Pada waktu itulah ana sampai di Bandung. Kota dataran tinggi yang dingin, damai, dan gosipnya kecil ini. Sekitar pukul 05.40 tibalah Pahala Kencana utusan Lampung pada markas divisi Riau alias Jalan Martadinata, Bandung. Pukul 6.20 seorang kakak tingkat sebut saja Mus’ab menjemput ana dengan riang, hangat, dan bersahabat. Sepuluh menit kemudian Misbun pun di jemput oleh keluarga yang telah survive tinggal di kota kejam ini. SO, What’s The POINT??
Paragraf pembuka di atas, beserta judulnya sama sekali tidak mencerminkan ini posting ini. Yah, turun dari bis, ana kaget! Waw, adam bangat! Yah, bagi pendatang khusunya dari daerah beriklim hangat seperti ana ini akan sangat tidak wajar mengalami pagi jam 6 selayaknya pagi saat sahur. Dingin bo’! AC bes NF ke Jakarta aja kalah. Meski temperature rendah, pejalan kaki dan pejogging serta pesepeda banyak terlihat berseliweran di tengah jalan raya yang lengang dari kendaraan tak ramah lingkungan.
Tahukah Antum, siang hari suasana alam disini tidak jauh berbeda rupanya. Bukan mendung atau gimana, tapi entah temperatur disini rendah terus atau memang sistem adaptasi suhu ana yang kurang hebat. Bagi antum yang ingin membuka usaha elektronik kipas angin jangan ke Bandung deh, kurang prospek kayaknya. Berdasarkan observasi sederhana, cukup dengan melihat Termometer LCD dijalan bisa ana ambil kesimpulan bahwa: Pagi sekitar pukul 8.00 suhu berkisar 290 K, Siang sekitar oukul 13.00 suhu berkisar 304 K, dan Malam sekitar pukul 21.00 berkisar 287. Itu suhu yang diukur di jalan loh, notabene banyak kena knalpot. Faktanya, suhu ini masih lebih hangat di banding puluhan atau ratusan tahun lalu, sebelum spesies rakus kurang mikir itu kentut kebanyakan di udara. Global Warming is everywhere.
Air? YA ini masih bumi, jadi pasti ada air. Beda ama di domain asal ana, air keran (yang gak di kulkasin dulu tentunya), sesuhu sama dengan air yang disimpan di lemari pendingin itu. Yah, sensasi wudhu subuh akan antum nikmati saat dzuhur di kota ini.Minuman berbahaya (sebut saja UC1000) yang gua ana bawa dari Metro dan lupa ana minum di jalan aja sesejuk saat baru beli. Ternyata label di minuman berbahaya tadi benar, “dingin lebih nikmat”. Tapi hanya dapat diaplikasikan untuk minuman mungkin.
Traffic meningkat seiring bertambahnya tinggi semu matahari. Dan tetap meningkat saat sang surya turun dari singgasana. Bahkan ketika The Solar itu telah ‘tersuruk’ di belahan bumi lain, situasi lalu lintas disini tidak berkurang padatnya. Maybe when that sun on the top of the elevation di belahan bumi seberang, barulah intensitas kendaraan berangsur reda. Mungkin lo.. Yah begitu lah. Jika antum mau menyeberangi jalan hati-hati aja, lumayan bahaya dengan traffic yang ramai. Tapi, antum tidak perlu khawatir. Bandung kan juga Indonesia, jadi antum tidak perlu susah cari zebra untuk ditunggani saat lewat. Lagipula, rakyat pengguna jalan raya pun telah maklum dengan warga yang melintas jalan secara illegal – gak kayak domain asal-. Dimana pun peraturan tidak selalu tampak seperti rancangan sahnya.