaah ada yg kebingungan. Tampak dari sebagian yg sudah duduk tasyahud akhir. Dan yang berdiri pun ada yg “mengingatkan” imam dengan membaca tasbih: subhanallah.

Alhasil, imam pun duduk tasyahud kembali dan tidak jadi melakukan rakaat terakhir tadi. Hmm..

Bingung juga saya, karena tidak ada latihan menghadapi situasi ini. Bisakah subhanallah di-override? Jadi, imam sudah “membenarkan” gerakan karena tasbih makmum tapi sebenarnya malah itu jadi salah… Gimana ya? Masa di-override, bilang subhanallah lagi. Konflik lah.

Panitia salman juga sepertinya belum ada latihan mengenai situasi seperti ini. Beberapa menit setelah shalat witir, salah seorang panitia dengan ragu mengabarkan kesalahan tersebut ke jamaah. “Err. Tadi itu sujud tilawah, ja-jadi dihitungnya cuma satu rakaat. Ja-jadi kita tadi baru shalat tarawih 7 rakaat.” Dan tidak memberikan solusi apa-apa. “Mari kita perbaiki dan lengkapi kekurangan yg satu rakaat lagi“-kek atau gimana kek. Ralat (20-07, 9:50): yang mengabarkan kesalahan adalah Imamnya sendiri. Karena orang Yaman yg blm lancar bahasa Indonesia jadi tampak ragu, masih terbata Indonesianya.

Tapi udah terpisah sama shalat witir ya, duh gimana dong ya?

Tentu saja, saya tidak ingin terjerumus ke dalam ghibah dan ini juga bukan untuk mengkritik panitia atau bahkan imam. Saya nulis karena nggak ngerti nih. Siapa tahu aja ada yg tahu masalah ini. Atau saya email ke rumah fiqih saja ya? Hmm.. Ada yg tahu emailnya?


Ternyata, imam tersebut bukan orang Indonesia. Namanya  Thyazen Hakimi Al-hafidz, dari Yaman. Mungkin karena itu kali ya, kendala bahasa. Dan (dan sehingga) tidak ada pengarahan dari panitia dan asisten imam jadinya tarawih di salman kali ini sedikit berbeda. Lumayan lah, situasi baru sebagai bahan learning untuk masa depan, bagi imam, panitia, dan jamaah salman.

Update (20-07, 9:50): Press release dari asisten imam yg waktu itu dapat dibaca di post berikut ini.

2 Comments

  1. Alhamdulillah, terima kasih atas saran dan evaluasinya. Penjelasan lengkap tentang kejadian sebenarnya udah ane post di fb ane. Monggo dicek 😀

    Memang kita belum siap dengan hal2 tidak biasa spt ini. Hikmah dr kejadian ini kita jadi belajar. Tidak usah menyayangkan apapun, cukup perbaiki kesalahan aja.

    Koreksi sedikit, yang mengumumkan setelah witir itu imamnya langsung, maklum orang yaman, saya sendiri saat itu belum menangkap maksud imam spt apa, dan solusi bg jama’ah gmn, jd belum berani mengambil alih penjelasan ke para jama’ah.

    InsyaAllah hari ini dibahas perbaikan ke depannya gmn.

    Oiya, ane bkn panitia, bisa dibilang asisten imam lah. hehe

    • Link ke press releasenya sudah diupdate ke artikel nya dihya, beserta beberapa ralat.

      Iya lah, lebih patut kita bersyukur dengan kejadian ini. Jadinya ada pelajaran baru untuk kita semua.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.