First of all, I want to congratulate my brothers Abrar Istiadi who splendidly see through the feint of this blog and find the prove of devil prove aka Probatio Diabolica which said “I, the owner of this blog is impossible to have no facebook account.” Well, OMEDETO GOZAIMASU!!. I’ll be waiting for the rest of my friend follow his excelency for my little ‘riddle’ and find the devil proof. Now, i propose a new theory that will oppose him.
Hempel’s Raven, juga dikenal sebagai Raven Paradox adalah sebuah paradox yang diajukan oleh logisian kebangsaan Jerman, Carl Gustav Hempel pada tahun 1940. Saya pribadi mendengar istilah ini pada saat memainkan game visual novel “Umineko no Naku Koro ni”, game detective mistery fantasy yang menceritakan pertarungan detektif antara Witch dan Manusia. Di sini diceritakan bahwa musuh terbesar Devil Proof adalah Hempels Raven. Dua teori valid yang hampir saling komplementer satu sama lain.
Ya keduanya bukanlah nama orang seperti yang dikira Bembi (nama orang? Devil? Proof? Raven?). Keduanya adalah teori yang dibahas oleh matematikawan selama berabad, dan masih cukup membingungkan hingga sekarang. Keduanya teori logika, hampir aksioma dan seperti teori logika lain bisa membuat otakmu looping for eternity.
Raven Paradoks didasarkan pada induksi dan berfokus pada logika implikasi biasa. Seperti yang kita pelajari di SMP, notasi jika…, maka atau ditulis p => q adalah logika yang menyatakan implikasi dimana p adalah syarat cukup untuk q, dan q syarat perlu alias wajinb untuk p. Contoh : jika ditusuk di kepala, kita mati. Hal ini berarti bahwa untuk dapat mati kita cukup ditusuk di kepala meskipun mati tidak mesti akibat dari ditusuk di kepala. Dan syarat kita dapat ditusuk di kepala adalah kita wajib mati, jika tidak implikasi akan salah dengan kata lain tidak berlaku.
Implikasi memiliki kontraposisi yang secara logika ekivalen. Kontrapositif ini secara matematis dinyatakan dengan (p => q) ≡ (~q => ~p) . Mudahnya, pada contoh yang tadi, kalimat “jika ditusuk di kepala, kita mati” akan ekivalen dengan “jika kita tidak mati, kita tidak ditusuk di kepala”. Anda bisa mencari contoh lain di buku matematika SMA jika kurang jelas.
Bagaimana dengan Hempels Raven. Carl Gustav Raven memberikan kalimat berikut “Semua raven adalah (benda yang) hitam”. Hal ini berarti untuk mendapat (benda yang) hitam kita cukup memberi raven (elang.red), sebaliknya jika kita punya raven, adalah wajib dia benda yang hitam. Logis bukan?
Lalu kita buat kontrapostifnya. “Semua (benda) yang tidak hitam adalah bukan raven”. Masih cukup logis dan jelas dengan common sense dan logika kontrapositif ekivalen dengan pernyataan sebelumnya. Kebenaran / kevalidan kedua kalimat itu adalah bertautan. Sekarang kita coba buktikan kalimat pertama :
- Raven adalah (benda yang) hitam
melalui kalimat kedua
- (Benda) yang tidak hitam adalah bukan raven
Kita ambil sebuah apel lalu berkata “Benda hijau ini adalah apel”, yang setara dengan “Benda yang tidak hitam (alias hijau warnanya) ini bukanlah raven (jelas gua megang apel)”. Secara “tidak langsung” kalimat ini membuktikan kalimat kedua dan juga membuktikan bahwa Raven adalah (benda yang) hitam. Jika masih ragu, ambil benda tidak hitam lain, kaos dalam misalnya, atau benda-benda lain lagi. Dengan prinsip induksi, tiap kalimat yang kita ambil ini akan menambah keyakinan kita pada kalimat “Semua raven adalah hitam.”
Raven paradox ini telah diuntai benang kusutnya yang melawan intuisi manusia secara matematis oleh banyak ahli termasuk Hempel, dan Bayes. Tapi tidak akan dibicarakan disini karena saya pun tidak mengerti.
Kembali ke kasus bang Abrar dengan “Albadr adalah orang yang tidak mempunyai akun facebook” yang dengan tegas ditolak oleh Devil Proof. Dengan hukum implikasi dengan p = Albadr dan q = orang yang tidak mempunyai akun facebook (kalimat bisa menjadi “jika saya Albadr, maka saya adalah orang tidak mempunyai akun facebook”). Dengan kontrapositif, saya bisa berkata hal yang ekivalen yaitu “jika saya orang yang mempunyai akun facebook, maka saya bukanlah Albadr”. Tanpa berpanjang lagi, saya tanyakan kepada kalian “Apakah kalian punya Facebook?”, dan “Apakah kalian Albadr?”. Jika kedua pertanyaan di atas dijawab YA, sedikit demi sedikit keyakinan terhadap kalimat pertama “Albadr adalah orang yang tidak mempunyai akun facebook” akan meningkat dan dengan induksi menjadi ‘pembuktian tak langsung’ dari kalimat di atas atau setidaknya menambah keyakinan bahwa kalimat di atas benar adanya.
Dengan devil proof, kita mendapatkan bahwa mudah membuktikan bahwa Albadr itu ada, yang kita perlukan adalah membawa satu orang dan menunjukkan tulisan Albadr di KTPnya. Tetapi kita tidak mungkin membuktikan bahwa orang bernama Albadr itu tidak ada, karena orang itu bisa saja bersembunyi hingga akhir hayatnya atau memang karena ketidakmampuan kita untuk menemukannya. Contoh lebih mudahnya, kita tidak dapat membuktikan tidak ada seseorang pencontek pun di kelas. Alasannya, bisa saja dia sangat dewa dalam mencontek atau kita kurang ahli mengawas ujian. Tetapi menemukan seorang pencontek sangatlah gampang bukan! Ada gelagat dikit, liat orang nyalin jawaban, jelas dia pencontek.
Dengan Hempel’s Raven kita dapat meningkatkan keyakinan terhadap hal yang sebaliknya. Yah keduanya memang hanya teori dan tidak memberikan “Absolute Prove”. But, it’s still a very interesting logic.
ampun dah bang….
albadr tidak ada.
Hore…..!
aku keduax!!!…..
hai… saya nih
udah lama nggak ngeblok
eh, raven tu bukannya gagak?
siapa peduli, yg jelas, saya suka posting yang ini
bukan berarti saya nggak suka yang lain
maksud saya…
whatever lah
🙂
gagak ama elang emangnya beda??. He….
-______________________________________________-
Anda ketiga kah?
Selamat Kepada Syaiful Fajri yang telah berusaha keras mengikuti jejak Abrar sehingga dapat menemukan bukti dari Devil Proof.
oalah mas..mas, ngomong apa ngana qi?
I don’t see any opposition here, hehe… Maybe just because I can’t understand this post thoroughly 🙂
Kembali ke kasus bang Abrar dengan “Albadr adalah orang yang tidak mempunyai akun facebook” yang dengan tegas ditolak oleh Devil Proof. Dengan kontrapositif, saya bisa berkata hal yang ekivalen yaitu “jika saya orang yang mempunyai akun facebook, maka saya bukanlah Albadr”. Tanpa berpanjang lagi, saya tanyakan kepada kalian “Apakah kalian punya Facebook?”, dan “Apakah kalian Albadr?”. Jika kedua pertanyaan di atas dijawab YA, sedikit demi sedikit keyakinan terhadap kalimat pertama “Albadr adalah orang yang tidak mempunyai akun facebook” akan meningkat dan dengan induksi menjadi ‘pembuktian tak langsung’ dari kalimat di atas atau setidaknya menambah keyakinan bahwa kalimat di atas benar adanya.