Jepang. Adalah negara impian saya sejak kecil. Salah satu alasan saya masuk ITB juga adalah sebagai batu loncatan untuk mencapai negara ini. Achilles heels. Itu berarti jika negara ini tidak tercapai, agak percuma saya masuk ITB.
Untuk menggapai mimpi tsb, saya tidak yakin dengan kemampuan saya. Sebelumnya sekitar 2012, saya pernah mencoba satu kesempatan untuk pertukaran pelajar ke Nagoya University, tetapi gagal. Gagal.
Tidak yakinnya sederhana saja, saya tahu banyak sekali orang di luar sana yang memiliki impian yang sama. Contohnya adalah sahabat sekos saya yang ternyata persis seperti saya, masuk ITB karena ingin ke Jepang. Karena itu, saya mengambil semua kesempatan yang tersedia (pada waktu itu) untuk menggapai impian tersebut.
Romansa Tiga Beasiswa
Awal April 2013, terdapat 3 kesempatan yang waktu itu terbuka untuk saya. Beasiswa MEXT (alias Monbukagakusho) dari Kementrian Pendidikan Jepang, Beasiswa Pendidikan Indonesia dari LPDP Kemenkeu RI, dan Beasiswa Aichi Prefecture dari Pemda Provinsi Aichi Jepang.
Tujuan utama waktu itu adalah beasiswa yang pertama, monbusho. Kemudian ada beasiswa LPDP baru muncul. Baru buka pertama kali waktu itu, formnya saya masih banyak ngebug, masa IPK harus integer. Nah, iseng, saya juga mendaftar Beasiswa Pendidikan Indonesia dari LPDP ini. Terakhir beasiswa Aichi diinformasikan oleh kaprodi saya menjelang akhir April. Setelah dipikirkan, tanggung hampir semua persyaratan sudah memenuhi (karena udah ngumpulin untuk dua beasiswa lainnya), saya juga mendaftar beasiswa Aichi ini. Syarat yg kurang tinggal cari profesor, dan dapet di detik-detik terakhir. Alhamdulillah.
Monbusho dikirim ke Jakarta. BPI diunggah ke web. Aichi dikirim ke Jepang.
Sekitar Mei atau Juni, pengumuman pertama muncul. Alhamdulillah, Beasiswa Monbusho saya gagal. Nama saya tidak ada di daftar peserta lolos seleksi berkas. Tentu tidak diberitahu berkas mana yang saya kurang. Perkiraan saya adalah karena ijazah.
Pada pendaftaran, saya mengirimkan lembar Surat Keterangan Lulus padahal waktu itu saya sudah lulus dan mendapatkan ijazah. Ya gimana, wong dimintanya ijazah bahasa inggris. Saya pesan ke TU IF, mereka pake lupa. Akhirnya terlambat dah. Saya punyanya SKL bahasa Inggris, ya udah saya submit itu saja ke monbusho. Tadinya saya juga mau melampirkan ijazah bahasa indonesia, cuma teman saya menyarankan jangan, ntar membingungi. Yah, ternyata keputusan itu salah kawan… Untung, pas ‘ndaftar Aichi saya lampirkan ijazah bahasa Indonesia dan terjemahan ijazah manual oleh saya sendiri.
Alhamdulillah, dengan gagalnya saya, berkuranglah satu saingan untuk peserta Monbusho yang lolos waktu itu. Saya tidak perlu menyaingi mereka. (kepedean)
Kemudian, pengumuman kedua muncul. Di BPI LPDP saya lolos seleksi berkas. Agak telat juga pengumumannya dari jadwal. Saya tidak mau bilang “biasa, pemerintah“, mungkin saja pendaftar waktu itu membludak. Saya disuruh wawancara pada tanggal 7 Juni di Kantor Kemenkeu AA Maramis. Oke saya datang (sempat main ke Istiqlal juga waktu itu). Wawancara berjalan dengan lancar (kecuali yang dari psikolog, huh). Hanya dengan menyebut IF ITB, Cum Laude, dan Iping Supriana, dua interviewer saya tersebut sudah merasa sangat dekat sekali dengan saya.
Saya diloloskan dengan janji sebelum kelulusan wawancara diumumkan, harus sudah dapat LoA dari universitas tujuan yang saya tulis, Tohoku University. Sebenarnya saya agak ragu, karena saya masih menunggu pengumuman dari Aichi, harapan saya yang lain, cuma saya iyakan saja janjinya. Walaupun pada akhirnya, LoA juga tidak saya cari-cari, nggak sempet juga waktu itu, sibuk ke Solo sih.
Dari dua peluru yang tersisa, knapa saya menunggu pengumuman Aichi? Pertama, eksklusifitas. Penerimanya cuma 10 orang gan. Kedua, lebih jelas. Ehm, saya termasuk orang yg lebih mempercayai pemerintah negara maju dibanding pemerintah negara sendiri. Bukan apa-apa, track record gan, masalah track record. Ketiga, di beasiswa Aichi saya bisa belajar bahasa dulu 6 bulan. Lumayan kan? Total 2,5 tahun. Keempat, kesempatan kerja. Beasiswa Aichi mengharuskan kerja di perusahaan yang kantornya disana setelah lulus S2 walaupun sebenarnya ini lebih ke batasan bukan fitur.
Pada saat di Solo, akhir Juni, pengumuman dari Aichi pun tiba. Alhamdulillah, saya gagal juga. Satu bulan sebelumnya sih saya sudah dikabari oleh kantor hubungan internasional universitas tujuan saya, Toyohashi University of Technology, bahwa saya sudah diloloskan dari tingkat universitas dan berkas akan diteruskan ke tingkat provinsi. Nah, pengumuman yang saya terima saat di Solo ini, menyatakan bahwa saya tidak diloloskan oleh Pemdanya. Syukurnya, surat pernyataan gagal tadi akan dikirim ke alamat saya, mereka nanyain mau dikirim ke mana. Baik ya mereka…
Dengan ini, peluru saya tinggal satu, Beasiswa Pendidikan Indonesia dari LPDP Kemenkeu. Pada hari yg sama dengan email yg tadi saya terima, saya mengirim email ke profesor di Tohoku University untuk meminta kesediaan menjadi supervisor. Nggak dijawab dong, sampe dua minggu kemudian. Galau, konsultasi ke Profesor di Tohoku University International Relation Office di depan ITB, saya pun mengirim email ke profesor dari lab lain. Apesnya (atau untungnya), 10 menit setelah saya menekan tombol Send, balasan dari lab saya yang pertama tiba dan menyatakan menerima saya. Sepuluh menit kemudian, email dari profesor di lab yang kedua juga tiba dan menyatakan hal yang sama. Duh.
Tentu saya memilih yang pertama dan meminta maaf kepada profesor yang kedua. Kemudian, saya menanyakan tentang gimana cara mendapatkan LoA dan prosedur masuk universitas. Dan ternyata, untuk kuliah Oktober pendaftarannya Juli, dan deadlinenya seminggu lagi. Muri da! 無理! Terpaksa mundur April dah. Dan diusulkan untuk datang Februari dengan status Research Student dulu di lab. Alasannya, Maret harus ikut ujian disana. Enaknya belajar bareng dulu kan. Waduh, dikover sama LPDP nggak yang kayak gini… Bingung juga saya.
LPDP hanya memberikan beasiswa S2 selama dua tahun, artinya 24 bulan. Tidak ada perpanjangan. Kalau jadi research student pun nggak boleh, nggak akan dibiayai. Begitu kata di grup LPDP. Teman yang udah keterima di Tokyo University (ya! Todai!) pun harus pindah universitas gara-gara itu.
Walaupun begitu, tidak ada jalan lagi kan. Saya iyakan saja sambil berharap saya bisa mengaktifkan BPI kelak dari Februari walaupun kuliahnya April (asumsi: lulus ujian masuk). Artinya saya nomboknya di bulan akhir, bukan awal. Nggak tahu juga harapan itu bisa diwujudkan LPDP nggak. Profesor pun katanya mau memberikan 50.000 yen sebagai beasiswa kalau saya mepet dan beliau sudah berjanji untuk memberikan LoA.
Namun, satu bulan kemudian, dua bulan. Tidak ada kabar juga. Memang labnya sibuk sih. Saya pun pulang kampung, libur lebaran, dan balik lagi ke Bandung.
Salah satu urutan seleksi BPI LPDP adalah program pengayaan, setelah wawancara. Saya yang belum dapat LoA ini belum bisa ikut pengayaan, tadinya. Cuma ada perubahan sistem dan saat lebaran saya dapat email untuk memilih salah satu dari tiga jadwal pengayaan yang diberikan. Prioritas satu saya adalah awal September. Kenapa? Supaya cepat dan kalau akhir september takutnya nggak ketemu sama teman sekosan saya yang juga mau pergi ke Jepang akhir September.
Lanjutkan vs Lebih Cepat Lebih Baik
Okeh. Dua minggu berlalu, saya sudah balik ke Bandung seminggu. Saat itu akhir Agustus. Hasil keputusan jadwal pengayaan dari LPDP pun tak kunjung ada kabarnya.
Satu email pun tiba. Dari kantor hubungan internasional, Toyohashi University of Technology. Dengan berseri-seri mereka mengabarkan bahwa salah satu dari sepuluh penerima beasiswa Aichi Prefecture mengundurkan diri. Kemudian, saya ditawari slot tersebut. Saya bisa berangkat awal Oktober jika mau dan memungkinkan.
Tatarara… Bingung deh saya.
Galau, antara lanjutkan proses beasiswa BPI LPDP atau beralih ke beasiswa Aichi yang berangkat Oktober, lebih cepat lebih baik.
Petimbangan (berdasarkan informasi yg ada di kepala saya pada akhir Agustus itu):
LPDP | Aichi |
Tohoku University, profesor setuju tapi LoA belum juga ada kabarnya | Toyohashi University of Technology, profesor sudah setuju, tidak perlu menunggu apa-apa |
Aoki Lab, Computer Structures Laboratory. Lab super sibuk. Banyak proyekan juga nih, katanya. Fokus ke industri | Miura Lab, Active Intelligent System Laboratory. Fokus ke robot. Belum tahu kesibukannya/prospeknya apa aja. |
Masih harus lulus pengayaan, dan kabarnya belum jelas sampai sekarang, padahal September tinggal minggu depan | Jelas, tinggal bilang iya dan mengurus berkas keberangkatan |
2 tahun | 2,5 tahun |
Kuliah April, Berangkat Februari | Kuliah April, Berangkat Oktober |
Harus ikut ujian masuk bulan Maret | Harus ikut ujian masuk bulan Maret |
Februari-April tidak jelas gimana biayanya, kemungkinan bisa dimajukan penerimaan beasiswa jadi 24 bulan terhitung mulai Februari walau kuliah April, tapi worst case tidak bisa dibiayai LPDP dan 2 bulan sebelum April biaya sendiri dengan dukungan hanya 50.000 yen dari profesor. Mulai dapat beasiswa LPDP jika telah dapat LoA univ setelah lulus ujian. |
Oktober-April dibiayai oleh aichi dengan status Research Student. Waktu juga digunakan untuk belajar bahasa Jepang disana. |
Beasiswa dari pemerintah Indonesia. Habis lulus wajib kembali ke Indonesia, “mengabdi”. | Beasiswa dari pemerintah daerah Aichi, Jepang. Habis lulus harus punya niat untuk kerja di perusahaan yang kantornya ada di Aichi. |
Universitas Tohoku, Webometric Peringkat 8 besar Jepang, 336 Dunia | TUT, Webometric Peringkat 62 besar Jepang, 1519 Dunia (ITB 600 Dunia) |
Beasiswa Full (Kuliah, Hidup, Transportasi, Buku, Keluarga, Jurnal). Tidak tahu besar biaya hidup berapa. Tapi Track record pemerintah sebelumnya, walaupun bukan LPDP, buruk. | Beasiswa Full tapi hanya Kuliah, Transportasi, dan Hidup. Jelas besarnya, hidup 150.000 yen. |
Berdasarkan pertimbangan di atas, saya memilih menerima tawaran dari Aichi Prefecture tersebut. Sebenarnya yang paling berat dari tabel di atas adalah faktor kejelasan. Ketidakjelasan informasi itu adalah sumber petaka, bukan? Anda tidak mau kan melamar seseorang terus seseorang itu tidak memberikan kejelasan selama bertahun-tahun. Setelah lama, selidik-selidik ternyata dia kepancut dengan orang lain. Bagaimana perasaan Anda? Maaf ya ky… Yup, ketidakjelasan membawa petaka.
Beasiswa dari Aichi Prefecture segalanya sudah jelas dan Beasiswa LPDP masih diliputi kabut tanda tanya. Belum lagi saya harus pengayaan dulu dan entah harus ada prosedur apa lagi setelahnya. Teknis pemberian beasiswa, dll dan catatan kelam beasiswa dari pemerintah. Selain itu, LoA juga dua bulan tak ada kabar dari profesor. Tidak ada kejelasan.
Faktor kedua adalah biaya, ujian, dan waktu berangkat. Keduanya mengharuskan saya ikut ujian pada bulan Maret. Daripada berangkat Februari dan ambil risiko entah siapa yang membayar dan belum tentu dapat beasiswanya (LPDP), berangkat Oktober dan juga ujian Maret adalah langkah yang lebih aman (Aichi). Walaupun sebenarnya tawaran beasiswa LPDP lebih lengkap dan Tohoku lebih tinggi rangkingnya. Namun, saya rasa ranking dunia sebuah universitas tidak terlalu berpengaruh saat saya kembali ke Indonesia kelak. Entah perasaan saya itu benar atau tidak.
Jadi lanjutkan atau lebih cepat lebih baik? Bismillah. Akhirnya, saya pilih lebih cepat lebih baik. Demi mimpi.
Memilih lanjutkan dan mengejar dua mimpi yang masih belum jelas seperti lebih berisiko dibanding mengambil kesempatan yang ada.
Hanya saja, setiap pilihan itu punya konsekuensi. Tadinya sudah pupus harapan untuk berangkat Oktober. Banyak rencana pribadi dan bersama kawan-kawan sampai ke April nanti. Linimasa dan targetan. Namun, kita tidak tahu masa depan seperti apa yang menanti kita kawan. Dan memang ternyata benar. Kita hanya bisa merencanakan, keputusan tetap ada di tangan Yang Maha Kuasa. Contohnya saja, rencana kami sampai April ini berantakan, hanya dengan satu email tersebut. Yah, gak jadi nikah dulu deh (loh??).
Kalau sudah rezeki, nggak kemana.
Beberapa orang termasuk saya juga melihat hal yang menimpa saya ini sebagai manifestasi pepatah di atas. Jika memang itu jalur yang terbaik, beri saya petunjuk, Ya Allah. Dan saya dapat email yang sangat tidak terduga itu. Saya anggap itu sebagai petunjuk-Nya. Malamnya saat menerima email itu saya membalas kembali email dengan menjawab “Ya, Bersedia” walaupun paginya saya menjawab dengan galau “minta waktu seminggu untuk berpikir”. Minggu itu pula, saya mengurus berbagai dokumen untuk masuk universitas dan untiuk berangkat ke Jepang.
Kalau sudah jodoh, nggak kemana.
Nah, pepatah yang ini saya nggak tahu nih. Belum saya buktikan. Haha… Entahlah, apakah dalam konteks ini saya bakal menerima “dilema” lanjutkan versus lebih cepat lebih baik lagi atau nggak? (ngarep)
Note: saat pengayaan LPDP, saya dapat berita lumayan dan buruk. Berita lumayan adalah LoA dari Prof Aoki sudah jadi. Horeee… Tapi telat… Ironi. Dan gak jelas harus ujian dulu atau nggak kan, jadi ya. Aichi lebih cepat lebih baik. Harus minta maaf berkali-kali nih ke Aoki-sensei. Makanya ini berita lumayan bukan berita baik. Berita buruknya, saya ditolak oleh… Pst… Saya masih berharap itu bukan penolakan sih, tapi pst…
What’s Next?
Dua minggu kemudian, email dari LPDP datang. Beberapa hari sebelum jadwal pengayaan, baru undangan datang. Telatnya… Tapi kepalang tanggung, biar saya mendapat bekal yang sama dengan orang-orang yang akan mengabdi untuk bangsa itu kelak, saya juga ikut Program Kepemimpinan Batch 5 yang diadakan di Wisma Gumati, Bogor pada tanggal 4-14 September itu. Walaupun niat saya untuk mengambil beasiswanya cukup kecil.
Ini juga sebagai rencana B saya (yang tadinya rencana A), jika saya tidak lulus ujian Maret dan harus dipulangkan ke Indonesia dari Aichi. Jika saya lolos jadi penerima LPDP, LoA saya akan ditunggu selama 1 tahun. Jika saya tidak lulus ujian, saya masih punya peluru untuk berangkat Oktober 2014 didukung oleh Beasiswa Pendidikan Indonesia ini. Tidak harus daftar dari awal, cukup dengan mencari LoA dari universitas, entah yg lama Tohoku, atau pindah ke univ lain.
Sementara ini, saya juga harus minta maaf ke Aoki Sensei dan Ito Sensei dari Tohoku nih. Walaupun akhirnya LoA dikirim juga minggu kemaren tetapi ternyata tidak terpakai. Maaf juga untuk teman LPDP yang tidak saya beritahu lengkap perihal Mezase! Japan ini. Hanya satu orang yang saya beritahu. Mas Agus, komponen yg tidak saya ceritakan disini dibawa ke liang lahat saja ya, jangan diceritakan ke siapa-siapa. Apapun jalur yg kita tempuh, yuk tetap semangat membangun Indonesia.
Jika lulus ujian, tentu saya akan melanjutkan beasiswa di Aichi Prefecture dan Toyohasi University of Technology. Semoga saja bisa lulus S2 tepat waktu dua tahun, kemudian mungkin melaksanakan janji pada awal pendaftaran beasiswa, kerja di salah satu perusahaan yang kantornya di Aichi. Semoga saja perusahaan yang saya daftar kelak menempatkan saya di Indonesia, haha.
Doakan saya semoga semua lancar dan selamat sampai tujuan (di Jepang dan kembali lagi ke Indonesia setelah lulus). I don’t know what’s the future hold for me. Sebelum saya menjejakkan kaki di lab tujuan, semua tulisan ini bisa saja menjadi tidak bermakna apa-apa. Saya sudah menyebutkan bahwa kita hanya bisa merencakan dan yang di ataslah yang menentukan, bukan? Oleh karena itu, dimohon doanya.
Hari Kamis tgl 26 September ini saya pulang dulu ke Tanjungbalai, Sumut dan mengurus visa di Medan. Surat yang dari Jepang untuk ngurus visa sedang dalam perjalanan. Keberangkatan saya ke Jepang sampai artikel ini diturunkan belum ada tanggalnya, tapi minggu ini insyaallah dikabari adalah pada tanggal 8 Oktober 2013, dengan Korean Air dari Jakarta. Sekali lagi, mohon doanya.
Selamat malam mas,
Kebetulan saya mendapat beasiswa Aichi utk tahun 2016
Saya sudah membaca beberapa artikel mas mengenai beasiswa ini
Apabila mas berkenan, saya ingin bertanya lbh lngkap melalui email mengenai beasiswa ini khususnya saat di Jepang nanti
Terima kasih sebelumnya
Kak bagi email nya dong, saya mau nanya seputar beasiswa aichi prefecture Email : sario8763@gmail.com
Haii, salam kenal, ini Fahrul. Saya juga berniat untuk ikut beasiswa ini. Bagaimana perkemabnagan pendaftaran ini ?. Saya baca-baca, katanya harus ada JLPT N2 , wah bagaimana dengan mu ?. Satu lagi, bisakah anda membimbing saya untuk program ini?. Saya mohon kebesaran hati anda. Terima kasih.
Ping-balik: Takut Ketemu Agan Lagi | Blog Kemaren Siang
Ping-balik: Pilihan dalam Hidup | Blog Kemaren Siang
Mas saya mau nanya klo untuk beasiswa Aichi itu kan ada certificate of health yang harus disediakan saya mau nanya dulu mas mempersiapkannya seperti apa? karena katanya harus “to be filled out by a qualified physician” ke dokter manakah mas dulu pergi untuk mempersiapkannyaY
selain itu saya juga pengen nannya itu kan katanya harus dapat menyediakan certified passport itu .maksudnya apa ya? siapakah kira2 orang yang bisa menertifikasi passport?
Bawa aja ke dokter umum atau dokter di rumah sakit bilang mau medcek. https://albadrln.wordpress.com/2013/05/19/medical-check-up-is-damn-expensive/
Certified passport itu ya paspor asli aja…
selamat ya kakak sukses jalan ke jepangnya
btw, kalau di jepang untuk jurusan sosial gimana ya peluangnya? (bukan untuj anak sastra jepang ato yg punya Noryoku Shiken lvl 3 ke atas) Thx 🙂
Kalau tidak salah untuk S2 (monbusho) ke atas terserah deh. Yg penting ada jurusannya, dan univ/profesor sudah mau ya daftar saja.
Kalau beasiswa lain juga harusnya gak masalah kalau gak dibatasi. LPDP juga.
Untuk monbusho S1 ada juga, bisa dilihat disini http://www.id.emb-japan.go.jp/sch_slta.html.
mas mau tanya, di atas mas menulis “Beasiswa dari pemerintah Indonesia. Habis lulus wajib kembali ke Indonesia, “mengabdi”.”, apakah waktumas menjalani beasiswa lpdp sebelumnya menandatangi kontrak untuk mengabdi? mengabdinya itu dalam hal apa? apa hanya kembali dna bekerja, tempat kerja terserah dimana saja yang penting di Indonesia. Apa mengabdinya itu seperti penempatan yang ditentukan oleh pihak lpdp? terimakasih 🙂
Nggak tahu juga. Yg jelas harus pulang lagi ke Indonesia. Dan LPDP juga tidak ada ikatan dinas, cuma pas teken kontrak kayaknya ada ketentuan tidak boleh kerja di luar negeri setelah lulus, gitu. Soal setelah lulus di Indonesia bagaimana, saya kira tidak akan ditempatkan oleh pihak LPDP. Cari sendiri. Mungkin minimal mereka bantu merekomendasikan.
tulisan ini dibuat pas di miladku, Albed …congrats!
apapun beasiswanya, tularkan terus semangatnya, semangat merajut asa …
salam hangat dari teman satu tempat wawancara (tanggalnya 28 Mei kalo ga salah, bukan 7 Juni), teman satu barak di Halim, teman satu lantai di Gumati, dan yang paling fenomenal, teman 1 tenda di gunung Salak, tempat kita berbagi cerita demi masa depan lebih ceria ..
🙂
Ping-balik: Beasiswa Pendidikan Indonesia dari LPDP Kemenkeu RI | Blog Kemaren Siang
Subhanallah. Saya pernah dengar nama ente pas les di Nurul Fikri Lampung (2008).
Belum tau yg mana orangnya dan dimana setelah SMA.
Ternyata di ITB dengan Bambang Tresando.
Wah.. kalian hebat kawan.
Saat ini ane baru jadi mahasiswa ITB (S2) di IF.
Kalau ada kesempatan ane pengen ktemu ente.
Kebetulan kosan kita deket kayaknya. Ane di Bangbayang.
Salam kenal kawan.
kakak tingkatku yg satu ini memang edun,,
sok kang, wilujeng berjuang!!
supados teu penasaran ku jepang,
sama halnya kepenasaran sy terhadap negeri melayu, hehehe
Mugi-mugi perjalanannya Allah beri petunjuk, Ganbatte kudasai watashi no tomodachi!! (bener kan? :D)
Trimakasih banyak kak sharing nya tentang beasiswa ke jepang. Kalo S2 jurusan ekonomi&manajemen termasuk dalam beasiswa Aichi tidak ya kak? Dan Kalo boleh, bisa tanya2 lebih lewat email kak?
barakallahu fii koncoku..
Jangan lupa balik mas, Indonesia masih butuh yang kayak mas ini hha.