Kampus Ganesha
Comments 3

Gempa Ketika Kuliah, Kampusku Retak

Rabu September 2009, pukul  12.00 seperti biasa kami pun memasuki kelas Mata Kuliah Probabilitas dan Statistika. Mata Kuliah 3 SKS ini tidak seharusnya memiliki 2 jam pertemuan di hari Rabu, tetapi karena kesibukan Ibu Harlili sang dosen mata kuliah ini pun dipadatkan di Hari Rabu. Jadilah hari Rabu ku sebuah pelarian panjang –kuliah 11 jam full, jam 07 pagi sampai 18 sore–.  Sebenarnya tidak ada yang aneh dengan MK ini, pelajarannya termasuk mengulang pelajaran kalkulus TPB dengan rumus yang cukup njelimet. Dosen tentu sering jadi sasaran penyalahan oleh mahasiswa.

Dua jam ini begitu membosanlan. Seperti biasa aku duduk di baris ketiga – keempat dan tertidur sepanjang kegiatan kelas. Beberapa teman lain menemani. Beberapa yang kreatif memanfaatkan momen-momen ini untuk menghidupkan laptop dan menyambung koneksi dengan wireless AP Labdas IF. Beberapa yang lain mengobrol sambil bermain. Sayup-sayup terdengar perkataan Ibu yang sering diulang. “Gimana bisa? Bisa…”

The torture has not reached its end yet. Pukul 14.00, mata kuliah Struktur Diskrit, sebuah mata kuliah yang membahas logika, teori bilangan, dan graf dimulai. Hari ini jatah mengajar dipegang oleh Ibu pengajar Probstat yang tadi menggantikan Bapak Rinaldi Munir. Yah, peluang tidur lagi dah. Beruntunglah yang membawa laptop hari itu.

Di tengah perjalanan, tidur malasku ini terganggu oleh jalannya 2 map presensi di kelas gabungan seluruh mahasiswa IF ini. Setelah bangun aku masih memegangi mukaku, demi mendengar ibu berkata “Bisa kan? Bisa…”. Tiba-tiba aku merasa kursiku bergetar dan kepalaku pusing. Ah, jahil banget ini orang dibelakang pikirku. Tetapi tidak. Si ibu di depan pun terdiam bersamaan dengan tolehan bingung kepala teman-teman yang lain. Ibu pun berkata “Gempa ya, tenang-tenang.. “

Sayang sekali, sebagian dari kami tidak tenang. Apalagi setelah beberapa detik merasakan sensasi itu, getarannya semakin kuat. Kami panik, tapi entah mengapa tidak ada yang lari. AC diatas plafon pun bergetar hebat serasa menginginkan dirinya menjamah lantai. Semakin kuat getaran plus visual efek AC dan dinding tadi entah siapa yang memulai kami lari menuju pintu di sebelah kanan kelas. Dan entah siapa yang memulai, 2 meter dari aku lari aku dan mereka berhenti . Aku berhenti karena bukuku jatuh, jadi aku memasukkan itu buku k etas sambil menikmati goyangan gedung Labtek V IF ini.

Ada yang berteriak “cepet keluar oy”. Ada yang berteriak “buka pintunya”. Ada yang teriak “mana absennya!!”. Beberapa lagi teriak, “Carol lompat lewat jendela!!”. Teriakan-teriakan ini menghiasi ruangan yang isinya tinggal separo dari kami dan getaran yang makin memudar. Ibu Harlili sudah hilang entah kemana. Setelah gempa, aku masih di kelas. Achmad Baihaqy yang tadi ngenet masih tampak memegangi laptopnya dan mulai berkemas. Sambil ketawa-tawa dia mengulas kejadian tadi. Aku pun mengintip ke jendela tempat Carol melompat dari lantai tiga itu. Carol sudah dibawah berdebat seru bersama Ibu Fazat. Sambil kaget, kami mengagumi dan menertawainya. What a reckless move, pikirku. Bukannya lebih bahaya ya bergelantungan di dinding gedung dari lantai tiga sambil bergoyang-goyang begitu. Entah bagaimana, beliau selamat.

Kami pun turun dan keluar. Kami disini adalah seluruh Civitas Academia ITB. Bagaikan demo total, jalan-jalan, lorong, dan halaman ITB dipenuhi manusia, panik dan memegangi handphone. Kuliah seluruh sendi di ITB macet seketika. Sambil menelpon rumah kulihat jam di hapeku menunjukkan pukul 14.50. Di depan Labtek V, kami mahasiswa Strukdisk tadi berkumpul, mengisi absen. Aku yang sudah Absen kembali masuk ke dalam, sudah waktunya Ashar. Sebelum Asharan, aku dan Haqy pun ke sekre HMIF untuk ngenet, melihat apa reaksi Forum Junker Paradiso di Rileks. Rupanya sudah 3 halaman komentar.  Dari situlah kami tahu pusatnya ada di Tasikmalaya.

Gempa ini cukup hebat. Banyak yang mengatakan ini pengalaman pertama mereka, begitu pula aku. Sebelumnya aku hanya merasakan gempa saat menonton TV dan melihat gantungan kunci pintu lemari goyang-goyang. Aku cuma merasa pusing dikit, jadi ku tidak menghitung itu pengalaman kena gempa.

Berkeliling ITB, banyak gedung yang retak, dan plafon jatuh. Beberapa aku jepret dengan K790i ku.

Retakan 06

Tangga

Plapon

Retakan 10

Retakan 01

Untunglah, Lampung tidak merasakan efek apa pun dari gempa ini. Gempa ini rupanya hanyalah awal dari rangkaian gempa selanjutnya dan patut kita acungi jempol. Kita harusnya sudah bisa sadar, betapa mantapnya jika Allah ingin menegur kita. Kita harus merefleksikan diri, bercermin sudah sejauh apakah dosa kita dan kesalahan kita sehingga kita dicubit sedemikian rupa. Bukannya malah berbantahan apakah rentetan bencana ini maksudnya menyambut kedatangan presiden yang baru yang terkenal pembawa bencana alam dari dulu. Atau menghubung-hubungkan gempa dengan ayat Al Quran, sampai –sampai mengarang-ngarang Jam-Menit-Detik supaya cocok dengan ayat-ayatnya. Entah bagaimana orang bisa berfikir demikian.

3 Comments

  1. Wah, serius Karol lompat dari lantai 3? Ke lantai 1? Nekat amat. Trus ketauan sama Bu Fazat? (Coba kalo yg liat itu Bu I**e, entah gimana ceritanya tuh)

    Salam kenal,
    mahasiswa IF07

    • Ya gak tahu sih lompat apa gak. Yang jelas dia keluar lewat jendela dan usai gempa diliat dia dah dibawah ama bu Fazat.
      Metode – tidak diketahui.
      Durasi – tidak diketahui.
      Kondisi Fisik – tidak diketahui.
      Kondisi Mental – tidak diketahui

      Salam kenal juga,

  2. Di sini nggak separah itu. Bahkan ane gak nyadar gempa. Baru nyadar pas yang lain pada berlarian.

    Yup, murni bencana alam.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.