Masalah liberalisme kian merebak di negeri ini. Jaringan Islam Liberal memposisikan diri sebagai lini depan paham ini. Secara terang-terangan mereka memasarkan ide mereka dan menunjukkan kebencian mereka terhadap islam. Banyak sekali contoh yang bisa kita cari ejekan-ejekan mereka yang semuanya tidak benar.
Sudah jelas nama islam yang ada di JIL tersebut hanya bertujuan untuk menyesatkan orang dan juga sebagai pernyataan perang terhadap islam. Hal ini disebabkan karena musuh utama bagi liberalisme adalah islam. Islam sebagai agama yang diridhai Allah memiliki seperangkat peraturan yang lengkap, mulai dari kita bangun tidur sampai kita bangun tidur lagi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan prinsip liberal mereka, dimana mereka tidak ingin ada aturan apa pun yang mengekang mereka. Dengan demikian, islam lah yang jadi sasaran bagi utama mereka untuk mereka robohkan fondasinya dan sesatkan orang-orangnya.
Orang-orang munafik itu menyerang setiap ayat dalam Al Qur’an dari ayat pertama Al-Fatihah sampai ayat terakhir An-Naas.
Bismillahirrahmanirrahim: dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang diserang dengan “ah, mau Allah mau yang lain sama semuanya itu”.
Alhamdulillahirabbil ‘alamin: segala puji bagi Allah yang menguasai semesta alam diserang dengan “ah, mana ada. Alam itu terjadinya kebetulan, gak ada yang menguasai.” Terus sampai akhir Fathihah.
Kemudian, Aliiif laam miiim diserang dengan tafsir yang macam-macam.
Dzaalikal kitaabu laa raiba fihi hudal lilmuttaqin: Inilah kitab yang tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang yang bertaqwa diserang dengan “Tunggu dulu, pasti karangan Muhammad nih..” Terus. Setiap ayat mereka serang. Jelaslah bahwa tidak ada lagi islam di diri mereka.
Fenomena kemunafikan dan serangan seperti ini sebenarnya bukan hanya terjadi belakangan ini. Bahkan zaman Rasulullah pun telah ada. Bisa juga ditarik runtutannya sampai kesombongan iblis pada Adam saat penciptaan manusia. Kemunafikan adalah hal yang paling berbahaya dan produk paling sukses dari Setan – aliansi strategis penyesatan manusia. Lebih jauh lagi, pada setiap zaman, pasti pola orang-orang seperti JIL ini begitu-begitu saja. Telah tergambar dengan jelas dalam Al Qur’an dan dapat diprediksi perilaku serta jawaban-jawaban mereka, salah satunya pada surah At-Taubah ayat 64 – 66. Kak Hafidz, pembicara Gamais Fresh Time sekaligus aktifis Indonesia Tanpa JIL telah mencoba ayat di atas. Ketika mereka mengolok-olok dengan penyebutan yang tidak pantas: “Awloh”, “Muhammad itu begini”, “Anjing huakbar”, kak Hafidz membalas.
“Wahai kalian yang memberikan ejekan-ejekan, cobalah kalian buat satu lagi ejekan yang lebih hebat, yang lebih mengejek dari yang tadi, niscaya akan ku tunjukkan semua yang tersembunyi di hati kalian semua. ”
Mereka menjawab: “wah jangan marah gitu lah boy, kami kan cuma bercanda kok.”
“Ngapain kalian melakukan ejekan dengan ayat-ayat Allah.”
“ya maaf lah boys, maaf…”
“Gak perlu elo minta maaf, lo kafir sesudah beriman…”
Paham yang mereka bawa, Sepilis: sekularisme, pluralisme, dan liberalisme merupakan penyakit traumatis bangsa barat terhadap agama. Ceritanya bisa pembaca baca di artikel sebelum ini. Sasaran ketiganya adalah agama. Entah mengapa, penyakit ini kemudian berusaha diimpor oleh manusia-manusia di negeri kita ini dari barat.
Sekularisme memisahkan antara agama dan pemerintahan. Tidak ada campur tangan agama dalam kehidupan duniawi. Urusan agama kecil, hanya ibadah dan catatan nikah. Padahal banyak hukum-hukum islam yang tidak bisa dilaksanakan bila tidak ada entitas negara yang melindunginya.
Liberalisme memberikan kepastian seseorang untuk berbuat sebebas-bebasnya di bumi ini. Batasannya hanya satu: hak orang lain. Berbuat apa pun adalah sah bila tidak mengganggu orang lain. Meskipun terlihatnya baik dan menarik, ada banyak kelemahan dan keanehan dalam paham ini. Beberapa contoh ekstrem: kita bisa melakukan kegiatan seks di rumah makan, asal tidak berisik. Zina asal suka sama suka. Homoseksualisme. Zina terhadap binatang, asal bukan punya orang, atau orang yang punya ridho. Mati. Semua adalah hak pribadi yang bukan urusan orang lain menurut mereka. Naudzubillahi mindzalik.
Akan tetapi, fenomena liberalisme ini juga mencla-mencle. Batasan terhadap jilbab di perancis misalnya. Padahal pemakaian jilbab adalah hak masing-masing, tidak ada urusannya dengan hak orang lain. Jilbab sama saja dengan pakaian lain, tetapi mereka larang juga. Syekh Puji mereka tuntut. Aa’ Gym yang poligami mereka permasalahkan. Padahal semua itu masalah pribadi bukan? Jelas sekali bahwa sasaran mereka ini adalah memojokkan dan merusak agama.
Dalam islam, seluruh kegiatan di dunia ini hanya dibatasi oleh satu hal: Hak Allah. Karena seluruh kegiatan duniawi hukum asalnya adalah halal kecuali jika ada larangannya, dan seluruh kegiatan ibadah hukum asalnya adalah haram kecuali ada perintahnya. “Makan itu bebas gak? Bebas! Makan pisang goreng? Wah liat dulu, ada larangannya gak, gak ada ternyata berarti boleh. Babi? Wah ada larangannya bos, berarti gak boleh.” “Interaksi pria wanita boleh gak, bebas! Bermesraan dengan yang bukan muhrim boleh gak: boleh! Eh tunggu dulu, ada larangannya gak. Ada ternyata, berarti gak boleh.” Begitu seterusnya.
Dengan adanya satu sudut pandang, kebenaran dalam islam itu mudah. Coba fikirkan jika batasan kita adalah hak orang lain. Saat ada pencurian, dilihat dulu: di Amerika penjara sekian tahun, di Inggris penjara sekian tahun, di Indonesia: bebasin aja. Saat menikah, diskusi dengan ayah: pokoknya ayah ridho asal jangan batak, dengan ibu: pokoknya ibu ridho asal bukan sunda, dengan paman: bagusnya orang bandung deh, cakep-cakep. Dengan anak teman paman saja ya, paman udah janji nih. Kalo gak paman gak suka. Saat kita meninggal: di India dibakar, di tempat lain jeburin laut, di Indonesia dikubur, tergantung tempat. Kebenaran menjadi berbeda dimana-mana. Kita jadi mengejar kebenaran. Jika kita serahkan semuanya dengan satu aturan Allah, kebenaran itu menjadi tetap. Kita bisa meninggal di mana saja dan perlakuan yang kita terima sama.
Pluralisme merusak agama-agama dari dalam. Seperti yang telah diceritakan di artikel sebelumnya, setelah mereka memisahkan agama menjadi urusan remeh-temeh, membebaskan kegiatan lainnya sebebas-bebasnya, hal agama yang sudah kecil ini tidak dibiarkan begitu saja. Dikeluarkanlah paham bahwa “semua jalan menuju Tuhan itu sama, semuanya benar” dengan dalih kerukunan antar umat beragama. Tujuan mereka tentunya, jika semua agama dianggap sama, agama tidak lagi menjadi penting. Akhirnya islam, kristen, budha, penyembah api tidak ada bedanya. Agama pun akhirnya tidak ada lagi di bumi ini.
Banyak hal yang aneh dalam pluralisme. Mereka menyamakan dua agama yang secara prinsipil jelas beda. Satu agama tauhid, agama lain Tuhan itu punya anak, agama lain lagi Tuhan itu tiga. Jelas saja secara logika yang berlaku adalah salah satu benar, atau semuanya salah. Tidak mungkin semuanya benar seperti yang dikatakan pluralisme.
Kita tidak perlu menyatakan kebenaran agama lain untuk hidup rukun. Misal dalam rapat, untuk menghormati usulan orang lain kita tidak perlu membenarkannya kan: usul lo bagus, tapi bagian sini dan sininya gak tepat rasa gua. Hal lain juga, apalagi untuk agama. Biarlah untukku agamaku, untukmu agamamu. Kita beribadah masing-masing tanpa saling mengganggu. Agama elo bagi gua salah, titik. Elo juga boleh manggil gue infidel, domba apalah. Tapi gua bisa dagang sama elo kan… Jika begitu, insya Allah semua akan lancar.
Jelas penyakit Sepilis ini adalah penyakit yang sangat tren di zaman modern ini. Semoga saja kita tidak tertular dengan pemikiran-pemikiran seperti ini.
Seri ringkasan Gamais: ITB Fresh Time – Indonesia Tanpa JIL, 21 Maret 2012, pembicara: Hafidz Ary (EL’98), penggiat Anti-JIL.
Sebelumnya. Sepilis: Balas Dendam Para Peri (Part 1/2)
Ping-balik: Bagaimana Saya Sekarang Mengisi Blog Ini | Blog Kemaren Siang
JIL itu lebih tepat disebut Jaringan Islam Laknatullah. Anehnya, paham JIL itu laris di perguruan tinggi Islam seperti IAIN atau UIN, sebaliknya di perguruan tinggi sekuler seperti ITB terjadi arus sebaliknya, yaitu kembali ke ajaran fundamental.