Di Jepang saya merasa banyak orang-orang mengetuk pintu saya. Tidak seperti di Indonesia. Yang saya ingat cuma pengemis dan pengamen saja. Ya mungkin tambahannya mbok jamu atau sales Tianshi.
Berikut saya daftar para pengetuk pintu tersebut. Supaya teman-teman bisa bersiap-siap jika ada ketukan pintu atau dering bel. Catatan, tadinya mau ngasih judul Para Pengetuk Tobira, biar jadi PPT. Tapi kok alay ya…
NHK
Pengetuk pintu yang satu ini adalah yang paling ingin dihindari oleh semua orang. Terutama bagi pemilik televisi. Setara dengan rentenir, mereka ini akan memaksa Anda untuk bayar ‘upeti’ atas tivi yang Anda miliki.
Ada dengar cerita dari teman Jepang, ada kasus bahwa memiliki komputer juga dikenai pajak pertelevisian. Jadi teman saya itu menyarankan, saat bertemu om-om NHK ini jangan juga mengaku punya PC.
Memang dalam undang-undangnya cakupan si pajak ini sangat-sangat luas. Jadi hanya dengan punya alat yang bisa menerima saluran televisi, apapun alatnya, juga dilingkupi oleh undang-undang tersebut. Technically, kalau bisa akses tivi lewat internet hape pun bisa kena si pajak. What a stupid law.
Setahu saya, Inggris dan Jepang yang masih menerapkan pajak penerangan ini. Bedanya, Inggris memiki klausa denda jika tidak membayar, dan Jepang tidak. Jadi ya, om-om NHK pengetuk pintu ini at best, annoying. Annoyingly persistent.
Atau yang paling aman adalah bilang Nihonjin tabemasen aja ke mereka. Yang penting jangan pernah ngaku punya tivi.
Tukang Sekolah Nyetir
Di Jepang sistem pos masih sangat diandalkan. Setiap kamar apato memiliki kotak pos sendiri-sendiri. Namun, 70% isinya adalah brosur-brosur dari sales. Makanan, alat kecantikan, dan sekolah mengemudi.
Tidak hanya memberi brosur, mas-mas salesnya pun rutin mengetuk pintu. Mungkin setiap tahun ajaran baru kali ya. Ingin “membantu” maba-maba yang belum bisa nyetir seperti saya ini.
Satu yang saya pelajari adalah kalau ada sales begini, jika kita bisa bahasa Jepang dan menunjukkan sedikit ketertarikan atau keramahan, mereka bakal nyerocos sampai habis. Namanya juga sales. Kebetulan waktu itu saya juga agak penasaran jadi nanya-nanya juga. Pengen bisa nyetir juga disini, belum punya SIM A di Indonesia jadi harus tes dari awal disini yang itu artinya tes dengan difficulty level “Asian” deh. Mustahil lulus. Jadi, orang Jepang banyak yg ikut sekolah nyetir, diajarin, dan level tes nya jadi turun katanya. Sayangnya mahal sekolah nyetir disini, 30 juta!
Jehova Witness
Nah ini. Satu lagi dari Mayora annoyingly persistent group of people. Saya juga baru tahu sekte Kristen yang satu ini di Jepang. Mereka mengetuk pintu dan literally menjual agama.
Yang saya nggak habis pikir adalah cara mereka itu. Ngasih brosur, jelasin satu dua menit lalu nanya:
Gimana? Omoshiroi?
Wait what? Oi… Kristen itu agama dengan populasi terbesar di dunia. Jadi besar kemungkinan kalau saya udah tahu sedikit tentang agama ini. Nggak tahu tapi ya apa bedanya atau spesialnya di Jehova Witness. Kalau dengan 1 menit baca satu halaman brosur saya sudah bisa “tertarik” dengan sekte ini, chances are saya sudah kristen dari awal. Yang artinya, brosur dan tawaran Anda nggak berguna. Nggak ada cara yang lebih halus apa ya…
Yah tapi salut lah sama usaha mereka. Nice try. Kalau di Indonesia udah banyak yang protes kali usaha seperti ini… Wait, cek di youtube ternyata jaringan mereka besar juga. Ada channel yang didedikasikan untuk membahas Indonesia pula. Kalau Indonesia orangnya ramah-ramah dan jangan takut dakwah disana.
Di Inggris juga ada! GradeA UnderA sedikit bahas dalam video para pengetuk pintu-nya ini. Lucu banget. Check it out…
By the way, mereka ini juga persisten. Sangat! Dalam hampir dua tahun di apato Toyohashi (para pengetuk pintu ini nggak mendatangi asrama) saya mungkin udah diketuk mungkin hampir 10 kali. Bilang nggak bisa baca nihonggo ditawari bisanya bahasa apa. Oh ya awal-awal ditanyain orang apa, soalnya bukan muka Jepang kan aing. Terus seminggu kemudian datang lagi deh dia, bawa brosur Bahasa Indonesia.
Saya iseng nggak buka pintu. Brosurnya dimasukin ke kotak surat pintu. Pas keluar mau asharan, eh ketemu si ibu pas mau nyebrang jalan. Disamperin lah. Masih inget (bukan orang Jepang sih). Eh tadi saya nyoba ngetok nggak ada, kemana ya… Udah baca kah brosurnya… Semangat sekali ya mereka ini.
Hm hm… Seandainya ada orang grup islam dengan semangat yang sama. Jamaah tabligh mungkin?
Btw, ada yang bilang mereka ini, misionaris berdakwah ini, baito. Hm…
Missionaris Budha
Masih dalam kategori yang sama, pengetuk pintu yang satu ini menawarkan agama Budha. Yap, agak aneh emang kalau nggak ada biksu yang keliling berdakwah di negara yang mayoritas agama Budha ini (atau Shinto?, atau animisme?, atau atheis?).
Namun saya kaget ternyata ada beneran. Belum pernah ke pintu saya sih, tapi teman di Kanto. Mungkin karena rumahnya dekat dengan kuil, jadi disambangi.
Yang lucu adalah, teman saya cerita, dialog mereka meyakinkan si teman kalau yang mereka bawa itu keren. Katanya, Tuhannya Kristen cupu, bisa mati. Nggak kayak punyanya mereka yang sakti mandraguna. Well… Is that supposed to impress us?
Btw, teman saya yang satu ini keren juga. Dari ceritanya sih ngobrol di luar, fuyu-fuyu, sampe hampir sejam. Debat gitu. Kok kalau saya males meladeni ya. Masih banyak pengetuk pintu lain, haha… Ayo kita tunggu ceritanya di blog teman saya, semoga, suatu saat.
“Missionaris” Islam
Iya dong. Nggak ketinggalan. Islam juga punya para pengetuk pintu. Seperti yang saya singgung sedikit tadi, Jamaah Tabligh namanya. Bedanya, mereka hanya “menarget” yang sudah memeluk islam. Mengingatkan kembali jalan yang lurus.
Biasanya mereka ini adalah orang asing yang sedang keluar 40 hari atau 4 bulan. Maklum, orang Islam di Jepang kan secara proporsi tidak banyak. Jadi ya orang Indonesia, Malaysia juga yang datag. Kadang juga Bangladesh dan Pakistan. Mumpung mereka menginap di Masjid Toyohashi, mereka mengetuk pintu untuk “berdakwah” saling mengingatkan dan berkenalan dengan penduduk sekitar.
Saya juga pernah diajak keliling mengetuk pintu oleh orang-orang ini. Jadi observer aja sih. Seru juga… Silaturahim dengan teman-teman di satu kota.
Dengan demikian, saya sih nggak begitu keberatan kalau mereka mengetuk pintu saya. Kalau ada waktu dan makanan ya saya suruh masuk dan berbincang akrab di dalam. Daripada ngobrol di pintu. Saya juga penasaran dengan mereka. Apa cerita mereka? Kok bisa ke Jepang lama gitu untuk dakwah? Dananya, waktunya gimana? Di Jepang udah kemana aja? Bedanya dengan negaramu apa? Dst.. Dst.. Ya kayak ketemu paman gt lah.
Sayangnya, kadang saya mendapati kemalasan atau kekesalan saat mereka. Mungkin hati saya yang sudah sedikit keras, atau kebetulan pembicara waktu itu masih hijau dalam mengajak orang dalam kebaikan. Gimana ya? Seperti menghakimi atau menuntut begitu…
Seolah-olah mereka melihat ke bawah dari pucuk bukit lalu berkata ikutilah jalan kami, keluarlah, KELUARLAH, kalau tidak NERAKA.
Seolah-olah loh ya, mereka nggak ngomong gitu persis plek tentunya. Cuma nada bicaranya… Atau susunan kalimatnya… Atau secara implisit menjelekkan firqah islam yang lain. Nggak tahu lah. Yang penting seperti kurang ahli-lah… Kurang mengena…
Tidak selalu sih, kadang saja. Masih harus banyak belajar mungkin. Nggak semua orang pandai berbicara kayak usadz di tivi-tivi. Menurut saya sih, daripada memaksakan membawa elemen dakwah, ceramah, mentah-mentah begitu ke rumah-rumah, mending mereka ambil rute full silaturahim. Ya kayak yang saya bilang tadi. Apa cerita mereka? Dari mana asal? Udah kemana aja di Jepang? Terus kan bisa disisipi dengan si inti yg ingin disampaikan. Misal komentar ttg Jepang, atau , atau nasihat-nasihat. Sambil ngobrol gitu. Lebih elegan sepertinya.
Story for another time.
Tukang Koran
Di anime, saya sering mendapati adegan begini. Orang mengetuk pintu. Lalu yang punya rumah langsung teriak:
Sinbun nara iranai yo…!
Yang artinya, kalau tukang koran aing nggak butuh.
Saya nggak mengerti adegan ini sampai saya mengalaminya sendiri. Yap, tukang orang mengetuk pintu saya. Setelah saya pindah di Nagoya.
Awal-awal pembicaran ramah. Bisa bahasa Jepang nggak? Bisa baca? Terus nanya pelajar atau kerja. Terus, biasanya liat berita darimana. Wah! Harus baca koran tuh!! Kebetulan ini lagi ada promo… Diskon… Nyodorin kartu diskon AEON dia.
Karena kurang ahli, saya refleks menerima saat dia menyodorkan kartu itu. Kesalahan fatal! Butuh waktu 20 menit untuk meyakinkan kakek ramah itu kalau saya nggak perlu si kartu diskon dan si koran. Semurah apapun.
Yang buat paling kesal adalah tentu persistensinya: Kalau nggak mau kartu diskon X, mau yang Y nggak? Wah, nggak bisa bahasa Jepang, belajar lah! Bisa bahasa Inggris??? Wow… Kebetulan ada yang bahasa Inggris juga kok. Mahal? Maunya berapa, untuk mas saya jatuh harga lagi deh.
Sales sejati tuh bapak. Lain kali saya ikuti trik di anime aja deh. Shinbun nara iranai yo…
Kuroneko
Nah ini. Ini adalah pengetuk pintu yang ditunggu-tunggu. Soalnya barang pesanan dari Amajon. Makin sering beli di amajon, frekuensi mereka mengetuk tentuk makin sering, dan akhirnya bisa-bisa kenal deh
Saya baru pindah di Nagoya 2 bulan aja, pas pulang dan lewat di depan apato, ada mobil kuroneko lewat, mas-masnya langsung nanya. Eh yang di kamar xyz itu ya. Ini barangnya udah sampe… Padahal diset jadwal kedatangannya masih malam.
Tetangga Ngasih Makanan
Terakhir ini adalah pengetuk pintu yang paling diharapkan. Biasanya tanpa ketuk pintu sih, tiba-tiba sudah ada di gantungan pintu aja. Sayangnya frekuensi kejadiannya sangat langka. Hiks.
Kapan lagi yak… Mana da kemungkinan kalau gedung yang saya tinggali ini tak berpenghuni pula. Waduh-duh-duh…
Bagaimana? Ada pengetuk pintu lain yang saya lewatkan?
Ping-balik: Cerita Pak Ujihira: Agama Orang Jepang | Blog Kemaren Siang