Jadi Ceritanya...
Tinggalkan sebuah Komentar

Scam Menang Undian

Pas jaman SMP, saya dan keluarga menerima sebuah scam yang cukup besar dan pintar. Kami tidak menyadarinya waktu itu. Namun, setelah dipikir-pikir besar kemungkinan kalau itu penipuan atau setidaknya trik marketing amoral.

Saya tidak begitu ingat detail kejadian. Kira-kira seperti berikut lah ceritanya.


Suatu pagi, seorang ada yang mengetuk pintu rumah. Saya pun mem-pause game Empire Earth dan keluar menyambut sang pengetuk pintu.

“Ibunya ada dek?”

“Mama lagi tidur kayaknya om. Kenapa?”

“Oh… Ini mau nitip surat. Kasihin ke Ibunya ya…”

“Surat apa ini om?”‘

“Undangan buat ambil undian. Ajak ibunya ke toko ya dik… Siapa tahu dapat hadiah lho.”

“… Nanti ya om. Bilang papa dulu. …”

Surat pun saya berikan ke ibu saya dan kemudian dibaca oleh ayah malam harinya. Keesokan hari, karena tidak ada kerjaan, sambil jalan-jalan kami pun mengecek si toko. Pengen tahu, undian kayak apa sih…

“Ting teng ting teng,,,, Selamat Adik dapat hadiah peringkat tiga. Microwave terbaru merek XYZ! Hanya seperempat harga! Wow!! Gimana nih bapak ibu? Ajaib banget tangan anaknya nih…”

“Microwave ini canggih bapak-ibu. Coba lihat, disini ada 11 mode masak. Tinggal mencet aja. Tunggu lima menit. Jadi makanan deh. Gampang bu?”

Kami yang belum pernah punya dan belum pernah melihat microwave terpesona dengan benda tersebut. Bayangan pun sudah mulai kemana-mana.

“Sebentar lagi kan puasa tuh bu, buat buka dan sahur lebih gampang kalau ada Microwave. Bisa ngangetin makanan cepet. Terus untuk lebaran juga pasti buat kue banyak kan? Lebih seru dan efisien pake ini!”

“Bisa untuk buat kue juga?”

“Ya bisa lah ibu. Ini kan Microwave canggih… Kalau beli baru mahal ibu, belasan juta. Ini karena menang undian cuma seperempatnya aja.”

“Kalau mikir-mikir dulu bisa nggak?”

“Waduh… Undiannya cuma bisa dipakai sekarang. Kalau nggak diambil hangus…”

Kami pun mikir-mikir. Ini kesempatan yang langka. Kalau diambil, puasa nanti bakal ada yang beda nih…

“Eh Ibu. Kami barusan dapat telepon dari pusat… Juara yang ini bisa dapat Vacuum Cleaner yang itu juga. Itu Vacuum yang besar itu. Karena ruang hampanya besar, sedotannya kuat. Kapasitasnya BLA BLA BLA BLA… Pokoknya canggih, Cukup tambah sejuta aja Bu…”

“Wah, bagus juga ya… Kalau bersih-bersih nggak capek lagi.”

“Betul Dik. Nyapu kan capek tuh… Apalagi kalau bersihin karpet, langit-langit. Pakai Vacuum asoy deh…”

Kami yang tak pernah punya dan melihat Vacuum Cleaner pun terpana dengan benda tersebut, besarnya seperti gentong, setingi lutut. Belalainya panjang melilit-lilit si badan besar. Dia tampak gagah dan sangar, siap menerjang segala debu-debu kotor di rumah.

Bapak Ibu saya menanyakan ke saya. Enaknya gimana? Waktu itu saya masih SMP sih, tapi mungkin saya-lah yang paling mengerti ttg teknologi di keluarga saya. Mungkin juga hal tersebut sebagai sarana untuk menyenangkan anak atau gimana.

“Gini aja deh bu. Kalau diambil nih, kami kasih tambahan satu lagi. Hadiah dari toko nih. Satu set blender. Gratis, nggak pake tambahan? Gimana? Jarang banget kan, aji mumpung kayak gini…

“Tuh adiknya juga kayaknya udah pengen nyicipi kue yang dimasak pakai Microwave canggihnya…”

Singkat cerita, kami pun jatuh ke bujuk rayuan mamas tersebut. Karena kami tidak bisa membawa, barang-barang di antar oleh toko dengan pick up sore harinya. Petugas toko pun memberi satu jam tutorial cara memakai benda-benda tersebut. Begitulah, kami pun memiliki tiga perabotan baru: Microwave, Vacuum Cleaner, dan blender.

Satu minggu. Dua minggu. Puasa pun tiba. Ibu saya mencoba-coba Microwave, tapi entah kenapa selalu gagal.

“Beeeddd…. Coba baca buku manualnya gih.”

Saya pun membaca bukunya pun nggak ngerti. Tombolnya terlalu banyak. Mode apa aja buat apa nggak ngerti. Ngatur panas buat masak kue gimana kagak paham. Akhirnya Microwave cuma teronggok di atas kulkas. Kadang untuk masak air. Kadang buat nyimpan makanan, kayak lemari.

Vacuum cleaner? Kegedan, males ngeluarin dari kardus. Nyedot listrik banyak. Suaranya keras. Kadang kaga mempan. Lebih cepat pakai sapu.

Dua bulan kemudian. Tetanggaku Ade (bukan nama sebenarnya) bercerita.

“Bed-bed, tahu nggak? Kami dapat hadiah undian kemaren.”

“Wuih? Dapat juga… Apaan?”

“Tivi boy! Gede tivinya, 27 inci!!”

Saya pun menyesal. Coba dapat “hadiah”-nya tivi.


Beberapa tahun kemudian, saya memikir ulang kejadian tersebut. Sepertinya -well, dengan probabilitas yang tinggi- toko tersebut melakukan penipuan. Mencoba menjual barang dengan mentrik pelanggan kalau mereka dapat “harga spesial” atau “hadiah yang sulit didapat”. Padahal mungkin barangnya tidak terlalu spesial, tidak canggih, dan tidak ada undian apapun.

Ada yang bisa mengkonfirmasi?

Ada yang pernah mengalami kejadian serupa?

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.