Sebelumnya perlu dicatat bahwa tahun baru tidak mengandung arti spesial apapun buat saya. Kalau ada arti spesial, ya saya usahakan buat pulang. Kalau tidak, percuma juga pulang ke rumah. Lebih dari itu, kata-kata resolusi tahun baru, dan sejenisnya tidak ada artinya bagi saya. Kalau mau resolusi, kenapa harus menunggu tahun baru?
Jika dalam sejarah saja tidak ada yang spesial tentang 1 Januari (awal mula tahun surya yg sudah diulang 2012 kali), – cih siapa sih yg punya ide untuk tahun baruan di tanggal ini dan dengan alasan apa! Apa istimewanya 1 Januari 0001! – kenapa kita harus sok heboh dengan tanggal ini.
Namun (kesampingkan filosofi), bukankah kita patut cemburu di saat orang lain berbahagia berpesta ria tetapi diri tidak punya apapun untuk memaknai momen ini? ^^v
Satu hal yang patut disebut pada ajang tahunan ini adalah momen liburannya. Semua orang memanfaatkannya entah dengan pergi jalan-jalan atau refreshing ria. Sayangnya, kata libur juga tidak ada arti spesial untuk saya saat ini. Bagaimana saya bisa membedakan even ini?
Mengenang empat tahun baru sebelumnya semenjak saya mengenyam bangku kuliah, saya menghabiskan malam tahun baru atau setidaknya hari tahun baru di tempat berbeda. Waw! Hal ini merupakan pencapaian yg luar biasa untuk orang seperti saya.
Tahun baru 2009.
Saya masih tingkat satu, masih lucu-lucunya. Seperti biasa anak tingkat satu, waktu liburan ya dimanfaatkan penuh untuk menghabiskan waktu di rumah. Rumah saya waktu itu kebetulan masih dekat. Masih tinggal di Metro, Lampung. Tentu saja, walaupun temanya liburan di rumah, fakta yang terjadi adalah tidur-tiduran di depan tivi. Paling pol ya jalan ke taman kota melihat keramaian yang tidak jelas itu. Lihat jedar-jeder merecon murahan. Lebih ramaian malam lebaran juga. Tapi lumayan lah.
Tahun baru 2010.
Tingkat dua awal. Banyak tubes. Kebetulan waktu itu ada tugas besar Algoritma Struktur Data yang menuntut saya dan kebanyakan mahasiswa STEI lain untuk tidak pulang kampung cepat. Akan tetapi, transisi tahun waktu itu saya alami sedikit “sukses”. Saya jalan-jalan! Wow…
Saya diajak geng Unit Budaya Lampung, spesifiknya Rizky Alfian, Raditya, dan Noura ke rumah pamannya Radit. Tempatnya ke arah Pangalengan sana, sekitar 2 jam dari Bandung. Nama lokasinya saya lupa. Kami kesana dengan naik motor. Menginap disana dan memaksakan diri “bangun” sesaat sebelum detik mengubah tahun. Pemandangan kota dari atas bukit waktu itu lumayan menarik. Dentum dan warna warni kembang api dari berbagai titik di kota cukup mengusir rasa kantuk.
Kami memutuskan untuk menghentikan jalan malam sejam kemudian untuk menghindari risiko bertemu orang mabuk-mabukan. Di desa seperti itu katanya banyak.
Esoknya kami pun memutuskan untuk jalan-jalan. Entah bagaimana, kami memutuskan untuk ke wisata (*saya lupa namanya*). Pokoknya ada pemandian air panas dan bukitnya. Yang ternyata setelah dikunjungi sangat tidak sesuai dengan ekspektasi. Menjijikkan.Kami pun memutuskan untuk naik gunung bukit. Efeknya, saat pulang saya demam, gemetar hebat, dan seperti hipotermia. Mungkin karena kami naik bukit tanpa persiapan-lah penyebabnya. Kami hanya pakai sendal jepit biasa. Kemudian, turun bukit lebih dari setengah jam diguyur hujan lebat mungkin sedikit memicu. Dan, mengendarai motor selama hampir dua jam dalam kondisi deman-lelah-hujan juga memberikan sedikit efek.
Atau bisa jadi memang sayanya yang lemah dalam aktivitas fisik. Hmmm… Walaupun hasil akhirnya adalah penurunan daya tahan tubuh secara drastis, perjalanan tersebut cukup mengesankan.
Tahun baru 2011.
Tahun baru ini lebih asyik lagi. Saya pulang ke rumah, tapi kali ini di Tanjung Balai, Sumatera Utara. Rumah saya sudah pindah kesana.
Karena kedatangan saya ke Tanjung adalah pertama dari 10 tahun kebelakang, saya pun diajak keluarga untuk mengunjungi Danau Toba. Memang tidak bermalam-tahun-baru di sana sih. Malam tahun baru saya habiskan untuk tidur awal, dan bangun sedikit setelah lonceng pergantian tahun berbunyi untuk berangkat ke danau terbesar di Indonesia it.
Enam jam dari Tanjung Balai, Rantau Parapat dan Tanjung Balai memang seindah rumor yang beredar. Tahun baru ini menjadi tahun baru paling mengesankan dari tahun-tahun baru empat tahun belakang. Hari tahun baru ini ditutup dengan kemacetan tujuh jam di sekitar kota Parapat dan diwarnai oleh hujan deras.
Tahun baru 2012.
Sepertinya keberuntungan tahun baru saya habis terpakai oleh tahun baru sebelumnya. Meskipun di tempat berbeda dari tiga tempat sebelumnya, tahun baru kali ini tidak begitu mengesankan. Tempat keempat: kosan.
Seperti laiknya anak tingkat empat, tahun barunya dihabiskan untuk satu hal: mengejar deadline Tugas Akhir dan Seminar I. Awal tahun akan dihabiskan untuk menyiapkan presentasi seminar.
Sebosan kedengarannya, tahun baru 2012 ini tidak menyisakan bekas apapun di jaringan neuron-neuron saya. Saya perlu mereka urutan tahun baru sebelumnya untuk memastikan bahwa tahun baru 2012 ini saya tidak melakukan apa-apa.
Tahun baru 2013.
Tahun baru ini, status saya tidak berubah dari tahun lalu. Masih mahasiswa tingkat akhir. “Liburan” cukup tidak berarti bagi saya (dan beberapa teman, yg sudah lulus sekalipun). Toh yang dikerjakan tiap hari pada saat “hari kerja” dan “hari libur” tetap sama.
Apakah tahun baru 2013 ini akan bernasip sama seperti tahun baru 2012? Apakah tiduran di kosan memang cara terbaik? Melihat dunia baru pasca kiamat (post apocalypse) sepertinya cukup mengesankan. Memandang wajah baru bumi yang diselimuti air bah dari atas bahtera nuh ultra modern juga sepertinya tidak begitu buruk. Hanya saja, bangsa maya dan Roland Emmerich kurang tepat dalam prediksi mereka sehingga saya harus terkungkung di kamar menulis artikel ini.
Emangnya seburuk itu, nggak kan? Toh, malam tahun baru ini diisi oleh hujan. Sepertinya semua warga di Bandung akan merasakan nasib yang sama dengan saya.
Pertanyaan selanjutnya adalah “bagaimana dengan besok?”. Asyiknya, kemana ya…
ke dieng pas taun baru seru loh kak 🙂
salam kenal